Membuka cerita melalui akun FaceBook adalah keharusan. Itu Dulu…
Sekarang, meski sempat agak kebingungan akan kosongnya waktu saat pagi maupun malam hari, pelan tapi pasti semua rutinitas itu sedikit demi sedikit berubah. Tidak ada lagi beban pikiran yang membuat keraguan dan kegalauan hadir setiap saatnya.
Update Status atau sekedar berkomentar nyaris bisa dilakukan tanpa pemikiran terlebih dahulu. Telaah, screening dan semacamnya. Sehingga tak heran jika cukup banyak pengguna akun FaceBook yang kemudian tersandung kasus akibat status maupun komentarnya di halaman jejaring sosial ternama itu.
Kemudahan aktifitas tersebut lambat laun menjadikan penggunanya makin bebas berekspresi tanpa menyadari akan bahaya efek yang diakibatkan meskipun tidak semua. Apalagi kalau lingkungan tak mendukung harapan dan keinginan, maka makian atau kalimat halus pun terlontar begitu saja, spontan.
Menjadi bagian dari sistem yang bermasalah, sesungguhnya bukanlah satu tujuan pada awalnya. Demikian halnya jabatan. Semua datang tanpa diketahui, serba mendadak. Sehingga ketika semua uneg uneg yang dirasa menjadikannya sebagai beban, ditambah mudahnya semua terpublikasi sebagai ekspresi, maka tak heran jika kemudian banyak orang yang tersulut akibat tumpahnya ekspresi instant yang tertuang dalam kolom kosong mengundang akun halaman FaceBook.
Inilah yang kerap mengkhawatirkan diri mengingat secara pribadi, saya adalah sosok yang ceroboh, sembrono dan mudah tersinggung serta marah. Silahkan lihat postingan awal yang pernah saya bagikan baik di akun twitter maupun blog, berhubung akun FaceBook sudah resmi dihapus. Diantara luapan emosi itu, cukup banyak pula yang merasa tersindir bahkan bertentangan dengan nurani masing masing. Maka langkah paling aman untuk meminimalkan salah langkah tersebut adalah menghapusnya.
Tidak semua orang atau kawan yang ada dalam daftar pertemanan mampu memahami isi luapan emosi yang sesungguhnya sudah tertuju pada hidung orang orang tertentu, namun ‘menyindir satu, lima kawan lainnya merasa…’ itu sudah biasa di akun FaceBook.
Belum lagi soal silang pendapat atas berbagai cerita yang dibagi dengan kandungan maksud tertentu. Hampir selalu dikaitkan atau dicari cari kaitannya dengan kisah lalu. Yang macam begini biasanya golongan yang susah Move On. Susah memang…
Kawan di akun FaceBook bisa menjadi Lawan di dunia nyata. Ada yang begitu ? Di akun FaceBook semua serba tersembunyi, dihalangi oleh image yang mati-matian dibangun demi sebuah citra diri, tak seperti dunia nyata yang kadang begitu jelas gambarannya. Sehingga hal semacam ini makin mempersempit ruang gerak kita di dunia maya, meskipun tidak berteman sekalipun. Karena pengaturan dari pihak FaceBook memungkinkan untuk itu. Tak pelak, untuk berkomentar maupun posting hal sensitif jadi tak seasyik dulu lagi.
Ada rasa yang aneh ketika berhadapan dengan lawan bicara yang tampak asyik membuka akun FaceBooknya padahal kami sedang duduk di satu meja. Aneh karena diabaikan atau aneh karena gak lagi terlibat didalamnya.
Comments
Post a Comment