Media tampaknya masih ramai dengan pemberitaan seorang pejabat teras Babel (pejabat yang biasanya suka duduk duduk di teras *uhuk), atas perlakuannya yang kasar terhadap seorang pramugari pasca diingatkan untuk tidak beraktifitas dengan ponsel sebelum pesawat tinggal landas. Hal ini berkaitan dengan peraturan dalam dunia penerbangan yang biasanya sih bakalan disampaikan sesaat sebelum pesawat berjalan di landasan. Yang entah diperhatikan atau tidak oleh sebagian besar penumpang…
Saya katakan demikian, karena jujur saja, secara pribadi saya menganggap bahwa memang sebagian besar penumpang pesawat di Indonesia itu masuk dalam kategori Bebal, Bego atau apalah itu namanya, ketika kedapatan masih beraktifitas dengan ponsel di pesawat terbang. Oke, ini beberapa pengalaman yang saya dapatkan selama berada di dalam pesawat.
Seorang Ibu yang sebetulnya saya kenal, tampak masih asyik namun dalam kondisi sembunyi-sembunyi, menekan tuts-tuts tombol BlackBerry-nya, padahal sudah sejak awal saya peringatkan untuk menonaktifkan ponsel mengingat pesawat akan lepas dari bumi. Namun tanggapannya biasa saja ‘toh gag terjadi apa-apa…’ ungkapnya sambil meneruskan aksi BBMan dengan seseorang di ujung sana. *mangkel jelas… dan itu terjadi berkali-kali dan gag ngaruh juga. *ini Ibu sepertinya ngajak-ngajak untuk potensi terjadinya kecelakaan di udara nih…
Kasus lain lagi, beberapa penumpang di sekitaran saya masih tampak asyik berbicara dengan lawan bicaranya yang bernada sayang-sayangan, meski pesawat sudah mulai berjalan, dan sudah pula ditegur oleh pramugari. Jawabannya sederhana, ‘saya hanya pamitan dengan pacar, kalo entar terjadi apa-apa paling gag dia tau musti nyari kemana…’ *ealah, apa pamitannya gag bisa dilakukan tadi, sepanjang alur jalan kaki menuju pesawat ?
Serius, setelah mengalami sekian kali penerbangan, akhirnya memang terbentuk satu perilaku terkait aktifitas dengan perangkat ponsel atau tablet, pra maupun pasca penerbangan, yang sebetulnya kemudian dianggap paling aman dan efisien. Minimal tidak ikut berperan dalam usaha untuk mencelakakan diri sendiri dan orang lain.
Masuk kasus lain lagi.
Sesaat setelah pesawat menapakkan kuku besinya di landasan, beberapa nada awal pembuka ponsel langsung nyaring terdengar, padahal voice yang terdengar tetap meminta agar para penumpang tidak menyalakan perangkat telepon genggam sebelum pesawat benar-benar berhenti atau tiba di ruang penjemputan. Sounds familiar ? De Ja Vu ? Tentu… bahkan untuk kelas penumpang di pesawat Garuda Indonesia sekalipun. miris ? Jelas…
Oke, barangkali memang gag ada kaitannya jika setelah pesawat mendarat, toh sudah gag masalah lagi kalo sinyal diganggu dikit atas alasan ‘ingin berkabar… gag sabar melanjutkan BBMan… or else…’ tapi bukankah lebih aman jika semua dilakukan dengan menuruti aturannya ? Meski yang namanya aturan memang dibuat untuk dilanggar…
Jika sudah begini, saya biasanya cuma bisa ngedumel dalam hati, what the Fuck deh… Lagu Lama tuh…
Maka sudah sewajarnya para pramugari memperingatkan dengan tegas orang-orang yang menjadi penumpang macam ini. Iya, berkabar itu penting, dan kadang waktu sangat berharga, bisa saja sesaat setelah mendarat, pesawat tergelincir dan meledak, sebelum sempat berkabar… tapi, halah… sudahlah…
Comments
Post a Comment