Rabu kemarin, disela makan siang saya masih menyempatkan diri untuk mengirimkan sms ke beberapa kawan dekat mengabarkan pembatasan akses untuk semua akun sosial media dan chat whatsapp, kaitan dengan kerusuhan yang terjadi di Jakarta sejak selasa malam lalu.
Tanggapannya beragam.
‘Ponsel saya baik-baik kok, malah sempat video call dengan suami dari tadi…’
‘pak Pande becanda ah, saya terima kok pesan -test- yang barusan itu di grup wa…’ -tapi pesan itu kan saya kirim setengah jam lalu ?-
‘pak Pande pendukung 02, maka sosmednya diblokir…’ -ini saya yakin golongan kampret yang bicara-
‘Apa mungkin karena pak Pande punya Blog ?’ -alasan paling absurd saya pikir ini mah-
dan sampai sore pun masih banyak yang gak percaya bahwa akses internet ke sosial media dan wag sudah mulai dikurangi trafficnya, sebagaimana info dari mbak Komang yang menangani akses operator SmartFren regional Bali siang tadi.
Jakarta Rusuh.
Saya baru baca timeline Twitter rabu pagi, dan semua itu malah bikin nyesek di dada. Negara ini memang ndak pernah dewasa untuk urusan demokrasi dan harapan membawa nasib jadi lebih baik. Sialnya para petinggi yang berada di balik kerusuhan ini, pada cuci tangan dan tampil laiknya hero di siang hari.
Jancuk ! eh Naskleng ape…
Sosial Media dan WAG tampaknya masih menjadi media favorit penyebar hoax, seperti FaceBook dan Whatsapp yang kini rerata dipenuhi rangorang goblok dengan segala macam aktifitas belajar penyebaran informasi hoax, yang meski sudah diingatkan, tapi tetap saja berkelit ‘ya sebagai info tambahan, percaya gak percaya aja…’
Sehingga ya gak heran, kalo Pemerintah tampaknya masuh ke fase jengkel dan gondok, menurunkan putusan untuk membatasi akses internet dan sosmed juga wa.
Maka jadilah sampai pagi ini, gak banyak notifikasi pesan dan lainnya yang muncul di layar ponsel. Semua senyap, seakan menyerah pada keadaan dan bisa jadi baru menyadari pesan sms yang saya kirim siang itu.
Rangorang panik.
Gak bisa akses YouTube.
Gak bisa nonton gosip.
Gak bisa baca pesan mesra pasangannya.
dan Sayapun sempat kebingungan gak bisa kirim foto dan video hasil pemantauan lapangan ke pimpinan, sampe melakukan restart ponsel dan mengubah akses internet ke jaringan sebelah, hasilnya ya sami mawon. Sama saja.
Cuma gak sampai ikutan panik karena sudah tau info bocoran, dan masih disibukkan tugas pekerjaan sampai malam menjelang. Semua baru bisa terpecahkan pasca memanfaatkan V***** untuk akses internet sementara pengobat rindu. Yang semoga saja gak semua pengguna inet tanah air paham dengan cara ini.
Tapi kali ini saya Setuju dengan pembatasan akses internet oleh pemerintah. Meski jadi ingat quote lama dari Kominfo jadul ‘Internet cepat buat apa ?’ dan menjalani rutinitas berasa di Korut, rasanya Rela banget kalau ini dilakukan demi NKRI.
dan tidak hanya pembatasan saja sebenarnya, termasuk aksi ‘kekerasan’ yang dilakukan jajaran TNI dan polisi pada semua perusuh di Jakarta pun saya Setuju dan Rela itu semua dilakukan. Karena gak ada tuh yang namanya ekspresi menyampaikan pendapat dengan demo sambil teriak bunuh dan melempar batu juga bom molotov, seperti tweet para provokator generasi kampret kemarin malam.
HANTAM SAJA MEREKA…
Meski saya paham itu saudara sebangsa.
Comments
Post a Comment