Skip to main content

Pracasti Pande (Bagian 06 – Dyah Kul Putih)

DYAH KUL PUTIH

Diceritakan Dyah Amrtatma telah melahirkan seorang putera laki-laki diberi nama Brahmana Rare Cakti. Beberapa tahun kemudian melahirkan pula seorang puteri diberi nama Dyah Kancanawati. Dalam perkawinannya Empu Bhumi Cakti dengan Dyah Amrtatma hanya menghasilkan dua orang anak saja. Setelah sama-sama berumur dewasa masing-masing anak berbakat kebatinan dan suka melakukan tapa.

Brahmana Rare Sakti sangat paham tentang ilmu kepandaian tidak beda dengan ayahnya dalam hal kekuatan batin. Semenjak itu ia digelari Empu Gandring Lalumbang. Dyah Kancanawati tidak beda dengan Sang Hyang UmaCruti yaitu Dewi Kesetiaan menjelma kepadanya, ahli dengan inti hakekat weda dan taat kepada tapa brata.

Pada suatu hari dua anak ini dipanggil oleh ayahnya. Setelah hadir ayahnya berkata, “Hai anakku, engkau berdua bersaudara. Ayah sangat berharap bahwa selalu bersaudara baik. Kini oleh karena engkau telah sama-sama dewasa ayahmu memberikan sesuatu sekedar sebagai suatu ajimat dalam melakukan pekerjaan. Kepada Empu Gandring aku berikan cincin emas bermata manik bang, baik hikmahnya dalam melakukan pekerjaan membuat senjata dan segala yang tajam. Kepada anakku Empu Galuh (gelaran Dyah Kencanawati) aku berikan mas bermata ratna cempaka, karena engkau melakukan inti Kusumadewa.Itulah pemberian Empu Bhuml Caktl kepada anaknya yang diterima dengan rasa gembira.

Setelah beberapa lama antaranya, Empu Gandring Cakti merasa tidak senang hatinya terhadap pemberian ayahnya, karena disangkanya tidak ada manfaat sesuatu apa, maka dipanggillah adiknya Empu Galuh, seraya berkata perlahan-lahan.  “Adikku Dyah Kencanawati, menurut pikiran kakak, tidak pada tempatnya adikku membawa pemberian ayah kita yaitu cincin bermata ratna cempaka,  karena adikku seorang perempuan muda. Sebalknya kakak yang membawanya.”

Perkataan Empu Gandring rupanya tidak disetujui  oleh adiknya.

Setelah berulang-ulang permintaannya tidak juga dipenuhi, maka marahlah Empu Gandring dengan kata-kata yang kasar menuding mata adiknya kemudian disusul dengan pukulan dan tendangan.

Tetapi Empu Galuh tetap tenang hatinya dan tetap bersih sebagai manik Banyu, tidak  bergembira bila mendapat pujian  dan tidak berdukacita jika dihinakan, sebab ia mengerti dengan keadaan dan sifat yang ada di Tribuana. Budi orang di Narakaloka hanya satu yaltu duka saja, sedang di Sorgaloka budi orang suka saja. Orang yang diam di Madyapadha suka dan duka mempengaruhi budinya, hidup dan mati. Demikian pikir Empu Galuh, sebab itu dapat menahan sakit marah.

Pada suatu malam Empu Galuh pergi seorang diri ke Gunung Renggakusuma mengheningkan cipta disana. Ketika itu kebetulan Hyang Mahadewa sedang bersenang-senang ke gunung Renggakusurna,  maka terlhat olehnya seorang wanita yang elok parasnya seakan-akan Dewi Ratih sedang menghenigkan cipta dalam yoga.

Hyang Mahadewa mendekati wanita itu serta bersabda, “Om wanita, siapakah engkau ini seorang diri diam ditengah hutan. Siapa yang menyakitimu ? ceritakanlah dengan benar Kepadaku.”

Empu Galuh menjawab dengan hormat, “Ya Bhatara, Patik Bhatara seorang Brahmani dari desa Madura, anak Bhagawan Pandya Empu Bhumi Cakti, cucu dari Hyang Agni. Patik berkehendak melepaskan keduniaan untuk mencapai sorga waktu meninggal dunia.”

“Wahai Puyutku engkau Empu Galuh,” Sabda Hyang Mahadewa, “aku tahu maksudmu. Engkau adalah anak seorang Brahmana utama, gunawan dan ahli filsafat, budiman tetap bersih dan suci. Kini aku memerintahkan kamu pergi ke Bali yaitu kegunung Agung tempat asramaku. Engkau kini menggantikan kawitanmu Brahmana Kul Putih, menjadi pelayanku waktu bersuci laksana. Beliau kini telah tua dan ingin hendak pulang ke Dewaloka.” Demikian sabda Hyang Mahadewa, dan Empu Galuh menurut dengan patuh.

Esok  paginya Empu Galuh berangkat ke Bali dan tiba di Gunung Agung dengan selamat, menghamba kepada Sang Hyang Maha Dewa dengan hati yang suci. Setiap hari tidak lupa memuja Tuhan, meniru Dharmanya Empu Kul Putih. Semenjak itu Dyah Kencanawati digelari Dyah Kul Putih. Dalam menyediakan upacara pemujaan selalu dilayani oleh kera putih kesayangan Bhatara.

Comments

Postingan Lain

Jodoh di Urutan ke-3 Tanda Pesawat IG

Kata Orangtua Jaman Now, Jodoh kita itu adanya di urutan ke-3 tanda pesawat akun IG.  Masalahnya adalah, yang berada di urutan ke-3 itu bapak-bapak ganteng brewokan berambut gondrong.  Lalu saya harus gimana ?  #jodohurutanketigadipesawat  Mestinya kan di urutan SATU ?

Mewujudkan Agenda Cuti Bersama Lebaran

Tampaknya di Hari terakhir Cuti Bersama Lebaran, sebagian besar rencana yang ingin dilakukan sejak awal liburan sudah bisa terwujud, meski masih ada beberapa agenda lainnya yang belum bisa dijalani.  Satu hal yang patut disyukuri, setidaknya waktu luang jadi bisa dimanfaatkan dengan baik untuk menyelesaikan beberapa pekerjaan tertunda beberapa waktu lalu.  1. Migrasi Blog Aksi pulang kampung ke laman BlogSpot tampaknya sudah bisa dilakukan meski dengan banyak catatan minus didalamnya. Namun setidaknya, harapan untuk tidak lagi merepotkan banyak orang, kedepannya bisa dicapai. Sekarang tinggal diUpdate dengan postingan tulisan tentang banyak hal saja.  2. Upload Data Simpeg Melakukan pengiriman berkas pegawai ke sistem online milik BKD rasanya sudah berulang kali dilakukan sejauh ini. Termasuk Simpeg Badung kali ini, yang infonya dilakukan pengulangan pengiriman berkas dengan menyamakan nomenklatur penamaan file. Gak repot sih sebenarnya. Tapi lumayan banyak yang harus dilengkapi lagi. 

Menantu Mertua dan Calon Mertua

Menonton kembali film lama Meet the Parents (2000) yang dibintangi oleh Ben Stiler dan Robert De Niro, mengingatkan saya betapa terjalnya perjalanan seorang calon menantu untuk mendapatkan kepercayaan sang calon mertua, atas putri kesayangan mereka yang kelak akan diambil menjadi seorang istri dan pendamping hidup. Meski ‘kekejaman’ yang ditunjukkan oleh sang calon mertua dalam film tersebut *sosok bapak* jauh lebih parah dari yang saya alami, namun kelihatannya cepat atau lambat, akan saya lakoni pula nantinya. Memiliki tiga putri yang salah satunya sudah masuk usia remaja, adalah saat-saat dimana kami khususnya saya sudah sewajarnya masuk dalam tahapan belajar menjadi seorang kawan bagi putri sulung saya satu ini. Mengingat ia kini sudah banyak bertanya perihal masa lalu yang saya miliki, baik soal pendidikan atau sekolah, pergaulan dan hobi. Memang sih untuk urusan pacar, ia masih menolak berbicara lebih jauh karena berusaha tak memikirkannya, namun sebagai seorang Bapak, ya wajar s

Warna Cerah untuk Hidup yang Lebih Indah

Seingat saya dari era remaja kenal baju kaos sampai nganten, isi lemari sekitar 90an persen dipenuhi warna hitam. Apalagi pas jadi Anak Teknik, baju selem sudah jadi keharusan.  Tapi begitu beranjak dewasa -katanya sih masa pra lansia, sudah mulai membuka diri pada warna-warna cerah pada baju atasan, baik model kaos oblong, model berkerah atau kemeja.  Warna paling parah yang dimiliki sejauh ini, antara Peach -mirip pink tapi ada campuran oranye, atau kuning. Warna yang dulu gak bakalan pernah masuk ke lemari baju. Sementara warna merah, lebih banyak digunakan saat mengenal ke-Pandean, nyaruang antara warna parpol atau merahnya Kabupaten Badung.  Selain itu masih ada warna hijau tosca yang belakangan lagi ngetrend, merah marun atau biru navy. Semua warna dicobain, mengingat hidup rasanya terlalu sederhana untuk dipakein baju hitaaaaam melulu.  Harapannya bisa memberikan warna pada hidup yang jauh lebih cerah, secerah senyum istri pas lagi selfie. 

Pengetahuan kecil tentang soroh PANDE

Sekali-sekali saya selaku penulis seluruh isi blog ini pengen juga ber-Narzis-ria, satu hal yang jarang saya lakukan belakangan ini, sejak dikritik oleh seorang rekan kantor yang kini jadi malas berkunjung lantaran Narzis tadi itu.  Tentu saja postingan ini bakalan berlanjut ke posting berikutnya yang isinya jauh lebih Narzis. Mohon untuk dimaklumi. *** PANDE merupakan salah satu dari empat soroh yang terangkum dalam Catur Lawa (empat daun teratai) Pasek, Pande, Penyarikan dan Dukuh- yang memiliki keahlian dalam urusan Teknologi dan Persenjataan. Ini bisa dilihat eksistensi pura masing-masing di Besakih, yang memiliki tugas dan fungsi yang berbeda-beda dalam berbagai kegiatan Ritual dan Spiritual. Dimana Pura Pasek menyediakan dan menata berbagai keperluan upakara, Pura Pande menata segala peralatannya. Pura Penyarikan menata segala kebutuhan tata usaha administrasi agar segala sesuatu berjalan dengan teratur. Sedangkan Pura Dukuh Sakti sebagai penata berbagai keperluan sandang pangan,