Skip to main content

Pecalang Perangkat Keamanan Panutan Desa Adat Bali

Dalam beberapa hari kedepan, sosok tangguh yang satu ini bakalan kerap dijumpai disepanjang jalan pula Bali. Mereka akan hadir disetiap ujung jalan maupun persimpangan menjaga keamanan dan juga ketertiban pelaksanaan hari suci yang dipaling ditunggu-tunggu oleh semua umat Hindu. Tahun Baru Caka Hari Raya Nyepi 1933.

Pecalang adalah perangkat keamanan yang hadir disetiap desa adat yang secara tradisi diwarisi turun temurun dalam budaya Bali. Memiliki tugas untuk mengamankan dan menertibkan desa adat baik dalam keseharian maupun dalam hubungannya dengan penyelenggaraan upacara adat atau keagamaan.

Pada Hari Raya Nyepi atau Tahun Baru Caka, para pecalang ini melakukan ronda dari pagi hingga malam untuk memantau ketertiban pelaksanaan Brata Penyepian. Pakaian yang dikenakan dari satu daerah ke daerah lainnya bervariasi, namun pada umumnya tidak menggunakan baju atau atasan, sehingga penampilan Pecalang sekaligus sebagai ajang pamer kekekaran bidang tubuhnya. Meski demikian, ada juga pecalang yang mempergunakan baju perang tanpa lengan seperti rompi. Pecalang menggunakan Destar atau ikat kepala dan kain berwarna hitam, kampuh atau kain penutup badan bercorak belang khusus atau disebut poleng sudhamala. Setiap Pecalang biasanya menyungklit keris di bagian pinggang. Satu lagi yang tak kalah perannya adalah sebuah bunga kembang sepatu berwarna merah menyala yang terselip di telingan. Pucuk Arjuna.

Warna hitam yang mendominasi penampilan Pecalang melambangkan pengayoman dan pembinaan. Hal ini berkaitan dengan tugas dan kewajiban Pecalang yang diharapkan dapat membina ketertiban dan mengayomi masyarakat. Kain poleng Sudhamala sendiri yang memiliki tiga warna dasar, hitam, putih dan abu-abu memiliki arti atau makna ketegasan sikap yang mampu melebur segala kebusukan atau mala menjadi selaras dan harmonis.

Dengan bergesernya jaman, Pecalang dimasa kini hampir tidak lagi identik dengan badan yang kekar ataupun berwajah seram. Dari segi pakaian yang dikenakannya pun sudah mulai mengikuti perkembangan jaman. Atasan Kemeja berwarna gelap, dilengkapi dengan jaket hijau metalik yang biasanya digunakan pula oleh Polisi Lalu Lintas dan keris yang dahulunya kerap disandang, berganti dengan pentungan yang dapat dinyalakan sebagai tanda bagi para pengendara di jalan raya. Tidak jarang, perangkat komunikasi Handy Talkie pun disematkan di pinggang untuk mempermudah koordinasi jarak jauh.

Pecalang mulai naik daun ketika Bali diberi perhatian lebih untuk menyelenggarakan event-event besar baik dari kalangan partai politik maupun organisasi massa tertentu. Yang paling kentara adalah saat Kongres sebuah parpol berwarna dasar Merah yang dilaksanakan di lapangan Kapten Japa Padanggalak tahun 1999 lalu, peran Pecalang bisa dikatakan sangat dominan terlihat. Demikian halnya dalam setiap event berskala Regional digelar, Pecalang tak luput dari perhatian media.

Meski Pecalang memiliki tugas untuk membina ketertiban dan mengayomi masyarakat, ada saja satu dua oknum yang kemudian memanfaatkan emblem Pecalang ini untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang tak terpuji atau malah bertindak arogan dijalan raya. Itu sebabnya, terkadang ada saja yang terlihat petantang petenteng merasa paling berhak untuk mengatur segalanya.

Pecalang secara bahasa, kabarnya berasal dari kata ‘Celang’ atau Waspada. Sehingga diharapkan bagi mereka yang kemudian menyandang atau didaulat sebagai Pecalang harus mampu bersikap waspada terhadap segala tantangan baik itu yang datang dari masyarakat dan lingkungannya maupun dari diri sendiri. Pecalang memang sudah sepantasnya menjadi panutan bagi masyarakat.

Comments

Postingan Lain

Jodoh di Urutan ke-3 Tanda Pesawat IG

Kata Orangtua Jaman Now, Jodoh kita itu adanya di urutan ke-3 tanda pesawat akun IG.  Masalahnya adalah, yang berada di urutan ke-3 itu bapak-bapak ganteng brewokan berambut gondrong.  Lalu saya harus gimana ?  #jodohurutanketigadipesawat  Mestinya kan di urutan SATU ?

Mewujudkan Agenda Cuti Bersama Lebaran

Tampaknya di Hari terakhir Cuti Bersama Lebaran, sebagian besar rencana yang ingin dilakukan sejak awal liburan sudah bisa terwujud, meski masih ada beberapa agenda lainnya yang belum bisa dijalani.  Satu hal yang patut disyukuri, setidaknya waktu luang jadi bisa dimanfaatkan dengan baik untuk menyelesaikan beberapa pekerjaan tertunda beberapa waktu lalu.  1. Migrasi Blog Aksi pulang kampung ke laman BlogSpot tampaknya sudah bisa dilakukan meski dengan banyak catatan minus didalamnya. Namun setidaknya, harapan untuk tidak lagi merepotkan banyak orang, kedepannya bisa dicapai. Sekarang tinggal diUpdate dengan postingan tulisan tentang banyak hal saja.  2. Upload Data Simpeg Melakukan pengiriman berkas pegawai ke sistem online milik BKD rasanya sudah berulang kali dilakukan sejauh ini. Termasuk Simpeg Badung kali ini, yang infonya dilakukan pengulangan pengiriman berkas dengan menyamakan nomenklatur penamaan file. Gak repot sih sebenarnya. Tapi lumayan banyak yang harus dil...

Menantu Mertua dan Calon Mertua

Menonton kembali film lama Meet the Parents (2000) yang dibintangi oleh Ben Stiler dan Robert De Niro, mengingatkan saya betapa terjalnya perjalanan seorang calon menantu untuk mendapatkan kepercayaan sang calon mertua, atas putri kesayangan mereka yang kelak akan diambil menjadi seorang istri dan pendamping hidup. Meski ‘kekejaman’ yang ditunjukkan oleh sang calon mertua dalam film tersebut *sosok bapak* jauh lebih parah dari yang saya alami, namun kelihatannya cepat atau lambat, akan saya lakoni pula nantinya. Memiliki tiga putri yang salah satunya sudah masuk usia remaja, adalah saat-saat dimana kami khususnya saya sudah sewajarnya masuk dalam tahapan belajar menjadi seorang kawan bagi putri sulung saya satu ini. Mengingat ia kini sudah banyak bertanya perihal masa lalu yang saya miliki, baik soal pendidikan atau sekolah, pergaulan dan hobi. Memang sih untuk urusan pacar, ia masih menolak berbicara lebih jauh karena berusaha tak memikirkannya, namun sebagai seorang Bapak,...

Pengetahuan kecil tentang soroh PANDE

Sekali-sekali saya selaku penulis seluruh isi blog ini pengen juga ber-Narzis-ria, satu hal yang jarang saya lakukan belakangan ini, sejak dikritik oleh seorang rekan kantor yang kini jadi malas berkunjung lantaran Narzis tadi itu.  Tentu saja postingan ini bakalan berlanjut ke posting berikutnya yang isinya jauh lebih Narzis. Mohon untuk dimaklumi. *** PANDE merupakan salah satu dari empat soroh yang terangkum dalam Catur Lawa (empat daun teratai) Pasek, Pande, Penyarikan dan Dukuh- yang memiliki keahlian dalam urusan Teknologi dan Persenjataan. Ini bisa dilihat eksistensi pura masing-masing di Besakih, yang memiliki tugas dan fungsi yang berbeda-beda dalam berbagai kegiatan Ritual dan Spiritual. Dimana Pura Pasek menyediakan dan menata berbagai keperluan upakara, Pura Pande menata segala peralatannya. Pura Penyarikan menata segala kebutuhan tata usaha administrasi agar segala sesuatu berjalan dengan teratur. Sedangkan Pura Dukuh Sakti sebagai penata berbagai keperluan sandang pan...

Warna Cerah untuk Hidup yang Lebih Indah

Seingat saya dari era remaja kenal baju kaos sampai nganten, isi lemari sekitar 90an persen dipenuhi warna hitam. Apalagi pas jadi Anak Teknik, baju selem sudah jadi keharusan.  Tapi begitu beranjak dewasa -katanya sih masa pra lansia, sudah mulai membuka diri pada warna-warna cerah pada baju atasan, baik model kaos oblong, model berkerah atau kemeja.  Warna paling parah yang dimiliki sejauh ini, antara Peach -mirip pink tapi ada campuran oranye, atau kuning. Warna yang dulu gak bakalan pernah masuk ke lemari baju. Sementara warna merah, lebih banyak digunakan saat mengenal ke-Pandean, nyaruang antara warna parpol atau merahnya Kabupaten Badung.  Selain itu masih ada warna hijau tosca yang belakangan lagi ngetrend, merah marun atau biru navy. Semua warna dicobain, mengingat hidup rasanya terlalu sederhana untuk dipakein baju hitaaaaam melulu.  Harapannya bisa memberikan warna pada hidup yang jauh lebih cerah, secerah senyum istri pas lagi selfie.