Skip to main content

Kamar 932 Hotel Borobudur Jakarta

Untuk kelas sebuah hotel di DKI Jakarta, Hotel Borobudur kalo boleh saya cari persamaannya mirip dengan Grand Bali Beach yang ada di Sanur Bali.
Fasilitasnya tergolong lengkap. Areanya luas. Sehingga mereka yang menginap bisa memanfaatkan area taman dan jogging track untuk berolahraga atau menikmati waktu luang dengan optimal.

Kami berdua, saya dan sepupu menempati kamar nomor 954 sementara pimpinan diberikan sebuah kamar yang spesial, setidaknya menurut petugas di front office berhubung kamar dengan satu bed sebagaimana yang Beliau minta kebetulan penuh per hari kemarin. Sembari menunggu tamu yang akan check out, Ibu Kadis kami diberikan kamar sementara dan begitu ada kamar kosong, akan dikontak kembali. Done.

Kamar 932 menjadi spesial, dijelaskan karena secara luasan sedikit lebih besar ketimbang lainnya, dengan fasilitas shower dan bathub yang juga berbeda jenis dengan kamar lainnya. Posisi ada di tengah bangunan di depan lorong kaca menuju lift.
dan Kamar itu memang benar-benar “spesial”.
Setidaknya menurut putrinya Ibu yang selama ini tinggal di Jakarta, malam itu diajak menginap bareng untuk menemani aktifitas Beliau diluar agenda kerja.

Menjadi “Spesial” karena rupanya kamar 932 tersebut ada ‘penunggunya’. Ya. Serius.
A D A P E N U N G G U N Y A.

Edan bener.

Yang melihat ya putrinya Ibu.
Yang kelihatannya ketularan kemampuan melihat dari suaminya. Hiy…

Jadi pas tengah malam, yang bersangkutan terbangun gegara merasa gak enak feeling. Langsung ketakutan melihat sosok wanita berbaju putih duduk di kursi meja tulis pojokan ruangan. Setelah itu melayang dan nemplok di plafond kamar.
Praktis dia gak bisa tidur lagi dan pindah tempat ke bed satunya dimana si Ibu berada.
Dikira kangen ya si Ibu lanjut tidur sambil meluk putrinya.
Baru cerita pas pagi hari, dan ngotot minta Check Out hari itu juga.
Kebetulan deh… hehehe…
Tapi sebenernya si Ibu sempat juga merasakan hal yang sama di sore hari sebelumnya. Saat memilih untuk beristirahat tanpa AC, ruangan malah terasa jauh lebih dingin. Agak kebingungan, namun pikiran masih bisa positif dan mengabaikannya. Baru ngeh setelah denger cerita si anak. Hiy…

Tapi ya ngomong-ngomong soal ‘penunggu’ ya setahu saya rata-rata hotel besar pasti punya cerita yang sama. Katakanlah Grand Bali Beach tadi.
Ada satu kamar yang memang tidak dijual atau ditawarkan kepada tamu lantaran memang khusus diperuntukkan bagi Ratu Kanjeng Roro Kidul. Pernah baca di Intisari. Begitu juga Pelabuhan Ratu di Jogja.
Wajar sih ya.
Dan penunggu ini bisa jadi datangnya dari ‘tumbal’ tak sengaja yang mati saat pembangunan gedung atau memang ada dari sononya.

Jadi ingat cerita memetwitnya Winar. Hehehe…

Comments

Postingan Lain

Jodoh di Urutan ke-3 Tanda Pesawat IG

Kata Orangtua Jaman Now, Jodoh kita itu adanya di urutan ke-3 tanda pesawat akun IG.  Masalahnya adalah, yang berada di urutan ke-3 itu bapak-bapak ganteng brewokan berambut gondrong.  Lalu saya harus gimana ?  #jodohurutanketigadipesawat  Mestinya kan di urutan SATU ?

Mewujudkan Agenda Cuti Bersama Lebaran

Tampaknya di Hari terakhir Cuti Bersama Lebaran, sebagian besar rencana yang ingin dilakukan sejak awal liburan sudah bisa terwujud, meski masih ada beberapa agenda lainnya yang belum bisa dijalani.  Satu hal yang patut disyukuri, setidaknya waktu luang jadi bisa dimanfaatkan dengan baik untuk menyelesaikan beberapa pekerjaan tertunda beberapa waktu lalu.  1. Migrasi Blog Aksi pulang kampung ke laman BlogSpot tampaknya sudah bisa dilakukan meski dengan banyak catatan minus didalamnya. Namun setidaknya, harapan untuk tidak lagi merepotkan banyak orang, kedepannya bisa dicapai. Sekarang tinggal diUpdate dengan postingan tulisan tentang banyak hal saja.  2. Upload Data Simpeg Melakukan pengiriman berkas pegawai ke sistem online milik BKD rasanya sudah berulang kali dilakukan sejauh ini. Termasuk Simpeg Badung kali ini, yang infonya dilakukan pengulangan pengiriman berkas dengan menyamakan nomenklatur penamaan file. Gak repot sih sebenarnya. Tapi lumayan banyak yang harus dil...

Menantu Mertua dan Calon Mertua

Menonton kembali film lama Meet the Parents (2000) yang dibintangi oleh Ben Stiler dan Robert De Niro, mengingatkan saya betapa terjalnya perjalanan seorang calon menantu untuk mendapatkan kepercayaan sang calon mertua, atas putri kesayangan mereka yang kelak akan diambil menjadi seorang istri dan pendamping hidup. Meski ‘kekejaman’ yang ditunjukkan oleh sang calon mertua dalam film tersebut *sosok bapak* jauh lebih parah dari yang saya alami, namun kelihatannya cepat atau lambat, akan saya lakoni pula nantinya. Memiliki tiga putri yang salah satunya sudah masuk usia remaja, adalah saat-saat dimana kami khususnya saya sudah sewajarnya masuk dalam tahapan belajar menjadi seorang kawan bagi putri sulung saya satu ini. Mengingat ia kini sudah banyak bertanya perihal masa lalu yang saya miliki, baik soal pendidikan atau sekolah, pergaulan dan hobi. Memang sih untuk urusan pacar, ia masih menolak berbicara lebih jauh karena berusaha tak memikirkannya, namun sebagai seorang Bapak,...

Pengetahuan kecil tentang soroh PANDE

Sekali-sekali saya selaku penulis seluruh isi blog ini pengen juga ber-Narzis-ria, satu hal yang jarang saya lakukan belakangan ini, sejak dikritik oleh seorang rekan kantor yang kini jadi malas berkunjung lantaran Narzis tadi itu.  Tentu saja postingan ini bakalan berlanjut ke posting berikutnya yang isinya jauh lebih Narzis. Mohon untuk dimaklumi. *** PANDE merupakan salah satu dari empat soroh yang terangkum dalam Catur Lawa (empat daun teratai) Pasek, Pande, Penyarikan dan Dukuh- yang memiliki keahlian dalam urusan Teknologi dan Persenjataan. Ini bisa dilihat eksistensi pura masing-masing di Besakih, yang memiliki tugas dan fungsi yang berbeda-beda dalam berbagai kegiatan Ritual dan Spiritual. Dimana Pura Pasek menyediakan dan menata berbagai keperluan upakara, Pura Pande menata segala peralatannya. Pura Penyarikan menata segala kebutuhan tata usaha administrasi agar segala sesuatu berjalan dengan teratur. Sedangkan Pura Dukuh Sakti sebagai penata berbagai keperluan sandang pan...

Warna Cerah untuk Hidup yang Lebih Indah

Seingat saya dari era remaja kenal baju kaos sampai nganten, isi lemari sekitar 90an persen dipenuhi warna hitam. Apalagi pas jadi Anak Teknik, baju selem sudah jadi keharusan.  Tapi begitu beranjak dewasa -katanya sih masa pra lansia, sudah mulai membuka diri pada warna-warna cerah pada baju atasan, baik model kaos oblong, model berkerah atau kemeja.  Warna paling parah yang dimiliki sejauh ini, antara Peach -mirip pink tapi ada campuran oranye, atau kuning. Warna yang dulu gak bakalan pernah masuk ke lemari baju. Sementara warna merah, lebih banyak digunakan saat mengenal ke-Pandean, nyaruang antara warna parpol atau merahnya Kabupaten Badung.  Selain itu masih ada warna hijau tosca yang belakangan lagi ngetrend, merah marun atau biru navy. Semua warna dicobain, mengingat hidup rasanya terlalu sederhana untuk dipakein baju hitaaaaam melulu.  Harapannya bisa memberikan warna pada hidup yang jauh lebih cerah, secerah senyum istri pas lagi selfie.