Ia mengambil parang dan menancapkannya pada pohon tua di pinggir jalan, sembari menghardik beberapa pekerja. Wajah sang mandor yang tampak ketakutan tak membuatnya merasa kasihan. Progress pekerjaan tak jua mencapai target yang diinginkan, adalah alasan kuat baginya untuk mengganti satu dua nama, dengan calon tukang lainnya yang bersedia dibayar murah.
Lalu lalang kendaraan yang secara perlahan melambat, mencoba mencari tahu apa yang sedang terjadi. Menciptakan kemacetan baru tanpa ada kepedulian aparat yang sedang berjaga di lokasi. Menambah pikuk jalanan, penuh dengan debu dan kerikil yang berserakan dimana-mana. Melengkapi makian belasan orang tanpa mampu berbuat apa-apa.
Dalam kebingungannya, ia cobakan untuk mencari solusi. Sebuah pemecahan yang memberikan jalan keluar terbaik bagi semua orang. Meski harus mengorbankan kenyamanan dan waktu luang yang seharusnya bisa ia nikmati bersama keluarga. Sebuah resiko jabatan bagi mereka yang duduk diatas kursi panas kegiatan dengan nilai kontrak milyaran.
Sesungguhnya ia adalah seorang pekerja keras, yang cerdas dalam menangani semua masalah di lapangan. Baik secara ilmu konstruksi maupun administrasi keuangan. Integritas yang tinggi serta kejujurannyalah yang membawa ia pada tampuk kesuksesan memimpin puluhan karyawan dan tukang, selama perusahaan berdiri sejak awal tahun 70an silam. Sayang Ia tak mampu menurunkan semua bakat dalam hidupnya pada sang putra, yang kelak ia harapkan dapat menjadi pengganti dan meneruskan tongkat estafet miliknya.
Kepercayaan yang telah ia berikan, rasanya tak ada guna mengingat putra semata wayangnya justru terbuai akan indahnya cinta dan mengabaikan bekal masa depan yang telah dipersiapkan kedua orangtuanya. Meninggalkan tanggung jawab yang seharusnya diselesaikan oleh para pekerja sore itu.
Comments
Post a Comment