Ternyata memutuskan untuk tidur malam di kursi kayu ruang tamu itu, beneran gak nyaman. Selain lebar kursi yang gak sampai selebar badan, kaki juga terpaksa ditekuk sepanjang malam. Keputusan ini diambil setelah Ibu mengeluh capek dan putus asa merawat Bapak yang Demensia, kewalahan saat malam tiba.
Bapak didiagnosa mengidap Demensia pasca dirawat di RSAD tempo hari. Ingatannya tak lagi normal sebagaimana biasa, terkadang cenderung melupakan banyak hal. Tak hanya anggota keluarga, tapi rumah, pekerjaan, waktu dan banyak hal lainnya. Seperti menjadi bayi kembali, namun dengan perawakan yang besar.
Kalau soal tidak lagi dianggap anak, itu sudah biasa. Disebut pengecut, pengkhianat, tidak bertanggung jawab, bahkan dipandang sebagai musuh pun, maklum-maklum saja. Mau bilang apa ? Jangankan saya, istrinya sendiri sering tak ia kenali lagi, dan menganggap kalau tiap malam tidur dengan orang lain. Lalu menanyakan keberadaan istrinya. Ketiga cucunya juga tak luput dari rasa lupa.
Bapak selalu mengatakan bahwa rumah kami itu, bukan rumah dia. Selalu menganggap kami mengajaknya menginap. Lalu minta diantarkan pulang. Atau setidaknya ingin pulang, namun fisiknya tak mampu karena sudah tidak sekuat dulu lagi. Mungkin ia kebingungan akan bentukan rumah kami saat ini, dan masih mengingat situasi rumah lama.
Dan persoalan kencing, selalu menjadi masalah. Permintaan ini tiada hentinya ia mintakan, meski beberapa menit sebelumnya sudah melakukan. Ini yang kerap menjadikan emosi karena Bapak tidak mau mengeluarkan kencingnya dalam pampers. Selalu ngotot harus di kamar mandi. Akan tetapi ketika fisiknya tak mendukung dan pikiran linglung, ia akan mengeluarkan 'senjatanya' dari pampers dan kencing sekenanya di tempat tidur. Membasahi kasur, baju, celana, juga pampersnya dan lantai. Padahal Ibu berkali-kali menyampaikan agar Bapak membangunkannya atau memanggilnya kalau ingin kencing. Masalahnya saat lupa, apa sih yang bisa dilakukannya ?
Parah memang. Tapi tampaknya kami harus siap menghadapinya.
Comments
Post a Comment