Skip to main content

Berusaha Menumbuhkan Semangat dari The Martians. Tapi Apa Mungkin ?

Terjebak dalam situasi yang memiliki kemungkinan besar akan ancaman pada diri kita memberikan dua pilihan sederhana, menyerah atau bertahan. Menyerah bisa diartikan sebagi pasrah dan tak berbuat apa-apa sembari menunggu semuanya berakhir sedang Bertahan bisa diartikan sebagai terus berusaha memecahkan setiap masalah yang dihadapi baik itu badai angin yang kelak menumbangkan segala macam benda disekitarnya atau jurang terjal yang menghadang tanpa batas.

Kurang lebih begitu makna dari sebuah filem The Martian (2015) yang dibintangi Matt Damon dalam upaya bertahan sendirian di Planet Mars. Meski sesungguhnya ya bukan di Planet Mars, dan tidak sendirian. Minimal ada banyak cast, produser dan kameramen lainnya. Akan tetapi secara alur cerita ya demikian adanya.

Jika Mark Watney sebagaimana diceritakan dalam filem tersebut berhadapan dengan angkasa luar yang bisa jadi tidak dapat diprediksi, lha saya sendiri kini sedang berhadapan dengan hukum. Yang ancamannya bukan nyawa jika dilihat jangka pendek, meski jangka panjangnya jika sampai mendekam di penjara atau diperas oknum aparat ya bisa jadi berujung pada kehilangan pekerjaan dan kematian. Ah, whatever lah.

Akan tetapi tantangan atau malah bisa jadi rintangan semacam ini memang wajar sih katanya untuk seorang pejabat, apalagi kalo yang namanya idealisme masih berusaha ditegakkan. Lurus dan jujur, rasanya sebentar lagi bakalan mulai pupus diterpa topan yang berusaha meluluhlantakkan semua energi positif yang digelorakan sejak awal menjabat. Jika tak mampu menikmatinya maka siap-siap saja pensiun dini seperti halnya satu senior saya tempo hari.

Menjadi pejabat itu hanya indah di luar. Begitu bathin saya berkata di satu malam saat kegalauan ini hadir. Pejabat hanya dielu-elukan dan dipuji saat yang bersangkutan tampil di hadapan publik dan bersikap seakan pahlawan superhero dengan segala upayanya memberi pertolongan sekalipun tak diharapkan. Usai itu semua pejabat akan dihadapkan pada tugas, kewajiban dan beban. Termasuk upaya memenuhi harapan sekian banyak pihak yang berharap mendapatkan bagian dari rejeki atau uang setan yang selama ini diyakini ada dari belasan proyek pemerintah yang menggunakan uang rakyat. Dengan dalih Hari Raya, atau Tahun Baru seperti hari ini. Jika didiamkan, akan banyak upaya lanjutan yang dilancarkan pihak-pihak tersebut sebagai pengingat si pejabat termasuk pemeriksaan-pemeriksaan formal yang sebetulnya memiliki ujung yang sama. Sedangkan jika dipenuhi, mau diambilkan dana darimana ? coba tebak ?

Sudah menjadi rahasia Umum, kata staf kami. Demikianlah resiko pejabat pak. Dimanapun ia ditempatkan.

Maka akan sangat wajar apabila sebulan terakhir, saya yang didaulat menjadi seorang pejabat sejak tahun 2013 lalu mulai merasakan hidup yang hampa lantaran semua idealisme, lurusnya pikiran dan perbuatan yang jujur dengan terpaksa harus dibuang ke tong sampah. Karena merasa sudah menjadi bagian dari bobroknya sistem pemerintah yang selama ini rajin meneriakkan ‘Tolak pada Korupsi’, namun ternyata lingkungannya sendiri yang mengajarkan dan memaksanya untuk berbuat seperti itu.

Sebetulnya gampang saja menolak untuk berkompromi sebagaimana yang dilakukan dua tahun lalu, semenjak menjabat. Akan tetapi sebagaimana tweet akun twitter @kurawa, upaya untuk mendapatkan apa yang diinginkan oleh pihak-pihak tertentu akan terus berlanjut ke tingkat yang lebih tinggi, minimal untuk memberi tekanan dan paksaan. Apalagi jika jabatan itu didapat tanpa ada maksud dan tujuan tertentu. Nothing to Lose, kata orang. Tapi tetap saja itu akan membebani saat jabatan masih dipegang. Tidak hanya waktu yang dibuang percuma, tapi juga tenaga dan pikiran. Bagi yang memilih untuk kokoh pada pendirian, maka bersiap-siap saja menghabiskan semua itu dalam satu kurun waktu yang lama, dan diundur-undur.

Damn !!! Sialan memang !!! tapi inilah kenyataannya.

Dulu akun Facebook sudah menjadi korban kegalauan karena hobi memaki-maki di sosial media saat tertekan begini. Kini masih berpikir untuk menghapus satu lagi akun. Rasanya jauh lebih nikmat untuk menarik diri dari keramaian dan menikmati waktu dalam kesendirian.

Berkaca pada The Martian logikanya sih saya harus mampu bertahan, memecahkan satu demi satu masalah yang ada. Namun sayangnya, masalah yang saya hadapi bukanlah persoalan benda, teknologi atau tanaman. Ini manusia. Manusia yang dipenuhi hasrat rakus untuk memakan sesamanya, demi keinginan-keinginan yang mereka yakini ada. Padahal jaman dan rezim sudah berbeda.

Ingin meneriakkan keras di telinga mereka. URUS IBAN CI GEN MALU MU !!!

Comments

Postingan Lain

Jodoh di Urutan ke-3 Tanda Pesawat IG

Kata Orangtua Jaman Now, Jodoh kita itu adanya di urutan ke-3 tanda pesawat akun IG.  Masalahnya adalah, yang berada di urutan ke-3 itu bapak-bapak ganteng brewokan berambut gondrong.  Lalu saya harus gimana ?  #jodohurutanketigadipesawat  Mestinya kan di urutan SATU ?

Mewujudkan Agenda Cuti Bersama Lebaran

Tampaknya di Hari terakhir Cuti Bersama Lebaran, sebagian besar rencana yang ingin dilakukan sejak awal liburan sudah bisa terwujud, meski masih ada beberapa agenda lainnya yang belum bisa dijalani.  Satu hal yang patut disyukuri, setidaknya waktu luang jadi bisa dimanfaatkan dengan baik untuk menyelesaikan beberapa pekerjaan tertunda beberapa waktu lalu.  1. Migrasi Blog Aksi pulang kampung ke laman BlogSpot tampaknya sudah bisa dilakukan meski dengan banyak catatan minus didalamnya. Namun setidaknya, harapan untuk tidak lagi merepotkan banyak orang, kedepannya bisa dicapai. Sekarang tinggal diUpdate dengan postingan tulisan tentang banyak hal saja.  2. Upload Data Simpeg Melakukan pengiriman berkas pegawai ke sistem online milik BKD rasanya sudah berulang kali dilakukan sejauh ini. Termasuk Simpeg Badung kali ini, yang infonya dilakukan pengulangan pengiriman berkas dengan menyamakan nomenklatur penamaan file. Gak repot sih sebenarnya. Tapi lumayan banyak yang harus dil...

Menantu Mertua dan Calon Mertua

Menonton kembali film lama Meet the Parents (2000) yang dibintangi oleh Ben Stiler dan Robert De Niro, mengingatkan saya betapa terjalnya perjalanan seorang calon menantu untuk mendapatkan kepercayaan sang calon mertua, atas putri kesayangan mereka yang kelak akan diambil menjadi seorang istri dan pendamping hidup. Meski ‘kekejaman’ yang ditunjukkan oleh sang calon mertua dalam film tersebut *sosok bapak* jauh lebih parah dari yang saya alami, namun kelihatannya cepat atau lambat, akan saya lakoni pula nantinya. Memiliki tiga putri yang salah satunya sudah masuk usia remaja, adalah saat-saat dimana kami khususnya saya sudah sewajarnya masuk dalam tahapan belajar menjadi seorang kawan bagi putri sulung saya satu ini. Mengingat ia kini sudah banyak bertanya perihal masa lalu yang saya miliki, baik soal pendidikan atau sekolah, pergaulan dan hobi. Memang sih untuk urusan pacar, ia masih menolak berbicara lebih jauh karena berusaha tak memikirkannya, namun sebagai seorang Bapak,...

Pengetahuan kecil tentang soroh PANDE

Sekali-sekali saya selaku penulis seluruh isi blog ini pengen juga ber-Narzis-ria, satu hal yang jarang saya lakukan belakangan ini, sejak dikritik oleh seorang rekan kantor yang kini jadi malas berkunjung lantaran Narzis tadi itu.  Tentu saja postingan ini bakalan berlanjut ke posting berikutnya yang isinya jauh lebih Narzis. Mohon untuk dimaklumi. *** PANDE merupakan salah satu dari empat soroh yang terangkum dalam Catur Lawa (empat daun teratai) Pasek, Pande, Penyarikan dan Dukuh- yang memiliki keahlian dalam urusan Teknologi dan Persenjataan. Ini bisa dilihat eksistensi pura masing-masing di Besakih, yang memiliki tugas dan fungsi yang berbeda-beda dalam berbagai kegiatan Ritual dan Spiritual. Dimana Pura Pasek menyediakan dan menata berbagai keperluan upakara, Pura Pande menata segala peralatannya. Pura Penyarikan menata segala kebutuhan tata usaha administrasi agar segala sesuatu berjalan dengan teratur. Sedangkan Pura Dukuh Sakti sebagai penata berbagai keperluan sandang pan...

Warna Cerah untuk Hidup yang Lebih Indah

Seingat saya dari era remaja kenal baju kaos sampai nganten, isi lemari sekitar 90an persen dipenuhi warna hitam. Apalagi pas jadi Anak Teknik, baju selem sudah jadi keharusan.  Tapi begitu beranjak dewasa -katanya sih masa pra lansia, sudah mulai membuka diri pada warna-warna cerah pada baju atasan, baik model kaos oblong, model berkerah atau kemeja.  Warna paling parah yang dimiliki sejauh ini, antara Peach -mirip pink tapi ada campuran oranye, atau kuning. Warna yang dulu gak bakalan pernah masuk ke lemari baju. Sementara warna merah, lebih banyak digunakan saat mengenal ke-Pandean, nyaruang antara warna parpol atau merahnya Kabupaten Badung.  Selain itu masih ada warna hijau tosca yang belakangan lagi ngetrend, merah marun atau biru navy. Semua warna dicobain, mengingat hidup rasanya terlalu sederhana untuk dipakein baju hitaaaaam melulu.  Harapannya bisa memberikan warna pada hidup yang jauh lebih cerah, secerah senyum istri pas lagi selfie.