Rasanya untuk bisa menjadi seorang Public Figure itu sangat susah dilakukan, terutama bagi mereka yang berasal dari kalangan biasa, dan dalam waktu singkat mendadak menjadi luar biasa. Jangankan menjadi Artis, menjadi seorang PNS yang Biasa-biasa saja sudah saya rasakan penuh tantangan lantaran tidak sedikit hujatan dan kecaman dilontarkan saat mulai bersikap layaknya orang normal. Apalagi anggota DPR ?
Figur yang terakhir saya sebutkan ini belakangan hari jadi makin terkenal dan termashyur akibat kelakuan dan tingkah polah yang kata Gus Dur dahulu malah mirip sekumpulan Anak TK. Dari yang tertangkap melakukan adegan mesum dengan artis ternama lantaran aksinya terekam dalam format video ponsel, yang meributkan soal tunjangan ini itu padahal kinerjanya masih perlu dibuktikan lagi, yang kerjanya plesiran mengatasnamakan Studi Banding, atau yang terakhir ngotor membangun gedung baru yang katanya sedikit lebih murah ketimbang biaya per meter sebuah instansi negara lainnya.
Menjadi seorang Anggota DPR bagi saya pribadi ya bak buah simalakama. Sama halnya seperti menjadi seorang PNS namun dalam kadar yang jauh lebih besar. Bertindak diluar norma dan etika kesusilaan, dikecam dan dihujat, bahkan bisa jadi malah dicerca dalam hitungan bulan sampe ada topik baru yang lebih menarik untuk menutupi perbuatannya. Sebaliknya, berusaha bertindak profesional dan berjalan diatas rel malah cenderung dipertanyakan, dianggap tak bersuara vokal dan tak inovatif dalam memperjuangkan hak rakyat. Sedangkan kalo bertindak yang lebih lagi malah dianggap cari muka atau persiapan kampanye untuk periode mendatang. Hehehe… serba salah.
Malah saking apatisnya, sebagian masyarakat lantas menganggap ‘ah, itu mah sudah biasa…’ dan kemudian tindakan itu malah dilegalkan oleh rekan sejawatnya. Aneh.
Adalah Arifinto, seorang anggota Dewan yang terhormat dari fraksi Partai Keadilan Sejahtera yang notabene saat kampanye lalu sempat membentangkan kain putih sebagai wujud perjuangan mereka, bahkan sempat pula memberantas kemaksiatan lewat aksi sopannya, ternyata malah tertangkap kamera sedang menonton video porno ditengah Sidang Paripurna yang seharusnya ia perhatikan.
Arifinto jelas menyangkal dan mengatakan bahwa ia tak sengaja melihat video tak senonoh itu lantaran melakukan -klik- pada sebuah link yang tercantum dalam sebuah email yang diterimanya. Segera dalam hitungan detik ia buang dan sayangnya ia tak ingat dengan alamat pengirim email tersebut.
Penjelasan ini berbeda dengan pengakuan wartawan yang secara kebetulan menangkap basah melalui kamera yang ia gunakan. Bahkan beberapa hasil jepretan ini sempat diperlihatkan pula pada rekan sejawatnya, para wartawan maupun sejawat si Dewan, Nasir Djamil.
Kendati perbuatan tersebut kemudian dimaklumi lantaran manusiawi,karena yang bersangkutan merasa jenuh ditengah Sidang paripurna, namun yang kemudian dianggap penting untuk diajukan adalah, seberapa jauh kemajuan pemblokiran video dan situs porno yang dilakukan oleh Pemerintah seperti yang selama ini digembar gemborkan oleh salah satu Menteri negeri ini yang pula merupakan seorang Public Figure dunia maya.
Jikapun kemudian kemajuan tersebut sudah dianggap maksimal , lantas siapakah yang sebetulnya berbohong ? Pak Menteri ? ataukah anggota Dewan kita yang terhormat itu ? atau malah bisa jadi itu bukanlah Video Streaming secara online, tapi merupakan koleksi pribadi yang memang disimpan dalam perangkat yang dimiliki ? fiuh… memang susah kalo sudah jadi Public Figure di negeri ini. Baru ketangkep nonton Video porno saja sudah sebegitu hebohnya…
Bagi satu dong Pak, video pornonya… hehehe…
Comments
Post a Comment