Ada masanya dahulu ketika bangun pagi rasanya malas untuk mandi karena air bak yang terlalu dingin mengelus badan. Ada juga masanya dahulu ketika duduk di bibir toilet lebih memilih cepat-cepat beranjak karena dinginnya keramik serasa menusuk tulang. Tapi kini, semua tak lagi bisa dirasa.
Panasnya cuaca yang menghinggapi kota kami setahun terakhir cukup membuat gerah semua orang, khususnya yang tidak memiliki ac pendingin di ruang kamar mereka. Hal ini pun akhirnya mengubah doktrin yang telah kami percayai sejak kecil bahwa Hujan akan datang pada bulan yang namanya berakhiran -ber.
Entah apa yang menyebabkannya begitu. Ada yang mengatakan bahwa ini adalah efek dari rumah kaca, atau gedung gedung tinggi memantulkan panas ke lingkungan mereka. Ada pula yang mengatakan bahwa ini adalah efek datangnya angin dari sisi benua yang kering. Bahkan ada juga yang menyalahkan penggunaan lampu sorot atau yang sering disangka sinar laser, sebagai pemecah awan dan menjauhkan hujan.
Apapun itu, yang pasti tanah kami tak lagi dilaburi air hujan. Karena mereka hanya datang dalam hitungan menit, dan memaksa kami mengeluhkannya kembalu lewat doa, caci maki ataupun sosial media.
Akibatnya air mandi kami tak lagi dingin. Sekalipun diguyurnya pada malam hari. Air mandi yang asalnya dari distribusi perusahaan air minum, kini lebih mirip air payau yang berasa sedikit kental dari air yang biasanya kami kenal. Sejuknya ruang mandi yang dahulu ada, kini sudah berubah menjadi Sauna, yang siap mengucurkan keringat meskipun hanya untuk duduk membaca koran di pinggiran kloset.
Entah apakah kelak kekhawatiran kami akan kisah masa depan dimana krisis air akibat suhu bumi meningkat akan benar-benar terjadi…
Comments
Post a Comment