Dua minggu terakhir ini sepertinya menjadi momen yang penuh tantangan, dimana saya mencoba untuk bersahabat (lagi) dengan diabetes setelah empat bulan sebelumnya masuk dalam tahapan tak peduli pada kondisi kesehatan.
Enam Kilogram berat badan turun dalam waktu tiga bulan tahun lalu. Cukup drastis mengingat selama hampir setahun lamanya, bertahan stabil di angka 92 Kg. Pasca penunjukan kembali sebagai PPK, semua stress yang dahulu pernah ada, kembali dengan sukses mengubah pola makan.
Puncaknya, awal tahun baru gula darah melonjak hingga 400an mg/dl. Parah.
Selain kembali mengkonsumsi obat, menambah sedikit dosis yang diberikan oleh dokter sebelumnya, hari demi hari pun dilalui dengan penuh kesadaran.
Mengganti jenis makanan dan cemilan yang dikonsumsi, pun mengurangi kuantitas ngopi sachetan pada jam malam. Beralih ke kopi hitam atau teh tanpa gula. Hambar dan pahit.
Namun begitulah konsekuensi yang harus diterima apabila masih ingin melihat anak-anak tumbuh besar, pula sunggingan senyum istri kala bangun dari tidur.
Intinya berupaya menurunkan gula darah dan mengontrolnya agar tetap normal dalam kesehariannya. Tidak ada lagi makan nasi pada siang dan sore hari. Begitu pula daging dan cemilan manis pula lezat. Cukup ketela, singkong atau sayur cantok menjadi teman menu baik di kantor ataupun rumah.
Demikian halnya dengan gerak badan, berolahraga sejenak mengitari alun-alun kota Denpasar saat senggang pagi hari atau sore selepas jam kerja.
Syukurnya per tadi pagi, hasilnya sudah mulai bisa dipetik. Gula darah pagi saat puasa sudah berada dibawah angka 200 mg/dl. Pencapaian luar biasa mengingat harus mulai membiasakan diri menahan lapar atau menikmati segelas teh tawar sementara anak-anak menyeruput choco float dengan riang.
Sudah resiko menjadi orang yang sakit.
Entah sampai kapan ini bisa bertahan…
Comments
Post a Comment