Sebagaimana biasa, saya begitu menikmati suasana pagi saat Hari Raya Nyepi hadir setiap tahunnya. Duduk manis di pelataran bale bali, menghirup udara dan menikmati sunyi, pas banget untuk menimbulkan mood menulis. Menceritakan banyak hal yang telah dilalui, sebagai bekal sekaligus upaya untuk membebaskan pikiran dari banyak beban. Lalu menyimpannya dalam sebuah halaman di blog ini.
Semakin kesini, saya semakin yakin bahwa jutaan orang diluar sana sudah mengetahui apa dan makna Catur Brata Penyepian yang biasanya digaungkan setiap perayaan Nyepi hadir di Bali.
Meski rata-rata tak bisa mematuhi semua tapa brata tersebut, minimal tapa yang krusial bisa dilakukan tanpa cela. Yaitu tidak bepergian ke luar rumah. Sementara untuk larangan agar tidak menyalakan api, yang mana banyak diterjemahkan dalam artian lampu, dan layar ponsel, saya meyakini ada sebagian yang tak mampu lagi mematuhi, dan dilakukan dengan berbagai cara upaya.
Pun halnya dengan tapa brata tidak mengadakan hiburan, karena laki-laki bali biasanya akan berkumpul dan bersila dalam satu meja, mengadakan cekian sambil menikmati waktu dan bersenda gurau bersama keluarga terdekat. Minimal yang tinggal di sebelah rumah. Termasuk juga tapa brata untuk tidak beraktifitas atau bekerja. Saya merasa ini yang paling sulit untuk dipatuhi dalam skala internal rumah atau pekarangan. Sementara untuk luar rumah, saya meyakini bisa dipatuhi atau dilaksanakan.
Saya sendiri merasa makin berumur makin tak mampu mematuhi Catur Brata Penyepian ini. Mengingar dalam masing-masing tapa brata yang ditentukan, ada banyak godaan yang tak mampu saya bendung. Misalkan saja Amati Karya atau tidak beraktifitas, yang mana saat Nyepi aalah saat terbaik untuk melakukan banyak hal, dari menulis, berolahraga, mencabuti rumput dan membaca majalah. Semua aktifitas ini betul-betul saya nikmati dalam setiap menitnya. Lalu ada Amati Geni alias tidak menyalakan Api, minimal lampu dan layar ponsel untuk jaman jani. Wait, tidak menyalakan layar ponsel ? Mana bisa. Wong aktifitas menulis yang saya lakoni selama sepuluh tahun terakhir ini, selalu dilakukan melalui media ponsel. Ketiga ada Amati Lelanguan alias tidak mengadakan hiburan. Musik atau Video melalui layar ponsel sudah pasti akan menemani saat aktifitas mencabuti rumput atau berolahraga dilakukan, jadi praktis sayapun melanggarnya. Dan terakhir, dengan adanya penugasan baru sebagai Kelihan Adat Banjar Tainsiat, tentu tapa brata terakhir yaitu Amati Lelungan alias tidak bepergian ke luar rumah, tak lagi bisa dipatuhi. Mengingat hari ini secara berkala, saya wajib melakukan kontrol bersama para pecalang yang ditugaskan menjaga keamanan serta lingkungan wewidangan banjar.
Ah ternyata…
Comments
Post a Comment