Nyaris tak ada hal khusus yang bisa dilakukan pada hari Sabtu, 21 Maret 2015 yang dirayakan oleh seluruh umat Hindu di Bali sebagai Tahun Baru Caka 1937. Jauh berbeda dengan kesibukan yang berkesinambungan sebelumnya.
Tadinya sih berencana meminta surat ijin jalan di Nyepi kali ini untuk meluncur ke Rumah Sakit Sanglah, tempat dimana putri kami Gek Mutiara dirawat dan ditunggui Ibunya, tapi batal mengingat tiadanya fasilitas tidur dan beristirahat disana bagi penunggu selain Ibunya. Maka sehari sebelumnya, kami membawa semua pesanan dan bekal bagi sang Ibu, demi melewati kesepian hari ini.
Dua disana, Dua lagi disini.
Maka untuk menghandel dua cantik nakal yang kami miliki ini, sedari kamis sore hingga jumat siang kemarin, keduanya diajak keliling kota Denpasar untuk menghibur hati yang sunyi tanpa kehadiran sang Ibu serta membebaskannya dari jam malam untuk menonton pawai ogoh-ogoh yang lewat di depan rumah. Yang sayangnya, sebagian besar yang kami tonton, sudah jarang menggunakan iringan gambelan Baleganjur saat mengarak sang Bhuta Kala, berganti dengan House Musik atau Dangdut Koplo. Membuat barisan ogoh-ogoh jadi kehilangan makna dan wibawanya.
Mengecewakan…
Belum lagi rute beberapa banjar tampaknya berbalik langkah mengingat di Desa Tonja tampaknya ada perhelatan lomba ogoh-ogoh sehingga barisan usai jauh lebih awal dari tahun sebelumnya.
Selain minim gambelan, rata-rata perawakan sang Bhuta masih dibuat dari bahan yang katanya tidak ramah lingkungan, jadi masih bisa dibuat indah dan detail. Berbeda dengan sosok yang dibuat dari anyaman bambu dan tempelan kertas koran. Lekuk tubuhnya sedikit lebih kasar dan sukar dibentuk mendetail, dan juga secara aksi jadi jauh dari fenomenal mengingat berat ogoh-ogoh sulit diprediksi. Tapi sudahlah, yang penting Sekaa Teruna di banjar kami sudah mencoba melakukannya sesuai Edaran meski tak ikut dalam lomba, yang hasilnya tak kalah keren dari yang lainnya. Akan tetapi, tumben juga kalo tahun ini saya gak lagi menurunkan liputan foto ogoh-ogoh di seputaran Kota Denpasar. Selain kesibukan kerja, terkendala pada rutinitas ke RS Sanglah dan galaunya suasana hati. Maaf ya…
Pagi tadi usai mandi, maturan, sembahyang dan melayani si kecil Intan, saya hanya mencoba membersihkan kamar tidur dari debu diatas almari pakaian dan juga barang barang yang ada disekeliling. Hasilnya, jadi lumayan bersih dan rapi ketimbang semalam. Selain itu, menitip beberapa baju dan celana kotor pada mesin cuci untuk melapangkan bau ruangan, juga dilakukan sambil membuang waktu percuma dengan menengok beberapa games mobile di ponsel dan tablet Android. Siang ini malah bingung juga mau ngapain lagi.
Ini kali pertama saya melewatkan Nyepi tanpa kehadiran istri di rumah. Jadi kesepian juga ceritanya.
Komunikasi hanya bisa dilakukan sesekali karena ia harus merawat adik Mutiara mengingat kehadiran perawat amat sangat terbatas di sal Cempaka dua hari ini. Meski begitu, semuanya dipaksakan tertumpah dalam messenger. Jadi ya… gak ikutan Amati Internet nih ceritanya.
Dan bentar lagi, adik bakalan mendekati usia 42 hari. Semoga saja ia bisa pulang sebelum itu. Sudah hampir tiga minggu saya tak bisa lagi mengelus dan menciumnya.
Kangen…
Comments
Post a Comment