Skip to main content

Menikmati Hiburan Kota Pattaya

Terakhir kali saya menyaksikan pertunjukan Elephant Show atau atraksi Gajah barangkali sekitar setahun lalu, tepatnya saat wisata anak TK Lokasari ke Bali Zoo di Singapadu. Itupun kalo gag salah hanya berjalan-jalan di seputaran kebun binatang tanpa ada pertunjukan hiburan yang melibatkan segudang gajah dengan keahlian mereka.

Dan terakhir kalinya saya menikmati hiburan alam plus segala rupa fasilitasnya barangkali sekitaran dua tiga tahun lalu. Tepatnya saat menginjakkan kaki di Jatim Park, atau dua dekade lalu saat Taman Bali Festival Padang Galak baru saja diresmikan.

Pattaya adalah Kota Malam-nya Thailand. Kurang lebih begitu sebutan yang disampaikan Tour Guide kami kali ini. dilengkapi dengan sejuta gambaran menarik perihal hiburan yang dapat dinikmati. Dari pertunjukan kabaret yang terkenal bertajuk Alcazar, rekreasi keluarga Nong Nooch Paradise, hingga pertunjukan ‘no camera please’ ala BigEye yang kabarnya di-Legalkan oleh pemerintah setempat.

Pattaya sendiri kelihatan seperti wilayah Kuta, saya kira. Penuh dengan pub, cafe, dan arena pertunjukan yang siap menghibur wisatawan dengan berbagai tawaran yang menarik. Bedanya, jika Kuta lebih banyak dipenuhi oleh cewe bule berbikini yang melenggang bebas di sepanjang jalan, Pattaya agak-agak mengkhawatirkan, mengingat yang hadir disini adalah versi KW nya. Dari kualitas nomor satu hingga yang begitu mudah dikenali dalam sekali tatap.

Hebatnya, Trans Gender disini sepertinya didukung penuh oleh Pemerintah dan masyarakatnya, sehingga ya gag heran kalo mereka kemudian diberdayakan untuk tampil dalam satu pertunjukkan Kabaret penuh warna yang sangat mengagumkan. Dikemas dalam beberapa sesi, Alcazar show mampu menyedot sekitaran seribu penonton sekali tampil.

Dipadu dengan tata lampu yang megah, backdrop yang indah dan penampilan para bintang yang wah, melengkapi semua bayangan yang selama ini hanya bisa dinikmati melalui layar kaca atau rekaman film kelas hollywood ternama.

Ini jelas jauh berbeda dengan semua gambaran yang diberikan oleh banyak teman perihal hiburan malam di Pattaya, yang rata-rata berbau tiga huruf, S-E-X. SEX atau Seks tentu saja.

Pertunjukan Kabaret Alcazar show sepertinya memang dibuat sedemikian seriusnya, terutama saat melihat pergantian backdrop dan detail yang ditampilkan dalam setiap sesi, membuat tepuk tangan makin membahana saat semua penampilan usai. Yang paling membuat hati terkesan, salah satunya saat penampilan budaya China dan Thai pula Jepang dan lainnya. Sayang minus budaya Indonesia. :p
Termasuk penampilan dua karya yang tak asing bagi telinga, Cindai nya Malaysia dan Gangnam Style nya Korea.

Bagi pengunjung yang berminat untuk menonton penampilan mereka di rumah, bisa dilakukan via keping DvD yang dijual sekitar 300an Baht di akhir pertunjukan. Pula berfoto bersama dengan membayar uang lelah 20 Baht, diluar gedung Alcazar Show.

Apabila pertunjukan Alcazar masih belum memuaskan hasrat dan fantasi para wisatawan di Kota Malam Pattaya, bisa melirik ke BigEye, satu penampilan yang menyajikan tiga huruf tadi secara vulgar, tanpa malu-malu dan uniknya, sangat diminati oleh ratusan bahkan ribuan pengunjung dalam sekali waktu. Dari tiket masuk yang diterima kalo gag salah ingat sekitaran 5000 Baht atau satu setengah juta rupiah, sangat besar jika dibandingkan dengan biaya yang harus dibayarkan peserta Rombongan.

Sesi penampilan para bintang, murni mengandalkan (maaf) kelamin yang dipamerkan sedemikian rupa, tanpa penutup dan penonton dapat berinteraksi langsung jika mau dan tanpa malu. Itu sebabnya, usai beraktifitas di panggung depan, mereka langsung menghampiri barisan penonton secara acak, untuk memberikan bukti bahwa tontonan kali ini, free to use :p

Sajian yang hadir secara berulang setiap jamnya di BigEye ini, tak ubahnya seperti menonton Film BF, Bilm Ferjuangan, secara langsung, Live dan penonton dapat pula berinteraksi dengan para aktor dan aktrisnya. Meski demikian, tak sedikit pula yang tampak Munafik, lari dari ‘kunjungan dadakan’ para aktor dan aktris, yang menghampiri dan mengijinkan tangan penonton untuk memegang atau mengeksekusi, lekuk tubuh maupun (maaf) kelamin yang dipamerkan. Padahal mereka mau dan gag malu untuk menontonnya secara langsung. *uhuk

Meski sajian BigEye tergolong sangat Vulgar, namun minat para penontonnya sangat hebat, dibuktikan dengan antrean yang mengular hingga keluar gedung. Tua muda, ibu ibu, bapak bapak, pasangan kekasih hingga mirisnya, anak-anak usia SD pun tampak menikmati penampilan mereka. Cukup bikin geleng-geleng kepala jadinya.

Apalagi keVulgaran mereka ditambah pula dengan aksi gila lainnya, seperti memukulkan (maaf) Penis yang sudah mengeras seperti batu ke gendang kecil secara berkala, meniup terompet dari (maaf) lubang Vagina, atau striptease dengan memanfaatkan tiang menjulang tinggi, dan aksi Kamasutra dengan berbagai Gaya.

Kabarnya sih, masyarakat lokal gag diijinkan untuk ikutan menonton, jadi diperuntukkan hanya bagi turis asing saja. Bisa jadi alasan ini untuk mencegah terjadinya ‘hey, itu kan teman saya… ‘loh ? Keponakan saya ternyata punya (maaf) kelamin yang sekeras batu toh ? *kan repot kalo seumpama ada yang kemudian mengenal bahkan melaporkan sang aktor/aktris ke FPI. *eh

Jika Alcazar ataupun BigEye menyajikan ciri khas Kota Malam ala Pattaya, tidak demikian halnya dengan Nong Nooch Paradise yang rasanya jauh lebih pantas untuk dinikmati bersama keluarga.

Disini hampir semua atraksi dan juga hiburan seperti yang disebut di awal tadi bisa dinikmati sepanjang hari tanpa khawatir kehabisan waktu. Namun jika dilihat dari map dan ketersediaan venue yang ada, sepertinya memang tak akan cukup untuk dijajal dalam waktu sehari penuh.

Main Gate dimana pengunjung diturunkan rupanya berada di area Parkir satu, yang langsung menyajikan live show budaya Kota Pattaya dan Thailand, tanpa pungutan atau bayaran lagi. Namun berbeda dengan Alcazar, baik tata panggung, tempat duduk hingga artistik lainnya seakan diminimalisir, hanya sajian panggungnya saja yang barangkali bisa disejajarkan.

Usai menonton Live Show, pengunjung bisa menikmati atraksi Gajah yang digelar di belakang panggung pertama, dengan arena yang cukup luas untuk menampung barisan pasukan Gajah dan para pawangnya.

Di sekitaran area lain, terdapat beberapa bukit berbunga buatan, patung jagung, rumah semut raksasa, hingga altar layaknya digunakan untuk tempat pernikahan. Semua tertata begitu rapi dan indah, di bidang seluas 652 are ini. Cukup luas bukan ?

Sayangnya, liburan kali ini cukup singkat untuk bisa mengeksplorasi puluhan hiburan yang ada disini. Akan tetapi, tunggu saja catatan berikutnya.

Comments

Postingan Lain

Jodoh di Urutan ke-3 Tanda Pesawat IG

Kata Orangtua Jaman Now, Jodoh kita itu adanya di urutan ke-3 tanda pesawat akun IG.  Masalahnya adalah, yang berada di urutan ke-3 itu bapak-bapak ganteng brewokan berambut gondrong.  Lalu saya harus gimana ?  #jodohurutanketigadipesawat  Mestinya kan di urutan SATU ?

Mewujudkan Agenda Cuti Bersama Lebaran

Tampaknya di Hari terakhir Cuti Bersama Lebaran, sebagian besar rencana yang ingin dilakukan sejak awal liburan sudah bisa terwujud, meski masih ada beberapa agenda lainnya yang belum bisa dijalani.  Satu hal yang patut disyukuri, setidaknya waktu luang jadi bisa dimanfaatkan dengan baik untuk menyelesaikan beberapa pekerjaan tertunda beberapa waktu lalu.  1. Migrasi Blog Aksi pulang kampung ke laman BlogSpot tampaknya sudah bisa dilakukan meski dengan banyak catatan minus didalamnya. Namun setidaknya, harapan untuk tidak lagi merepotkan banyak orang, kedepannya bisa dicapai. Sekarang tinggal diUpdate dengan postingan tulisan tentang banyak hal saja.  2. Upload Data Simpeg Melakukan pengiriman berkas pegawai ke sistem online milik BKD rasanya sudah berulang kali dilakukan sejauh ini. Termasuk Simpeg Badung kali ini, yang infonya dilakukan pengulangan pengiriman berkas dengan menyamakan nomenklatur penamaan file. Gak repot sih sebenarnya. Tapi lumayan banyak yang harus dil...

Menantu Mertua dan Calon Mertua

Menonton kembali film lama Meet the Parents (2000) yang dibintangi oleh Ben Stiler dan Robert De Niro, mengingatkan saya betapa terjalnya perjalanan seorang calon menantu untuk mendapatkan kepercayaan sang calon mertua, atas putri kesayangan mereka yang kelak akan diambil menjadi seorang istri dan pendamping hidup. Meski ‘kekejaman’ yang ditunjukkan oleh sang calon mertua dalam film tersebut *sosok bapak* jauh lebih parah dari yang saya alami, namun kelihatannya cepat atau lambat, akan saya lakoni pula nantinya. Memiliki tiga putri yang salah satunya sudah masuk usia remaja, adalah saat-saat dimana kami khususnya saya sudah sewajarnya masuk dalam tahapan belajar menjadi seorang kawan bagi putri sulung saya satu ini. Mengingat ia kini sudah banyak bertanya perihal masa lalu yang saya miliki, baik soal pendidikan atau sekolah, pergaulan dan hobi. Memang sih untuk urusan pacar, ia masih menolak berbicara lebih jauh karena berusaha tak memikirkannya, namun sebagai seorang Bapak,...

Pengetahuan kecil tentang soroh PANDE

Sekali-sekali saya selaku penulis seluruh isi blog ini pengen juga ber-Narzis-ria, satu hal yang jarang saya lakukan belakangan ini, sejak dikritik oleh seorang rekan kantor yang kini jadi malas berkunjung lantaran Narzis tadi itu.  Tentu saja postingan ini bakalan berlanjut ke posting berikutnya yang isinya jauh lebih Narzis. Mohon untuk dimaklumi. *** PANDE merupakan salah satu dari empat soroh yang terangkum dalam Catur Lawa (empat daun teratai) Pasek, Pande, Penyarikan dan Dukuh- yang memiliki keahlian dalam urusan Teknologi dan Persenjataan. Ini bisa dilihat eksistensi pura masing-masing di Besakih, yang memiliki tugas dan fungsi yang berbeda-beda dalam berbagai kegiatan Ritual dan Spiritual. Dimana Pura Pasek menyediakan dan menata berbagai keperluan upakara, Pura Pande menata segala peralatannya. Pura Penyarikan menata segala kebutuhan tata usaha administrasi agar segala sesuatu berjalan dengan teratur. Sedangkan Pura Dukuh Sakti sebagai penata berbagai keperluan sandang pan...

Warna Cerah untuk Hidup yang Lebih Indah

Seingat saya dari era remaja kenal baju kaos sampai nganten, isi lemari sekitar 90an persen dipenuhi warna hitam. Apalagi pas jadi Anak Teknik, baju selem sudah jadi keharusan.  Tapi begitu beranjak dewasa -katanya sih masa pra lansia, sudah mulai membuka diri pada warna-warna cerah pada baju atasan, baik model kaos oblong, model berkerah atau kemeja.  Warna paling parah yang dimiliki sejauh ini, antara Peach -mirip pink tapi ada campuran oranye, atau kuning. Warna yang dulu gak bakalan pernah masuk ke lemari baju. Sementara warna merah, lebih banyak digunakan saat mengenal ke-Pandean, nyaruang antara warna parpol atau merahnya Kabupaten Badung.  Selain itu masih ada warna hijau tosca yang belakangan lagi ngetrend, merah marun atau biru navy. Semua warna dicobain, mengingat hidup rasanya terlalu sederhana untuk dipakein baju hitaaaaam melulu.  Harapannya bisa memberikan warna pada hidup yang jauh lebih cerah, secerah senyum istri pas lagi selfie.