Pagi-pagi Kakek sudah marah-marah saja.
"Megedi Ci, Umah Cange ne..." -keluar kamu, ini rumah saya- bahasa bali kasar- hardikan yang ditujukan pada istrinya- nundung-mengusir.
Saya yang tadinya baru membuka mata karena mendengar suara keras Bapak sebelumnya langsung kaget dan memilih keluar kamar untuk menengahi. Rupanya mereka berada di ruang ganti, ruang depan kamar mandi bawah, dimana Bapak kelihatannya bersikeras untuk kencing ke kamar mandi namun ditampik istrinya yang meminta agar ia melakukannya lewat botol urinoir yang sudah kami sediakan. Merasa 'disiksa dan dipenjara' ia pun kemudian menghardik Istrinya sembari mengusirnya pergi.
Saya yang paham akan situasi, iseng menimpali. "Bapak sing je disiksa,men labuh Pak buin di kamar mandi, nyen masi nu keweh nulungin ?" -Bapak bukannya disiksa, seandainya jatuh lagi di kamar mandi, siapa juga yang kesulitan menolong- yang lalu dijawab dengan makian "Ne mare sentana Bangs*t..."
Waduh... pagi-pagi sudah kena maki begini. Ini bukan yang pertama kalinya kena sebutan -Bangs*at atau Naskel*ng, maka itu saya sama sekali tidak terpancing karena sudah terbiasa mendapat makian begini saat beliau 'lupa'.
Bapak mengidap Demensia.
Satu kondisi yang katanya menurunkan fungsi ingatan juga pemikiran dan sering terjadi pada usia lanjut. Kalau dulu istilah lainnya mungkin bisa dikatakan Pikun.
Dan menurut penyampaian dokter syaraf yang merawat Bapak selama ini, musuh besar Beliau selama berada dalam posisi "lupa" adalah istrinya sendiri, dan anak laki-lakinya. Itu sebabnya kami jadi maklum, jika semua makian tetiba diarahkan tanpa ampun. Sementara orang-orang kesayangan Bapak dalam kondisi ini adalah -anak perempuannya, menantu perempuan (istri saya), adik perempuan jika ada (ini bibi kami), dan cucu perempuan (Gek Ara and the gank). Namun seandainya semua yang disebutkan ini belum muncul di hadapan Bapak, ya dimaklumi saja jika ia marah-marah dan memaki.
Tapi seandainya ia mengalami jeda sejedag, kemudian tertidur sebentar, bangun lalu duduk, biasanya Bapak akan kembali ke kesadaran alami sebagaimana ia biasanya. Yang tidak banyak bicara atau halus saat menyapa. Kalau sudah begini, dan ia diceritakan bagaimana perangai terhadap Ibu dan saya, Bapak akan langsung meminta maaf sembari berkata "Kalau tiang sadar, kan sing taen ngorahang keto..." -kalau ia sadar kan ndak pernah berkata begitu.
Iya deh...
Comments
Post a Comment