Ketika vonis itu datang, sejuta makian seakan mengutuk diriku sendiri terhadap kebodohanku dalam berpikir, berkata dan bersikap selama tiga bulan terakhir ini. Semua kacau akibat ulahku…
Untuk sesaat aku hanya bisa terdiam mendengar amarah yang keluar dari hati seorang pimpinan yang selama ini aku hormati dan segani, berlanjut pada penyesalan panjang tanpa mampu memejamkan mata lagi…
Kenapa harus aku ?
…..
namun kapan lagi ?
Ya, kapan lagi ?
Mengingat kata-kata terakhir sebelum Beliau memaklumiku, sejenak aku mengamininya… kapan lagi…
Kapan lagi aku bisa mengalami kesulitan besar seperti ini ? Terasa fatal lantaran banyak orang yang terusik hanya gara-gara pergantian yang kualami, tanpa rencana.
Kapan lagi kesempatan itu hadir untuk memberikanku pukulan dan hantaman yang bahkan membuatku diam tak berkata-kata.
Karena memang tak mudah menghadapi dan menyelesaikan semua kenyataan pahit dalam waktu singkat…
Aku pasrahkan saja semuanya, dan memang itulah hal yang kerap aku lakukan selama ini. Terpenting, aku sudah berusaha memahami semampuku. Jikapun salah, aku tak segan untuk mengakuinya. Bahkan pada siapapun yang hadir dihadapanku.
Kini aku hanya bisa berharap, apa yang sudah lewat bisa kuperbaiki perlahan seiring berjalannya waktu, meski tak mampu sempurna seperti dahulu…
(ruang Permukiman, Dinas Cipta Karya, 30 Juli 2013)
Comments
Post a Comment