Untuk kesekiankalinya saya teringat akan nasehat seorang mantan atasan kantor yang memilih resign dari abdi negara ketika usianya telah melewati batas wajar pensiun dini.
Agar jangan sampai mengorbankan Kesehatan dan Keluarga hanya demi Karir dan Pekerjaan. Meskipun itu saling terkait dan ketergantungan satu sama lain.
Karena ketika kita sakit atau tidak mampu untuk bekerja lagi, maka perusahaan akan langsung mencari pengganti dan melanjutkan hari tanpa kita. Mereka tidak akan menunggu.
Yang ada hanya ucapan Turut Berduka Cita ditambah beberapa amplop dengan jumlah yang seberapa jika disandingkan dengan beban yang kita tinggalkan pada pundak keluarga.
Kepergian staf saya kemarin, jadi pelajaran berharga.
Itu sebabnya saya kembali tersadar akan sakit yang diderita selama ini, dan berharap kesehatan bisa sedikit pulih agar keluarga tak sampai terlantar.
Hanya saja, apa iya bisa mengurangi beban pekerjaan begitu saja dalam fakta lapangannya ?
Saya masih ragu.
Apalagi dengan kinerja dan kepercayaan yang diberikan atasan, sepertinya itu makin sulit dilakukan.
Saat menghindarpun saya yakin tetap akan dicari.
Terkecuali mampu menurunkan idealisme dan pemikiran yang selama ini dijaga. Cuma apa mau ?
Pilihannya ya hanya itu.
Jadi kangen pada Bapak tiga anak itu, yang tak lupa berpesan agar mulai belajar mengingat-ingat batasan pekerjaan dan batasan keluarga, berhubung usia saya masih tergolong muda.
Comments
Post a Comment