Langit mendung namun hawa masih terasa panas. Entah apa yang terjadi dengan langitku di Kota Denpasar kali ini. Air hujan yang kuharap turun dengan derasnya tak jua muncul hingga bosan mendera. Mungkin ini salah satu efek samping dari sorotan sinar laser yang Kulihat disalah satu ruas jalan Gunung Agung tempo hari, masih di lokasi yang sama tempat berlangsungnya pameran atau lebih tepatnya disebut sebagai pasar malam itu.
Kipas angin yang kupasang dipojokan kamar atas almari baju masih setia berputar memberikan desiran angin yang tak seberapa, namun sudah cukup lumayan temani malamku tuk beristirahat. Hingga kini, Kami belum jua mampu untuk membelikan rumah ini Air Conditioner seperti halnya beberapa teman sekantor.
Headline sebuah surat kabar belakangan tampak mengusikku. Sempat pula timbul emosi tatkala seorang teman di jejaring sosial FaceBook mencibir profesi yang sudah delapan tahun kugeluti dengan kalimat pedas. Satu akhir yang kemudian sangatlah jelas untuk diambil, ku Remove saja ia dari daftar pertemanan. Apalagi kalo bukan soal ‘PNS Muda dan Rekening Gendut’.
Jika saja mereka paham dengan apa yang aku jalani sejauh ini, barangkali takkan pernah ada cercaan macam begitu. Namun siapa yang percaya, jika image yang selama ini aku bangun masih kalah jauh dengan image PNS secara umum di mata masyarakat. Lalu kuterdiam dan kupasrahkan saja pada Tuhan.
Kesibukan akhir Desember memang berbeda dengan keseharianku sebelumnya. Beberapa pekerjaan tampak makin banyak lantaran tugas dan kewajiban yang harus kuemban belakangan ini. Migrasinya beberapa teman ke unit ULP membuat kami kelabakan mengurusi segala tetek bengeknya LPSE. Perubahan rutinitas ini kemudian menjadikan beberapa dari kami menjadi sensitif terhadap satu sama lain. Seakan lupa bahwa dulu kami pernah berteman. Perubahan semacam ini menurutku adalah hal yang biasa. Itu sebabnya aku tak memperdulikan lagi kemarahan itu.
Hawa makin gerah, kuputuskan untuk menanggalkan baju kaos yang kupakai sejak sore. Ia sudah basah bermandikan keringat yang tak dapat kuhentikan dengan mudah.
Ada rasa kangen menanti hari esok. Kangen pada masa lalu yang begitu hebat dan meninggalkan goresan bangga yang begitu dalam. Kangen pada keakraban yang rupanya hilang dengan mudahnya ditengah kesibukan. Satu rasa yang dahulu pernah pula aku dapatkan saat persiapan Tugas Akhir masa kuliah. Dan semua akan berjalan so and so lagi.
Aku hanya bisa diam memandangi wajah istriku yang telah terlelap lantaran capek yang mendera seharian ini. Lembur akhir tahun memang memakan banyak energi di saat begini. Air matanya masih turun satu-satu, mungkin ia masih menyesali kepergian bayi kami yang telah dilarung ke laut 21 Desember lalu. Menghancurkan semua harapan yang usaha kami bina tiga bulan terakhir.
MiRah putri kami tak kalah lelapnya memeluk guling kesayangannya. Sesekali ia mengingatkan kami tentang adiknya yang dititipkan pada laut. Hingga kini kami masih belum mampu menjelaskan mengapa adiknya tak jadi dimiliki.
Merekalah yang kemudian menjadi cahaya hingga aku bisa tegar hingga hari ini.
Mendung di Langit makin tebal saja. Berharap akan hujan lebat sebentar lagi.
Comments
Post a Comment