DYAH AMRTATMA
Beberapa hari kemudian dari penyelesaian yadnya Patih Madhu, maka Bhagawan Pandya Empu Bhumi Cakti setelah diaturi persembahan sepatutnya, lalu minta diri pergi seorang diri menuju desa yang sepi melalui kuburan. Ditengah perjalanan beliau berjumpa dengan seorang anak gembala sedang membajak menangis dengan sedihnya ditinggalkan ayahnya, karena patah gigi bajaknya, tersedu-sedu ia menangis. Sangat iba hati sang Empu melihat anak itu lalu berkata “hai anak gembala, terasa kasihan melihat engkau menangis sesedih ini. Apa sebabnya engkau menangis ditengah jalan ? Coba ceritakanlah kepada saya,”
Seraya menangis anak gembala itu berkata “Ya tuan pendeta, gigi bajak hamba patah karena terperosok masuk kedalam lapisan batu. Bila ayah mengetahui hal ini tentu bellau akan marah kepada hamba.”
Sang Empu berkata “Janganlah engkau khawatir, bapa akan memperbaiki gigi bajakmu itu supaya dapat engkau melanjutkan pekerjaanmu.”
Anak gembala itu tercengang kesenangan mendengar kata Sang Empu, lalu berkata seraya mengambil dan menunjukkan gigi bajaknya yang patah. “Ya tuan pendeta, inilah besi bekas gigi bajak hamba.” Sang Empu berkata “hamba minta belas kasihan Anakku, oleh karena bapa seorang yang tidak mempunyai turunan, Hanya ada anakku seorang wanita, bernama Dyah Amrtatma, ia akan bapa serahkan kepada anakku untuk kawan hidup dan mengadakan turunan yaitu cucu dari bapa, yang berarti anak bapa ini akan dapat menolong bapa menuju sorga nanti. Jika tidak demikian bapa berasa khawatir bila datang saatnya bapa berpulang sebab ada cerita dalam Mahabarata, seorang pendeta yang sangat bertapa bernama Sang Djaratkaru. Pada waktu meninggalkannya tidak mempunyai turunan, maka rohnya digantung disebelah pohon bambu. Tali gantungannya digigit oleh tikus lalu putus, jatuh Sang pendeta kedalam jurang, demikian pahalanya orang orang yang tidak mempunyai keturunan.”
Demikianlah bisikannya Hyang Astapaka, maka Bhagawan Pandya menjawab “Ya, yang seakan-akan Hyang Ratnasumbhawa, saja anak Sang pendeta dapat menerima anugerah guru.”
Demikian jawab Empu Bhumi Cakti, maka pada hari itu juga dikawinkan kepada Dyah Amrtatma diasrama Budha. Laksana Bhatara Indra kawin dengan Bhatari Suci demikian keadaan cinta kasih suami istri. Pada waktu sami isteri itu bersantap maka aji Padmadanda dilaksanakannya. Pada saat mempertemukan Tirtanya Aji Kamatantra dilaksanakannya dengan maksud mendapat keturunan utama. Disamping itu Dang Empu membangun pula Purta Hista. Purta artinya membuat telaga, pancuran dan balai-balai, Hista artinya selalu memuja kepada Hyang Ekagni, Tryagni dan Kundagni sangat kasih sayang terhadap orang-orang melarat yang minta perlindungan. Tidak sombong. Demikian keadaan Sang Empu selama bersuami isteri.
Setelah beberapa bulan selanjutnya, maka Dyah Amrtatma angrampini (hamil). Dalam keadaan sedemikian itu Sang Empu kian taat melakukan yoga samadhi dan Wedastawa agar mendapat turunan yang utama diasramanya yang baru di Kayu Manis.
Comments
Post a Comment