Sudah kesekian kalinya menyaksikan "perang urat syaraf" antara dua kelompok perguruan tinggi negeri dan swasta beradu pendapat dalam satu arena diskusi studi kajian, penyusunan master plan, atau ranperda daerah, yang bahkan dalam sesi terakhir tampak jelas esmosinya muncul secara gamblang. Kacau bet.
Bisa dimaklumi sebenarnya, karena gap atau jurang pemahaman yang ada pada masing-masing pihak terlampau jauh, sementara secara pengetahuan rasanya sudah sama-sama berada di atas langit. Tapi bisa juga saking tingginya kemampuan, terkadang hal-hal kecil yang dulu barangkali kerap dituntut kepada para mahasiswa dan selalu ditekankan berkali-kali, kini malah dilakukan oleh para pengajar itu tampa disadari. Dan -puff- saat tersadar bahwa itu merupakan kesalahan, malah jadi emosi untuk kemudian menghindar kemana-mana. Padahal dengan mengakui kesalahan, mungkin lebih bijak jadinya. Meski secara kredibilitas jadi tampak "kalah" dari sang lawan.
Dan saya juga pernah dikecewakan dalam hal yang sama.
Jadi memang gak salah jika seorang senior pernah mengatakan bahwa "seharusnya kita yang diajar oleh mereka, karena kita membayar mereka untuk mengerjakan atau menyelesaikan sesuatu yang tidak kita kuasai -that's why meng-hire tenaga ahli-, bukan kita yang malah mengajarkan mereka"
Tapi ya mau bagaimana lagi 😅
Padahal Nasi Kotaknya enak loh...
Comments
Post a Comment