Pertama kali mengenal lagu-lagu milik Queen, kalau tidak salah ingat, dari barisan koleksi kaset milik kakak yang saat itu sudah menginjak bangku kuliah, sementara saya sendiri masih suka jajanan di sekolahan SD.
Album The Game.
Dan kalau tidak salah ingat juga, ada satu album Live in Rio 1985 yang makin membuat saya menyukai grup musik satu ini, disela banyaknya pilihan lain yang tersimpan rapi dalam rak meja belajar miliknya.
Sementara itu, ketika mengetahui nama sang vokalis rupanya ada juga melepas single di salah satu album kompilasi, membuat saya ingin berburu album lainnya melalui jasa seorang pemilik gerai toko kaset di mall suci plaza jaman itu. Seorang pria keturunan, yang sangat hafal dengan barisan musisi rock era 80’an.
Secara gak sengaja, saya dikirimi video live di WA group, yang ternyata merupakan sebuah trailer dari film bertajuk Bohemian Rhapsody, maha karya Queen pada tahun 2018 lalu, menggelitik ingatan pada sosok Steve Dibiasi (2011) yang berpidato santai tentang sandwich. Dialah sosok sentral pada kisah dokumenter kali ini, lengkap dengan gigi tonggos khas Freddie Mercury, meski secara perawakan masih kurang berisi dibandingkan sosok peran yang dibawakan.
Meski tak mendalam, dimasa lalu saya banyak mengenal kiprah sang vokalis lewat sebuah majalah remaja Hai, dari cerita pendek yang disisipkan sebagai bonus mingguan bersama belasan group rock lainnya, hingga menjadi tajuk utama saat Queen merilis album Innuendo (1991). Saat itu kalau tidak salah ingat peralihan saya dari bangku menengah pertama ke atas.
Membaca kisah sang legenda yang positif terjangkit virus HIV membuatnya harus dipoles sedemikian rupa dalam beberapa video klip pendukung, guna menyamarkan tirusnya pipi dan kurusnya badan.
Bahkan untuk mengenang sahabatnya, sang gitaris merilis sebuah lagu ‘too much love will kill you’ yang kalau tidak salah ‘dinyanyikan ulang’ kembali oleh sang legenda pasca kematiannya.
Bohemian Rhapsody the Movie menjadi kurang greget menurut pandangan saya secara pribadi, demi mengetahui banyak cerita selama saya berada di masa lalu. Apalagi seluruh karya musisi Queen yang dinyanyikan sepanjang cerita, bisa saya dendangkan dengan baik. Cukup mengundang keheranan beberapa kawan, yang saat film ini dirilis menciptakan histeria dan demam sepanjang hari, sementara saya bahkan sudah tak pernah lagi mendengarkannya pada playlist ponsel, padahal menyimpan beberapa album yang saya sebut diatas.
Tapi bagi mereka yang merupakan die hard Queen, saya yakin mampu menjadi pengobat rindu mengingat satu-satunya personil yang tersisa dijaman now hanyalah si jangkung Brian May kalo ndak salah.
Apalagi, penampilan Live Aid cukup mencengangkan banyak kawan saat Rami Malek disandingkan dengan Freddie Mercury, begitu mengena dan mirip satu sama lainnya. Akting dan totalitasnya memang patut diacungi jempol.
Akhir kata, saya masih kangen dengan single sang legenda yang tak disebut-sebut sepanjang kisah Bohemian Rhapsody. Bisa dimaklumi karena film ini bukan tentang solo karir sang vokalis, tapi lantunan ‘love me like there’s no tomorrow nya sampai malam ini, masih terngiang jelas di pikiran.
Comments
Post a Comment