Dibandingkan dengan daerah lain, Kota Denpasar saban pagi kesibukannya tidak jauh berbeda dengan pagi sebelumnya. Hanya saja lebih menyerupai keseharian saat Denpasar mendekati hari raya besar umat Hindu dan juga Islam. Dimana anak-anak sekolah dan pegawai kantoran pada libur atau lebih banyak beraktifitas dirumah bersama keluarga. Pengecualian baru tampak jelas saat kita melewati beberapa spot tertentu yang biasanya selalu hadir dalam keramaian.
Waktu sudah menunjukkan pukul 8 pagi. Jam segini biasanya yang namanya lapangan olahraga sudah dipenuhi manusia dengan berbagai kepentingannya. Namun sebulan terakhir semenjak aksi WFH mulai diberlakukan, hal yang sama nyaris tak ada lagi bisa ditemui. Aktifitas rutin jika tak mendapat agenda piket harian ini pun paling diisi oleh 2-3 orang saja yang tampak mengelilingi lapangan. Menyegarkan raga dan pikiran di tengah suntuknya berita dan cerita tentang Corona.
Jika biasanya dalam sehari bisa 2-3 kali mai ke luar rumah, sudah sebulan ini pula berubah hanya 1 kali saja dalam sehari. Itupun jika terpaksa untuk membeli ransum makanan bagi anak-anak dan orang tua. Sisanya ya manfaatkan jasa ojek online atau cukup menikmati sajian di pinggir jalan terdekat rumah.
Uang saku harian secara personal, bisa dikatakan amat sangat berhemat, mengingat agenda makan siang, hanya dilakukan sekali seminggu saat piket harian diberikan. Namun tidak demikian dengan uang dapur dan bersama. Lumayan cepat dikuras untuk menjamin keberlangsungan harian anak-anak dan orang tua. Sementara yang namanya pendapatan bulanan, infonya jauh berkurang meski tetap patut disyukuri lantaran yang namanya gaji, tetap turun tiap awal bulan. Yang gak sampai hitungan hari, sudah ludes dipotong hutang.
Lalu lintas jadi jarang bertemu dengan macet. Saat melintas di ruas jalan besar sekalipun. Nyaman dan leluasa bagi setiap pengendara. Efeknya, jenis kendaraan lain yang dimiliki di rumah, jadi jarang ikutan mengaspal mengingat anak-anak sekolahan juga ikut serta melaksanakan tugasnya dari rumah.
dan harus diakui, anak-anak dan ortu adalah makhluk yang paling ndak pernah melanggar aturan pemerintah untuk ke luar rumah. Mereka anteng beraktifitas dan menikmati sepinya suasana hari.
Sayangnya, saat diri mulai membiasakan diri bergerak dalam sepi, di luaran cukup banyak orang yang melanggar dan tak segan membuat ribut juga keresahan hati. Mencoba mengambil keuntungan saat pihak lain merasa terdesak dengan keadaan.
Comments
Post a Comment