Skip to main content

Selfie dulu Om...

Sudah lama saya gak ambil foto selfie diri sendiri di dalam kamar hotel, tempat dimana aktifitas rapat dilakukan sesuai surat undangan yang disampaikan. Posenya tentu saja agak-agak ja’im atau jaga image, mumpung setelan yang dipakai cukup keren untuk diambil gambarnya.

Selfie di kamar hotel menjadi satu kewajiban dan keharusan saat aktifitas perjalanan dinas luar kota, jaman saya mulai bertugas di LPSE Badung terdahulu. Berlanjut saat dipromosikan ke Cipta Karya dan syukurnya tetap bisa dilakukan hingga saat ini. Sebagai catatan dan memory bahwa saya pernah menginap di hotel atau tempat tersebut.

Aniwe, foto kali ini diambil di kamar 501 Hotel SwissBell Express Legian Kuta, yang lokasinya tepat di Monumen Ground Zero ke arah timur sebelum mentok. Dalam agenda Lokakarya Penilaian Kabupaten Badung Tangguh Bencana, selama 3 hari dari 28 Sept kemarin.

Secara luasan cukup nyaman, untuk ukuran city hotel. Masih bisa lalu lalang disekitr bed kalo pas lagi nginep bareng pasangan. Fasilitasnya ada mini bar, teko pemanas air dan safety box.
Menu makannya bervariasi. Jadi gak ngebosenin. Kebetulan kami selama agenda Lokakarya, makan pagi, siang dan sore dilakukan dalam kamar. Pake kotakan.

Dan berhubung jarak antar lantai gak terlampau tinggi, saya lebih banyak memanfaatkan tangga ketimbang lift selama beraktifitas disini. Naik turun dari basement, lobby, lantai 5, 6 dan rooftop. Lumayan untuk berolahraga mengingat agenda lebih banyak duduk dan berdiskusi.

Selfie menggunakan lensa kamera sebenarnya sudah cukup lama saya lakukan. Dari tahun 2003an kalau tidak salah, yang saat itu memanfaatkan kamera digital hasil pinjam paksa merek Sony dengan resolusi gambar 2 MP atau sekitar 1600×1200 p. Berhubung merek berasal dari brand ternama, hasil gambar pun bisa dikatakan cukup apik seandainya kalo mau dilihat-lihat lagi ukuran jaman jani.

Cuma bedanya, kalo di jaman itu mencetnya harus berulang kali mengingat perangkat kamera digital belum punya layar lebar macam sekarang, dan posisi layar masih berada di balik lensa kamera.
Sekali jepret bisa jadi hasilnya miring, gak fokus atau lainnya. Maklum, yang digunakan sebagai sandaran pegang bodi kamera, juga sembarangan. Bisa dahan pohon yang kokoh, dedaunan yang rimbun, pojokan patung, hingga area datar yang sejajar posisi mata.

Sementara kalo jaman jani mah, kamera depan ponsel sudah lebih dari cukup untuk itu.
Toh kepentingannya hanya untuk upload di sosial media, pamer pada kawan atau penghias gallery pada ponsel. Gak bakalan dicetak besar, apalagi nampang di baliho persimpangan jalan, sebagai modal pilkada.

Comments

Postingan Lain

Jodoh di Urutan ke-3 Tanda Pesawat IG

Kata Orangtua Jaman Now, Jodoh kita itu adanya di urutan ke-3 tanda pesawat akun IG.  Masalahnya adalah, yang berada di urutan ke-3 itu bapak-bapak ganteng brewokan berambut gondrong.  Lalu saya harus gimana ?  #jodohurutanketigadipesawat  Mestinya kan di urutan SATU ?

Mewujudkan Agenda Cuti Bersama Lebaran

Tampaknya di Hari terakhir Cuti Bersama Lebaran, sebagian besar rencana yang ingin dilakukan sejak awal liburan sudah bisa terwujud, meski masih ada beberapa agenda lainnya yang belum bisa dijalani.  Satu hal yang patut disyukuri, setidaknya waktu luang jadi bisa dimanfaatkan dengan baik untuk menyelesaikan beberapa pekerjaan tertunda beberapa waktu lalu.  1. Migrasi Blog Aksi pulang kampung ke laman BlogSpot tampaknya sudah bisa dilakukan meski dengan banyak catatan minus didalamnya. Namun setidaknya, harapan untuk tidak lagi merepotkan banyak orang, kedepannya bisa dicapai. Sekarang tinggal diUpdate dengan postingan tulisan tentang banyak hal saja.  2. Upload Data Simpeg Melakukan pengiriman berkas pegawai ke sistem online milik BKD rasanya sudah berulang kali dilakukan sejauh ini. Termasuk Simpeg Badung kali ini, yang infonya dilakukan pengulangan pengiriman berkas dengan menyamakan nomenklatur penamaan file. Gak repot sih sebenarnya. Tapi lumayan banyak yang harus dil...

Menantu Mertua dan Calon Mertua

Menonton kembali film lama Meet the Parents (2000) yang dibintangi oleh Ben Stiler dan Robert De Niro, mengingatkan saya betapa terjalnya perjalanan seorang calon menantu untuk mendapatkan kepercayaan sang calon mertua, atas putri kesayangan mereka yang kelak akan diambil menjadi seorang istri dan pendamping hidup. Meski ‘kekejaman’ yang ditunjukkan oleh sang calon mertua dalam film tersebut *sosok bapak* jauh lebih parah dari yang saya alami, namun kelihatannya cepat atau lambat, akan saya lakoni pula nantinya. Memiliki tiga putri yang salah satunya sudah masuk usia remaja, adalah saat-saat dimana kami khususnya saya sudah sewajarnya masuk dalam tahapan belajar menjadi seorang kawan bagi putri sulung saya satu ini. Mengingat ia kini sudah banyak bertanya perihal masa lalu yang saya miliki, baik soal pendidikan atau sekolah, pergaulan dan hobi. Memang sih untuk urusan pacar, ia masih menolak berbicara lebih jauh karena berusaha tak memikirkannya, namun sebagai seorang Bapak,...

Pengetahuan kecil tentang soroh PANDE

Sekali-sekali saya selaku penulis seluruh isi blog ini pengen juga ber-Narzis-ria, satu hal yang jarang saya lakukan belakangan ini, sejak dikritik oleh seorang rekan kantor yang kini jadi malas berkunjung lantaran Narzis tadi itu.  Tentu saja postingan ini bakalan berlanjut ke posting berikutnya yang isinya jauh lebih Narzis. Mohon untuk dimaklumi. *** PANDE merupakan salah satu dari empat soroh yang terangkum dalam Catur Lawa (empat daun teratai) Pasek, Pande, Penyarikan dan Dukuh- yang memiliki keahlian dalam urusan Teknologi dan Persenjataan. Ini bisa dilihat eksistensi pura masing-masing di Besakih, yang memiliki tugas dan fungsi yang berbeda-beda dalam berbagai kegiatan Ritual dan Spiritual. Dimana Pura Pasek menyediakan dan menata berbagai keperluan upakara, Pura Pande menata segala peralatannya. Pura Penyarikan menata segala kebutuhan tata usaha administrasi agar segala sesuatu berjalan dengan teratur. Sedangkan Pura Dukuh Sakti sebagai penata berbagai keperluan sandang pan...

Warna Cerah untuk Hidup yang Lebih Indah

Seingat saya dari era remaja kenal baju kaos sampai nganten, isi lemari sekitar 90an persen dipenuhi warna hitam. Apalagi pas jadi Anak Teknik, baju selem sudah jadi keharusan.  Tapi begitu beranjak dewasa -katanya sih masa pra lansia, sudah mulai membuka diri pada warna-warna cerah pada baju atasan, baik model kaos oblong, model berkerah atau kemeja.  Warna paling parah yang dimiliki sejauh ini, antara Peach -mirip pink tapi ada campuran oranye, atau kuning. Warna yang dulu gak bakalan pernah masuk ke lemari baju. Sementara warna merah, lebih banyak digunakan saat mengenal ke-Pandean, nyaruang antara warna parpol atau merahnya Kabupaten Badung.  Selain itu masih ada warna hijau tosca yang belakangan lagi ngetrend, merah marun atau biru navy. Semua warna dicobain, mengingat hidup rasanya terlalu sederhana untuk dipakein baju hitaaaaam melulu.  Harapannya bisa memberikan warna pada hidup yang jauh lebih cerah, secerah senyum istri pas lagi selfie.