Di era jaya ponsel Nokia sekitar enam tujuh tahun yang lalu, belum banyak konsumen yang merasa perlu untuk memelihara dua atau tiga nomor sekaligus. Bisa jadi saat itu perang tarif antar operator belum banyak diminati, ditambah adanya promo paket data yang begitu menggoda. Maklum, fitur jejaring sosial bukanlah hal yang penting untuk dijajal.
Booming dua tiga nomor, baru terjadi saat serbuan ponsel lokal masuk ke Indonesia. Digawangi oleh beberapa nama seperti Nexian, G-Star, K-Touch dan lainnya, teknologi Dual Sim mulai diadopsi berbarengan dengan ramainya TV Analog dalam perangkat yang sama. Beberapa diantaranya bahkan mampu menyematkan tiga nomor slot sekaligus atau dua slot dengan fungsi jaringan yang berbeda.
Sayangnya hingga empat lima tahun lalu, teknologi Dual Sim ini belum jua dianggap penting untuk dilirik oleh ponsel branded atau merek global, sehingga pangsa pasar yang tersedia bisa dikatakan masih sangat terbatas bagi konsumen. Jikapun ada, persoalan harga pastilah menjadi beban utama untuk ditebus.
Katakan saja perangkat Samsung W579. Sebuah ponsel dari negeri ginseng yang sudah mengadopsi dua sim card namun memiliki harga jual yang jauh diatas awan, sehingga bisa ditebak kalau ponsel seri ini hanya dilirik oleh sebagian kecil pengguna ponsel saat itu yang memang merasa malas untuk membawa dua ponsel sekaligus. Bandingkan dengan seri milik Nexian yang dijual dengan harga jauh lebih terjangkau.
Teknologi Dual Sim baru mulai dilirik oleh nama-nama besar ponsel Branded jauh setelah era kesuksesan ponsel lokal itu berlangsung. Hal ini kerap dikatakan sebagai langkah yang sudah terlambat mengingat konsumen mulai beralih pada perangkat pintar yang menjual banyaknya dukungan pada ketersediaan aplikasi dan games. Meski begitu nama-nama besar seperti Nokia, Samsung, LG dan lainnya yang sudah mulai jatah bangun mengurusi penjualan, mencoba merambah teknologi ini demi merebut pundi-pundi keuntungan dari brand lokal sebelumnya.
Katakan saja Nokia lewat seri Asha yang kini menjadi tumpuan harapan mereka untuk tetap bisa bertahan di segmen pemula. Atau Samsung lewat Galaxy Duos series seperti biasa merilis disemua lini, dari pemula hingga profesional. Demikian halnya dengan LG dan nama besar HTC lewat seri Desire V dan VC untuk pangsa pasar menengah.
Walau belum bisa menyamai booming ponsel lokal beberapa tahun lalu, hadirnya nama besar seperti disebut diatas tadi mulai dirilis dengan jualan sistem operasi dan cara penggunaan yang lebih baik, pula ketersediaan ratusan bahkan ribuan aplikasi serta games gratisan yang dapat diunduh.
Teknologi dual sim tampaknya memang menjadi satu pangsa pasar yang menjanjikan bagi konsumen Indonesia, mengingat kini beberapa operator sudah berlomba-lomba untuk menurunkan tarif voice dan messaging serta menawarkan layanan paket data dengan harga yang menggoda. Hal ini tentu dimanfaatkan benar oleh jutaan konsumen yang ada mengingat rata-rata operator tidak menawarkan tarif murah pada semua paket layanan. Sehingga ada juga konsumen yang memilih kartu operator A untuk memanfaatkan murahnya tarif voice, sekaligus menggunakan kartu operator B untuk mendapatkan layanan paket data yang terjangkau.
Mampu menggunakan Dual Sim card secara bersamaan memang jelas menggoda, apalagi bagi mereka yang merasa kerepotan membawa dua hingga tiga ponsel sekaligus untuk nomor ponsel yang berbeda. Namun salah satu kelemahan utama dari diadopsinya teknologi ini adalah persoalan terkurasnya daya tahan batere dengan lebih cepat. Mengingat satu sim card dari satu operator saja sudah cukup lumayan menguras batere untuk mencari keberadaan sinyal, apalagi dua ?
Comments
Post a Comment