Mengamati beberapa ruas jalan yang tampaknya dilanda kemacetan tak ubahnya masa-masa kampanye dimana ratusan sepeda motor berdesakan satu sama lain diiringi dengan lengkingan klakson yang bersahut-sahutan atau pekik lantang para pemuda untuk menyemangati belasan anggota tim dalam rangka menyemarakkan Gerak Jalan Puputan Badung Margarana yang ke 104, 14 September 2010.
Kendaraan yang merambat pelan menyusuri ruas jalan Lukluk kearah timur, daerah Dharmasabha, kemudian berbelok ke Ahmad Yani dan Kartini, membuat beberapa aparat sedikit kelabakan mengatur lalu lintas sekitarnya bahkan sempat pula memantik amarah warga yang tidak paham akan situasi sesungguhnya.
Dua puluh satu pemuda jangkung tanpa gumpalan perut yang menggantung masih bersemangat menyelesaikan jarak yang tinggal satu kilometer lagi. Semangat mereka sempat mengingatkanku menuju tahun 1991, saat dimana kami (siswa siswi SD I Saraswati Denpasar) ikut serta menyemarakkan gerak jalan dengan rute Lapangan Renon menuju Sanur. Kalau tidak salah tim kami menyabet Juara I saat itu.
Seandainya kini aku dihadapkan pada situasi yang sama, barangkali yang terjadi adalah ‘berpikir dulu dua kali untuk memberi keputusan. Selain faktor jarak (28 km dari Margarana menuju Kota Denpasar), mencontek jingle iklan vitamin anak ‘bajuku dulu tak begini tapi kini tak cukup lagi… lingkar perut yang sudah mulai menggelambir sepertinya hanya bakalan menambah masalah saja.
Kembali ke topik, mengamati puluhan bahkan ratusan kendaraan bermotor yang melintas didepan mata, ada yang menarik untuk disimak, bahwa rupanya ada lagi Trend Anak Muda jaman sekarang. Mereka menempelkan atau memajang boneka di bagian kepala motor hingga di bawah lampu utama. Entah apa maksudnya namun ada juga yang agak nyeleneh yaitu menempelkannya pada helm pengendara. Kalo yang berkendara cewek imut siy yang ada malah menggemaskan, tapi kalo seorang bapak atau pemudia bertato ? hihihi…
Keringat yang menetes dan teriknya matahari, menumbangkan satu persatu peserta dan memaksa mereka untuk dipapah melalui kendaraan atau bahkan menyerah jauh tertinggal dibelakang. Delapan puluh lima regu yang terbagi dalam enam kelompok bersaing secara sehat untuk merebut posisi puncak.
Sirene dan peluit yang terdengar keras, meminta kendaraan yang datang dari arah berlawanan untuk segera menepi. Teriakan marah beberapa pendukung mulai tersulut lantaran satu dua pengemudi menerobos jalan yang masih terlingat lengang. Caci makipun terlontar membuat hati sedikit miris mendengarnya. Membuat aparat turun tangan mengingatkan.
Kemacetan masih saja terjadi. Sebuah mobil ambulance tampak tak berdaya meraungkan sirenenya dan pada akhirnya memilih diam. Anganku pun melayang… apa jadinya ketika ada musibah kebakaran yang mengharuskan armada menerobos kemacetan dan malah mendapati situasi seperti ini ?
Comments
Post a Comment