Skip to main content

Phablet, Berebut Kue Android 5”

Android memang fenomenal. Tidak membutuhkan waktu lama untuk berkembang sejak kelahirannya, sistem operasi besutan Google ini telah mampu meraih peringkat pertama penjualan smartphone diseluruh dunia. Keberhasilan ini melampaui empat brand sistem operasi lainnya yang dahulu sempat merajai pasar dari Symbian, BlackBerry, iOS dan tentu saja Windows Mobile.

Semua prestasi tentu tak bisa lepas dari peran sekian banyak vendor yang berada dibelakang Android. Bak menemukan harta karun, satu persatu saling berlomba merilis perangkat berbasis si robot hijau dari harga yang paling terjangkau hingga papan atas untuk para pengguna yang memiliki dana berlebih. Masuknya segmen di semua lini merupakan penyebab utama mengapa Android mampu meninggalkan para kompetitor jauh dari perkiraan.

Salah satu segmen yang belakangan sudah mulai dilirik oleh para vendor dalam mencoba peruntungan meraih keuntungan pasar adalah merilis Phablet, sebutan lain dari ponsel tablet, perangkat berukuran menengah yang menjadi alternatif lain bagi para penggunanya.

Jika ponsel masih dianggap terlalu kecil untuk dapat menikmati tayangan video atau membaca eBook, sedang tablet 7 dan 10 inchi pun dianggap terlalu lebar dan besar plus susah dibawa dalam saku, maka Phablet, perangkat berukuran layar 5 inchi mencoba ditawarkan untuk menjadi pilihan berikutnya.

Dell Streak adalah sang pionir. Di awal kemunculannya, Juni 2010 Streak harus bersaing dengan sejumlah besar ponsel dan tablet yang dirilis oleh brand ternama Samsung. Kekuatannya saat itu bisa dikatakan cukup mumpuni, dengan dapur pacu 1 GHz Streak hadir di kisaran harga 6 jutaan. Harga yang cukup tinggi namun sepadan dengan teknologi yang diusung.

Menyusul Samsung yang ikut mencoba peruntungan dengan merilis Galaxy S Wifi 5, sebuah perangkat tablet yang rencananya diluncurkan untuk menyaingi iPod Touch, kembaran iPhone dari Apple. Sayangnya, meski dalam paket penjualan Samsung menggandeng salah satu perusahaan modem Router, tampaknya minat pasar belum mampu dikuasai lebih jauh.

Pengguna baru merasa ngeh saat seri Galaxy Note dihadirkan ketengah pasar, dengan mengandalkan fitur S Pen, sebuah teknologi lawas yang dikawinkan dengan keakuratan Wakom, perusahaan tablet khusus desain grafis. Maka jadilah Android 5 inchi menjadi sebuah standar baru bagi para pengguna yang menginginkan alternatif pilihan lain. Note bisa merajai, lantaran saat itu bisa dikatakan hampir tidak ada pemain lain yang bermain di segmen yang sama.

Jauh berselang sesudahnya, Samsung kabarnya sedang meluncurkan Galaxy Note II mereka untuk melanjutkan kesuksesan perangkat pertama terdahulu. Mengambil wajah yang tak jauh lerbeda dengan Galaxy S III, Note II diluncurkan dengan berbagai teknologi terkini diantaranya frekuensi 4G LTE, prosesor Quad Core 1,6 GHz, 2 GB RAM dan OS Android versi 4.1 Jelly Bean. Spesifikasi ini kurang lebih sama dengan yang diadopsi Galaxy Note versi 10.1 yang telah dirilis lebih dulu.

Harga tentu menjadi persoalan, saat pasar mencoba meraih layar 5 inchi. Itu sebabnya, beberapa saat setelah rumor Note series bakalan dilanjutkan peluncurannya, sejumlah nama vendor lokal mulai ikut serta merilis phablet Android 5 inchi dengan harga yang jauh lebih terjangkau. Bahkan saking niatnya, Phablet digunakan pula sebagai nama oleh sebuah vendor untuk menegaskan pasar yang ingin dicapai.

Micxon SX5 Sashimi, merupakan alternatif pertama yang dapat kami tawarkan. Secara bentukan, tampilannya setali tiga uang dengan wajah Samsung Galaxy Note. Tidak hanya fisik, tapi juga versi Android yang disematkan, besaran kamera dan ketebalannya yang hanya 0,97 cm saja. Mengandalkan kekuatan prosesor 1 GHz Sashimi tampaknya digarap secara serius oleh Micxon, bahkan didukung pula dengan teknologi layar multitouch dan kemampuan merekam video HD. Persoalan harga, Sashimi ditawarkan dengan kisaran yang cukup terjangkau 1,4 juta saja.

Masih mengambil konsep yang sama dengan Micxon, Zyrex Onescribe ZA987 memiliki penampilan serupa dengan perangkat Samsung Galaxy Note dengan jeroan yang tak jauh berbeda pula. Sayangnya perangkat yang satu ini dijual dengan harga menengah yaitu berada di kisaran 2,5 juta rupiah dengan kemampuan yang dapat ditebus yaitu penggunaan OS Android 4.0.3 Ice Cream Sandwich.

Demikian halnya dengan Maxtron MG555, ponsel yang menjadikan girlband CherryBelle sebagai icon jualan, mengusung clockspeed yang sama plus 4 GB internal storage dan dual kamera (8 MP di sisi belakang lengkap dengan flash light dan 5 MP disisi depan). Selain fitur dual kamera, Maxtron MG555 mengusung dual sim card pula, teknologi khas ponsel lokal sejak awal pemunculannya.

Advan Vandroid S5. Apabila tiga phablet lokal sebelumnya mengambil wajah lama Samsung Galaxy Note, berbeda dengan Vandroid S5 mengambil perwajahan perangkat terkini dari brand yang sama, Galaxy S III. Mengandalkan kecepatan dapur pacu yang masih sama ditambah flash memory 4 GB internal plus kamera utama 8 Mega Pixel. Harga jual yang ditawarkan tergolong masuk diantara ketiga rivalnya yaitu kisaran 2 juta rupiah.

Jika empat brand lokal tadi masih menjual perangkat phablet mereka diatas angka 1,5 juta rupiah, berbeda lagi dengan Beyond B78 yang sudah bisa dibawa pulang dengan angka 1,2 juta saja. Cukup murah bukan ? dengan nilai itu, pengguna sudah mendapatkan dapur pacu 1 GHz dan 512 MB RAM ditambah TV Analog, sebuah teknologi yang dulu sempat booming dan disukai pengguna ponsel tanah air, tepatnya di era jaya ponsel china.

Clock speed 1 GHz memang merupakan standar dapur pacu perangkat Android masa kini, meski demikian untuk alternatif pilihan lain phablet layar 5 inchi didominasi oleh kecepatan dibawahnya. Rata-rata masih membekali prosesor jenis MTK 650 MHz. beberapa diantaranya yang dapat kami rekomendasikan adalah IMO Memo di angka 2 juta rupiah, Mito T100 di angka 1,6 juta rupiah dan S-Nexian Five A5000 di angka 1,8 juta rupiah.

Sedangkan bagi Kawan yang menginginkan kecepatan yang sedikit lebih baik, barangkali bisa menunggu kehadiran phablet yang kelak bakalan mengusung prosesor jenis MTK 6577 Dual Core 1 GHz, yang kini telah diadopsi pula oleh beberapa seri phablet branded versi KW alias replika. Perangkat jenis ini biasanya tidak dijual bebas dipasaran, namun masih bisa didapatkan pada halaman-halaman forum online ataupun komunitas Android.

Comments

Postingan Lain

Jodoh di Urutan ke-3 Tanda Pesawat IG

Kata Orangtua Jaman Now, Jodoh kita itu adanya di urutan ke-3 tanda pesawat akun IG.  Masalahnya adalah, yang berada di urutan ke-3 itu bapak-bapak ganteng brewokan berambut gondrong.  Lalu saya harus gimana ?  #jodohurutanketigadipesawat  Mestinya kan di urutan SATU ?

Mewujudkan Agenda Cuti Bersama Lebaran

Tampaknya di Hari terakhir Cuti Bersama Lebaran, sebagian besar rencana yang ingin dilakukan sejak awal liburan sudah bisa terwujud, meski masih ada beberapa agenda lainnya yang belum bisa dijalani.  Satu hal yang patut disyukuri, setidaknya waktu luang jadi bisa dimanfaatkan dengan baik untuk menyelesaikan beberapa pekerjaan tertunda beberapa waktu lalu.  1. Migrasi Blog Aksi pulang kampung ke laman BlogSpot tampaknya sudah bisa dilakukan meski dengan banyak catatan minus didalamnya. Namun setidaknya, harapan untuk tidak lagi merepotkan banyak orang, kedepannya bisa dicapai. Sekarang tinggal diUpdate dengan postingan tulisan tentang banyak hal saja.  2. Upload Data Simpeg Melakukan pengiriman berkas pegawai ke sistem online milik BKD rasanya sudah berulang kali dilakukan sejauh ini. Termasuk Simpeg Badung kali ini, yang infonya dilakukan pengulangan pengiriman berkas dengan menyamakan nomenklatur penamaan file. Gak repot sih sebenarnya. Tapi lumayan banyak yang harus dil...

Menantu Mertua dan Calon Mertua

Menonton kembali film lama Meet the Parents (2000) yang dibintangi oleh Ben Stiler dan Robert De Niro, mengingatkan saya betapa terjalnya perjalanan seorang calon menantu untuk mendapatkan kepercayaan sang calon mertua, atas putri kesayangan mereka yang kelak akan diambil menjadi seorang istri dan pendamping hidup. Meski ‘kekejaman’ yang ditunjukkan oleh sang calon mertua dalam film tersebut *sosok bapak* jauh lebih parah dari yang saya alami, namun kelihatannya cepat atau lambat, akan saya lakoni pula nantinya. Memiliki tiga putri yang salah satunya sudah masuk usia remaja, adalah saat-saat dimana kami khususnya saya sudah sewajarnya masuk dalam tahapan belajar menjadi seorang kawan bagi putri sulung saya satu ini. Mengingat ia kini sudah banyak bertanya perihal masa lalu yang saya miliki, baik soal pendidikan atau sekolah, pergaulan dan hobi. Memang sih untuk urusan pacar, ia masih menolak berbicara lebih jauh karena berusaha tak memikirkannya, namun sebagai seorang Bapak,...

Pengetahuan kecil tentang soroh PANDE

Sekali-sekali saya selaku penulis seluruh isi blog ini pengen juga ber-Narzis-ria, satu hal yang jarang saya lakukan belakangan ini, sejak dikritik oleh seorang rekan kantor yang kini jadi malas berkunjung lantaran Narzis tadi itu.  Tentu saja postingan ini bakalan berlanjut ke posting berikutnya yang isinya jauh lebih Narzis. Mohon untuk dimaklumi. *** PANDE merupakan salah satu dari empat soroh yang terangkum dalam Catur Lawa (empat daun teratai) Pasek, Pande, Penyarikan dan Dukuh- yang memiliki keahlian dalam urusan Teknologi dan Persenjataan. Ini bisa dilihat eksistensi pura masing-masing di Besakih, yang memiliki tugas dan fungsi yang berbeda-beda dalam berbagai kegiatan Ritual dan Spiritual. Dimana Pura Pasek menyediakan dan menata berbagai keperluan upakara, Pura Pande menata segala peralatannya. Pura Penyarikan menata segala kebutuhan tata usaha administrasi agar segala sesuatu berjalan dengan teratur. Sedangkan Pura Dukuh Sakti sebagai penata berbagai keperluan sandang pan...

Warna Cerah untuk Hidup yang Lebih Indah

Seingat saya dari era remaja kenal baju kaos sampai nganten, isi lemari sekitar 90an persen dipenuhi warna hitam. Apalagi pas jadi Anak Teknik, baju selem sudah jadi keharusan.  Tapi begitu beranjak dewasa -katanya sih masa pra lansia, sudah mulai membuka diri pada warna-warna cerah pada baju atasan, baik model kaos oblong, model berkerah atau kemeja.  Warna paling parah yang dimiliki sejauh ini, antara Peach -mirip pink tapi ada campuran oranye, atau kuning. Warna yang dulu gak bakalan pernah masuk ke lemari baju. Sementara warna merah, lebih banyak digunakan saat mengenal ke-Pandean, nyaruang antara warna parpol atau merahnya Kabupaten Badung.  Selain itu masih ada warna hijau tosca yang belakangan lagi ngetrend, merah marun atau biru navy. Semua warna dicobain, mengingat hidup rasanya terlalu sederhana untuk dipakein baju hitaaaaam melulu.  Harapannya bisa memberikan warna pada hidup yang jauh lebih cerah, secerah senyum istri pas lagi selfie.