‘Masih belum dipanggil Pak ?’
Tanya saya pada beberapa orang yang tampak sudah mulai kelelahan berdiri mengantri di balkon lantai 2 gedung selatan Poltabes Denpasar.
Sudah lebih dua jam kami bersesaksesak tanpa tempat duduk. Sementara angin yang datang dari arah selatan lumayan membuat saya sedikit tak nyaman, serasa masuk angin. Alamat buruk, bathin saya.
Ini kali kedua saya antre di sisi selatan. Setelah salah seorang petugas menegur gadis muda yang dianggap salah tempat menunggu lantaran yang bersangkutan mengajukan Permohonan SIM Baru lewat jalur Online. Harusnya yang bersangkutan menunggu di pintu Utara, dimana sinar matahari jauh lebih terik terasa namun tanpa angin. Sedikit lebih nyaman menurutku, meski harus berdiri berpanas-panas. Namun belum lama kami berdiri di sini, seorang petugas wanita tampak mengusir dan membubarkan antrean depan, dan mengatakan bahwa tempat (bukan ruang ya) menunggu baik bagi yang mengajukan SIM melalui jalur manual dan online adalah sama, yaitu di sisi selatan gedung. Sedang di Utara adalah pintu keluarnya. Ealah… ini salah siapa sebenarnya ?
Nama istri terdengar sudah dipanggil dengan keras oleh petugas di pintu Utara. Sesaat setelah itu saya mendengar istri marah marah pada petugas, karena ia dibentak tidak menyahut saat dipanggil.
Oalah… bagaimana bisa terdengar jika kami antrenya di sisi selatan. Bukankah tadi perintahnya begitu ?
Aneh banget nih petugasnya, keluh beberapa kawan senasib disebelah saya.
Sementara nama saya belum dipanggil, iseng menerobos masuk ruangan, dan menemukan berkas diletakkan terpisah. Info dari petugas bahwa tadi nama saya sudah dipanggil berkali kali sambil membentak bahwa Pengajuan SIM Online harusnya standby di pintu sisi Utara gedung.
Ampun dah… ini infonya gak akurat banget antar petugas.
Tapi ya saya maklum, kenapa sampe gak terdengar, karena petugas memanggil calon peserta ujian pengajuan SIM dengan fasilitas seadanya. Alias suara sendiri. Tanpa Microphone atau pengeras suara lainnya. Wajar aja mereka membentak-bentak, karena selain suara yang sudah dikeraskan, ada banyak orang yang ngeyel minta didahulukan.
Kemungkinan yang saya pikirkan saat itu adalah, mereka ini tergolong yang memanfaatkan jasa Calo.
Calo.
Ya… Calo.
Jargonnya memang Proses Tanpa Calo. Tapi Calo ada bisa jadi karena kita yang membutuhkan untuk memotong jalur jalur rumit macam antrean penuh sesak mirip pembagian amplop saat hari raya di tipi, bisa juga menghilangkan proses panjang yang dipersyaratkan didalamnya. Harapannya tinggal Foto SIM, lalu jadi.
Akan tetapi meskipun kali ini pemanfaatan Calo masih ada, namun proses untuk melewati Ujian Tulis/Teori tampaknya memang harus tetap dilakoni. Jaminannya tentu ya Pasti Lulus.
Kenapa bisa ?
Karena proses pengajuan yang saya tanyakan satu persatu secara sampling disela menunggu, ternyata berbeda beda. Misalkan untuk yang sama-sama melalui jalur Online, yang menggunakan jasa Calo, ternyata sudah membayar duluan didepan, ke bank, sedang saya dan satu dua lainnya yang mencoba tanpa Calo, malah belum diminta membayar. Kelihatannya secara prosedur, pembayaran baru dilakukan saat SIM baru sudah dikeluarkan.
Menyimak banyaknya perbedaan proses menjalani prosedur yang dilakukan, saya menarik kesimpulan sementara bahwa belum semua petugas, calo ataupun masyarakat paham dengan tata cara permohonan SIM. Beda jauh dengan pengalaman saya tahun 2009 lalu yang ndak sampe sejam mengurus SIM perpanjangan di Poltabes. Secara saat itu, lewat dari masa berlaku masih bisa diperpanjang.
Setelah memohon maaf pada petugas karena saya teledor saat antre tanpa mampu mendengar panggilan petugas (ya kanggoang ngesor dulu karena berkepentingan), ujian Teori pun saya coba lakoni dengan tabah mental lahir dan bathin. Hehehe…
Mau tau soal ujiannya seperti apa ?
Simak di tulisan berikutnya ya.
Eh iya, karena topiknya sudah mengerucut pada proses Pengajuan SIM Baru, karena mutlak melewati Ujian Teori, harusnya judul postingan inipun diubah ke
Mengurus Pengajuan SIM Baru ? Mending pake Calo atau Siap Mental Lahir Bathin
Tapi berhubung tulisan ini masih merupakan lanjutan sebelumnya, maka ya tetep aja saya gunakan judul lama dengan penambahan tagar (#) 2.
Ndak apa apa kan ya ?
Comments
Post a Comment