“Semua akan kembali ke Titik Nol”
Hari masih pagi, dan sang waktu baru menunjukkan pukul lima dini hari, saat saya tersadar oleh notif alarm yang berbunyi dari speaker ponsel dengan set ‘lebih siang’ dari biasanya. Dimaklumi lantaran semalam, pasca pengarakan ogoh-ogoh banjar Tainsiat, saya baru bisa rebahan sekitar pukul satu tengah malam.
Menyelesaikan tugas sebagai Kelihan Adat anyar Banjar Tainsiat, yang baru menjalankan tugas selama dua minggu terakhir ini.
dan banten pekideh pun dihaturkan sebagai ucapan rasa syukur sebelum matahari terbit di ufuk timur.
Hari Raya Nyepi kali ini terasa jauh bedanya dengan perayaan tahun-tahun sebelumnya.
Dimana jika terdahulu saya tak pernah peduli dengan apa yang dilakukan di luar sana, lebih banyak menghabiskan waktu bersama anak-anak dan keluarga, Nyepi kali ini sepertinya akan dilalui dengan pelaksaan tugas sebagai pengayom masyarakat, yang terlibat dan ikut serta dalam upaya kontrol belasan aktifitas setiap bulannya di lingkungan kami. dan tantangan terbesar pertama bagi kami, saya rasa adanya semalam. Pengarakan ogoh-ogoh Banjar Tainsiat yang mana hanya diijinkan dilakukan pada area wewidangan banjar, namun tidak ada upaya untuk memblokade jalan maupun kewilayahan banjar pun desa lainnya. Membuat hasrat para pemuda, Yowana kami makin besar keinginannya mengarak ogoh-ogoh ke Titik Nol Kota Denpasar aka Catur Muka Puputan Badung.
Nyepi kali ini sekaligus juga menjadi momentum penyadaran bagi diri sendiri, untuk bisa bersikap lebih arif, dalam berkata, berbuat dan juga berpikir kedepannya. Mengingat penugasan baru sebagai Kelihan Adat Banjar Tainsiat, adalah sebuah keputusan ‘Sing Main-Main’ dari para warga atau krama banjar yang menginginkan kepemimpinan kami dapat mengarahkan Banjar Tainsiat ke arah yang lebih baik lagi.
Semoga kelak kami bisa mewujudkannya.
Mohon doa, agar kami bisa melewatinya dengan Baik.
Rahajeng nyanggra rahina Nyepi tahun Caka 1944, Semoga Kebaikan datang dari berbagai penjuru.
Rahayu semuanya.
Comments
Post a Comment