KISAH BRAHMA PANDE
Pada zaman purbakala (Asitkala), dimana alam mulai teratur kembali (Swastika) setelah melalui zaman kiamat (Sanghara kalpa) maka Tuhan sang pencipta alam ini (Hyang Parama Brahma) berkehendak akan menciptakan isi alam ini dengan jalan mengadakan dhat purusa dan pradana, yang terkenal diantara Panca Purusa bersama pradhanarja yaitu Iswara, Brahma, Mahadewa, Wisnu dan Siwa.
Tidak diceritakan dengan panjang lebar tentang tugas dan perkembangan ciptaan Panca Purusa itu masing-masing untuk mengisi alam ini dengan tumbuh-tumbuhan dan semua mahluk (Sthawara Janggama) demikian pula silsilah turunannya masing-masing, yang penting diceritakan disini adalah riwayat turunan Hyang Brahma yang berhubungan dengan kisah Brahma Pande.
Pada zaman Daha, pada kerajaan Singasari di Jawa Timur tersebut ada lima orang bersaudara yang Iangsung keturunan Bhatara Brahma merupakan pendeta (Brahmana) yang sangat setia kepada tapa. Yang sulung bernama Empu Agnijaya, adik-adiknya masing-masing bernama Empu Witadharma, Empu Kapakisan, Empu Bang Sidimaantra dan Empu Kulputih. Empu Witadharma berputrakan Empu Wiradharma, yang kemudian berputrakan dua orang, Empu Ketek dan Empu Lalumbang berasrama di Tumapel yang bergelar Empu Gandring.
EMPU BRAHMARAJA
Diceritakan Bhatara Brahma tepekur dipuncak gunung cilasayana bermaksud akan mengembangkan turunan diseluruh permukaan bumi, diantaranya supaya ada yang bertugas membuat perhiasan pakaian para Bhatara dan manusia kelak. Pada suatu hari tatkala Bhatara Brahma sedang dalam tepekur melakukan Tapa mantera memuja Tuhan Maha Esa dengan jalan Brata, Yoga, Samadhi, tiba-tiba keluarlah api dari paha kanannya dengan nyala yang berkobar-kobar, seakan-akan Hyang Agni turun menjelma di dunia, lalu terjatuh di tengah telaga Nodja. Tetapi setelah nyala api itu padam, maka Inti hakekat api itu berubah menjadi zat air tirta yang seakan-akan air Gangga, Saraswati, Yamuna dan Narwada. Demikianlah perubahan api itu.
Air tirta itu lalu dipuja oleh Bhatara maka keluarlah seorang anak bayi dari dalamnya dengan wajah durja dan bentuk perawakannya laksana Hyang Sanatkumara menjelma ke dunia ini. Anak bayi itu muncul dari dalam pusaran air tirta sambil menangis, karena jiwanya merasakan bahwa lahirnva kedunia itu tidak melalui saluran biasa, yaitu tidak tidak mempunyai orang tua yang mengasuhnya semasa umur bayi.
Dengan tiba-tiba terlihat suatu api (teja) yang amat terang cahayanya diatas suatu kedudukan padmasana bagaikan manik melayang-layang. Jiwa anak itu berkata “Pekulun Tuhan yang menjiwai semesta alam ini dan yang berbadan sukma gaib, hambamu mohon belas kasihan Tuhan untuk memberi petunjuk siapakah sebenarnya kedua orang tua hamba sehingga lahir seperti ini ? ya Tuhan, tunjukkanlah hambamu yang lemah ini”
“Hai anakku” jawab Bhatara Brahma “aku ini adalah Prajapati (sebutan Brahma yang berarti raja alam) yang menjadi bapamu”
Sementara itu jiwa anak bayi itu mulai dapat mengeluarkan kata-katanya melalui mulut badan jasmaninya, seraya menyembah katanya, “Sembahku terhadap paduka Sang Hyang Pitamaka (sebutan Brahma yangberarti bapa atau kawitan seluruh alam). Siapakah yang patut memberi anugerah pemellhara, sementara hamba berbadan bayi, yang terutama memberi didikan dan bimbingan tentang hakekat kebenaran hidup sebagai seorang manusia, sebab banyak penjelmaan atma yang menjadi berbagai golongan makhluk di dunia ini ?”
“Benar katamu wahai anakku” jawab Brahma. “Dari alam niskala bagi kamu anakku, pemelihara manusia biasa, tidak perlu bertapa lebih dahulu, aku akan menganugerahi engkau sebagian kesaktianku. Dengan demikian tidak perlu lagi pertolongan orang lain. Sejak saat ini aku beri nama engkau Empu Brahmaradja.”
Demikianlah sabda Hyang Brahma, maka anak bayi itu tampaknya kian besar dan kuat, dapat dengan sendirinya berenang pergi ketepi telaga, kemudian berkata pula, “Ya Tuhan, bagaimana hambamu akan melakukan karya tangan yang dapat mernberikan upah jiwa atau sandang pangan bagi hambamu, karena belum berpengalanian hidup sebagai manusia. Kewajiban apa yang patut hambamu kerjakan yang dapat merupakan sumbangan jasa kepada dunla.”
Jawab Bhatara Brahma, “Anakku, kamu Empu Brahmaradja, baiklah, kini aku memberikan kepadamu suatu pekerjaan yang patut menjadi kewajibanmu dan dapat pula kamu menyumbangkan jasa baikmu kepada dunia, tetapi harus didasari dengan, kejujuran dan hati yang tulus. Pekerjaan dan kewajibanmu aku namai, Dwi Labha, yaitu Angandring dan Amande Galuh.”
ANGANDRING DAN AMANDE GALUH
Yang dinamai Angandring ialah pekerjaan membuat segala senjata yang tajam. Yang disebut Amande Galuh adalah suatu kewajiban membuat sampingan yaitu segala pakaian dan perhiasan orang yang menjadi wiku (pendeta) dan kesatria Abhiseka Ratu.
Nasehatku yang penting bila engkau telah memulai pekerjaan itu didunia, janganlah lupa atau melepaskan ajaran Dharmakriya dari batinmu. Dharmakriya artinya segala pekerjaan dalam Dwi Labha itu, patut dikerjakan sampai selesai dan beres, berdasarkan hati setia, jujur dan tenang, semua itu disebut “Catur Dharmakriya”
Suatu contoh yang pernah terjadi, seorang anak dari Empu Pananda bernama Empu Lalumbang, ia bekerja Angandring, tetapi tidak berpegangan teguh kepada Catur Dharmakriya. la diminta membuat keris oleh Ken Arok, tidak diselesaikan keris itu pada hari yang telah dijanjikan, sehingga akhirnya ia ditikam dengan keris yang belum sempurna selesainya itu. Sebab itu engkau harus berpegang teguh pada Catur Dharmakriya itu. Demikianlah Dharma orang memegang pekerjaan Aji kepandaian. Itulah nasehat Hyang Brahma kepada Empu Brahmaradja.
Comments
Post a Comment