Kalau saja saya tidak ditugaskan menghadiri Lokakarya Penilaian Kabupaten/Kota Tangguh Bencana, mungkin tidak akan pernah melihat secara langsung betapa mirisnya pemandangan jalan Legian masa pandemi begini.
Sepi.
Gerai-gerai kecil yang dulu dipenuhi barang dagangan, sudah banyak yang tutup. Bahkan beberapa yang berukuran besar pun ikutan kena imbas. Hanya beberapa saja yang masih bisa bertahan. Itupun sepi pengunjung.
Bahkan sekelas CK dan Indomaret yang biasanya beroperasi 24 jam pun harus ditutupi plastik hitam di keseluruhan kaca display depan.
Turis yang dulu kerap bersliweran, lalu lalang dengan motor sewaan, kadang jauh lebih ngawur dalam berkendara daripada penduduk lokal sekitarnya, tak satupun tampak di trotoar dan jalanan. Hanya pak Satpam saja yang menunggui tempat kerjanya, asyik dengan layar ponsel, sesuatu yang cukup langka terjadi jika disanding dengan suasana sebelumnya.
Laju sepeda yang dikayuh satu dua orang menyusuri jalanan Legian, tampak santai lantaran suasana lalu lintas yang lengang.
Selama ini saya hanya bisa menonton video beberapa kawan yang kerap pulang pergi melintasi jalanan Kuta. Tapi kini, saya mengalaminya sendiri.
Comments
Post a Comment