Setinggi-tingginya tupai melompat, akhirnya jatuh jua.
Pepatah yang pas ditujukan bagi diri sendiri saat ini, mengingat setelah setahunan menjalani aksi jalan kaki, pada akhirnya ya sempat bolong jua. Semingguan. Duh.
Penyebabnya sederhana.
Sakit Gigi.
Jadi ceritanya sabtu lalu, nyeri gigi muncul dadakan saat kami sedang berada dalam perjalanan menjemput si sulung ke rumah teman sekolahnya.
Saking tak tertahankan, segala upaya dilakukan demi meredam rasa sakit di sepanjang jalan, dari meminum air mineral dingin hingga memanfaatkan Puyer Bintang Toedjoe. Yang rupanya tidak seampuh biasanya. Maka buyarlah sudah agenda sore itu, beralih ke dokter gigi langganan dan meminta pada istri untuk menggantikan posisi saya sebagai sopir, mengantar keluarga pulang.
Hasilnya, ada bagian tambalan yang pecah dan kerusakannya sudah cukup parah. Saya diminta kembali 3 hari berikutnya sambil dibekali obat pereda nyeri.
Selasa sore selanjutnya, saat pemeriksaan kembali dilakukan, nyeri gigi sudah berangsur hilang, dan berhubung kondisi kesehatan cukup bagus, gigi geraham kiri bawah itupun diberangus.
Namun lantaran akar giginya cukup panjang, dokter pun agak kesulitan menuntaskan semua dalam waktu yang cepat. Sementara bius yang diberikan tampaknya tak mampu meredam rasa sakit selama penanganan, sehingga aksi pencabutan gigi menjadi sangat alot ketimbang biasanya.
Masalah muncul selang dua hari pasca cabut gigi.
Nyeri datang dari dua titik. Yaitu gigi kiri sisi atas, yang dahulu penanganannya menggunakan crown, dan pada posisi pencabutan kemarin. Dokter yang saya mampiri usai pulang kantor, berupaya membersihkan luka pada gusi pasca cabut gigi sambil meresepkan kembali obat pereda nyeri yang sama, meskipun sudah disampaikan, tidak mempan sama sekali meredakan sakit dan nyeri yang dirasakan.
Maka hari Jumat sore pun saya kembali ke praktek tersebut sambil membawa hasil rontgen sesuai permintaan untuk memastikan kondisi gigi-gigi sebenarnya.
Hasilnya, peradangan.
Sayapun diberikan resep obat yang jauh lebih paten agar rasa nyeri yang diderita, bisa diredam agar tak mengganggu aktifitas.
dan bengkak pada gusipun mulai muncul.
Sabtu kemarin adalah kondisi yang paling parah sejauh ini.
Bengkak pada gusi makin membesar, membuat penampakan yang mencolok antara pipi kiri dengan kanan, mengundang pertanyaan banyak orang disekitar.
Selain bengkak, sudut kiri bibir seperti merekat satu sama lain yang menyebabkannya susah untuk membuka mulut. dan disemua permukaan dirasa seperti usai terkena pukulan. Lengkap sudah.
Sudah begitu, meski obat paten telah diminum, rasa sakit dan ngilu masih terjadi bergantian pada area gusi pasca cabut gigi, area gigi atas yang menggunakan crown, dan area gusi kiri paling belakang, yang menurut dokter gigi lain memang akan menjadi efek samping mengingat syaraf gigi berdasarkan hasil rontgen berada dalam satu alur. Hal ini kami dapatkan pasca mencoba untuk mencari second opinion dari beratnya situasi yang dihadapi.
Stamina bisa dikatakan menurun. Mengingat kondisi drop saat tak banyak makan minum yang bisa diasup sepanjang bengkak ini dialami. Disamping obat yang dikonsumsi menyebabkan rasa kantuk menjadikan aksi rebahan lebih banyak dilakoni ketimbang jalan kaki, sebagaimana aktifitas sebelumnya.
Dan macam orang sakaw pada narkoba, absennya olah raga selama semingguan ini, berhubung waktu sore hari pada hari kerja dilewatkan di ruang tunggu praktek dokter gigi, menyebabkan kondisi badan dan pikiran jadi gak karuan.
Menyiksa…
Saat postingan ini diturunkan, bengkak pada pipi sudah mulai agak mengeras. Seperti mengulum permen saja jadinya.
Comments
Post a Comment