Menarik sekali menyimak perdebatan netijen +62 atas kasus per kasus yang melibatkan para ‘orang yang dituakan’ oleh Umat Hindu belakangan ini, seperti aksi yang katanya ‘french kiss’ yang tidak sepatutnya dilakukan oleh mereka yang sudah disucikan secara agama, apalagi kemudian diUpload ke akun media sosialnya sendiri.
Lalu saat keputusan undur diri dinyatakan, netijen lalu ramai-ramai menghapus postingan bully juga hujatan yang pernah Upload juga di akun media sosialnya masing-masing, dengan berbagai alasan, dari rasa kasihan pada anak dan keluarganya, dan ada juga yang merasa bahwa ‘tujuan’ yang diinginkan sudah tercapai. Sesederhana itukah ?
Saya hanya bisa meringis.
Karena ternyata mereka yang menghujat, membully atau hanya sekedar mempertanyakan, secara tidak sadar, memiliki cerita diri yang serupa dengan yang dihujat, dibully dan dipertanyakan. Apa sih bedanya ?
“Bedanya ya karena yang bersangkutan adalah orang yang telah disucikan, makanya dipandang tidak pantas melakukannya.” Kata seorang kawan.
Lalu bagaimana yang mereka yang belum disucikan ? Apakah boleh dipantaskan berbuat hal yang sama ?
Selama lubang cunguh nu marep tuwun, nu madan manusa, bisa lupa, bisa khilaf kalau kata tetangga di rumah, apa yang dilakukan oleh “orang yang disucikan” tersebut adalah wajar. Bahkan dari sudut mata pelajaran Matematika, yang namanya peluang ya pasti ada.
Lalu apakah kita berkehendak bahwa yang bersangkutan harus begini, gak boleh begitu ?
Boleh-boleh saja kalau saya rasa, tapi tidak “harus”, hanya saja “sebaiknya”.
Dan saya yakin, sejahat-jahatnya orang, seburuk-buruknya sikap, pintu Maaf ada bagi semua manusia.
Apakah jika sudah memutuskan untuk mundur, lalu masalah bisa dianggap usai ?
Bagaimana dengan umat yang harus diayomi atau dilayani sebelumnya ?
Bagaimana dengan ‘jalan hidup’ yang bersangkutan dan keluarganya, terutama bagi mereka yang ‘wajib’ melakoni atas dasar ‘petunjuk’ ?
Adakah yang berpikir ke arah situ ?
Atau hanya sebatas -naikkan postingan, hujat beramai-ramai, lalu setelah ‘tujuan’ tercapai, baru hapus postingan seakan tidak pernah terjadi apa-apa ?
Katanya orang yang disucikan harus bisa “Bijak ber-Media Sosial”…
Sudahkah diri kita melakukannya ?
Comments
Post a Comment