Pura Indrakila merupakan salah satu Pura Kahyangan Jagat yang disungsung oleh Umat Hindu dari seluruh Bali, terletak di sebuah perbukitan Desa Dausa Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli. Berjarak kira-kira 40 km dari Kota Bangli kearah utara menuju Singaraja.
Pura yang diempon oleh dua Desa Dinas yaitu Desa Dinas Dausa dan Desa Dinas Satra ini, melangsungkan piodalan bertepatan dengan Purnama Sasih Kapat (keempat) yang dikenal dengan ‘Ngusaba Kapat. Piodalan ini bersamaan waktunya dengan piodalan di Pura Tulukbiyu dan Pura Pucak Penulisan Kintamani, dimana ketiga pura tersebut mempunyai kaitan yang sangat erat dengan Warga Pande.
Tata letak pelinggih pada area Utamaning Mandala di Pura Indrakila sangat berbeda dengan tata letak pelinggih-pelinggih pura lainnya di bali. Pura Indrakila tampaknya seperti pura kembar dimana pelinggih-pelinggih yang ada disebelah kanan dan sebelah kiri pura simetris baik jenis dan jumlah bangunannya yang persis sama dan sebangun.
Pura Indrakila sudah berdiri sejak jaman Bali Kuno, hal ini dibuktikan dengan banyaknya prasaasti yang diterbitkan oleh raja-raja Bali Kuno yang diketemukan oleh para peneliti sejarah Bali Kuno. Disamping itu, salah satu bukti yang menguatkan Pura Indrakila adalah pura jaman Bali Kuno adalah keberadaan pelinggih berbentuk Lingga Yoni sebagai perlambang kemakmuran, berbentuk (maaf) alat kelamin laki-laki dan perempuan. Sekedar informasi, Pelinggih Lingga Yoni ini ditemukan pula berada pada Pura Penataran Pande Tamblingan.
Dalam cerita Sejarah Pura Indrakila ini tidak bisa dilepaskan kaitannya dengan Warga Pande, karena di pura inilah Brahmana Dwala putra Mpu Gandring Sakti bertemu dengan Mpu Siwa Saguna pamannya, dalam sebuah dialog imajiner ‘Yoga Semadhi’ dimana dengan tujuan awalnya adalah mencari tahu penjelasan tentang asal usulnya. Peristiwa pertemuan ini dimuat dalam Prasasti Pande Kaba-Kaba yang diketemukan di Kaba-Kaba, Kediri Kabupaten Tabanan yang didukung pula dengan Babad Pande Bratan serta sejumlah lebih dari sepuluh babad Pande versi lainnya.
Pertemuan dan dialog imajiner antara Brahmana Dwala dengan Mpu Siwa Saguna mempunya makna yang sangat mendalam bagi Warga Pande karena pertemuan itu adalah pertemuan antara dua kelompok besar Warga Pande di Bali. Kelompok yang pertama berawal dari kedatangan Mpu Brahma Wisesa yang turun ke Bali sebelum Bali diduduki oleh Majapahit. Kedatangan kelompok kedua berawal dari kedatangan Mpu Brahma Raja yang turun ke Bali setelah Majapahit menaklukkan Bali, bertepatan dengan masa pemerintahan Raja Sri Semara Kepakisan (1380-1460 M).
Akan tetapi perlu diketahui bahwa jauh sebelum kedatangan dari dua gelombang Pande tersebut diatas, di Bali telah lama ada kelompok Pande Besi, Pande Mas, Pande Krawang dan kelompok-kelompok Pande yang lain. Setelah Bali ditaklukkan oleh Majapahit, kelompok Pande Bali Kuno ini bergabung dengan Pande yang datang kemudian, kendati banyak diantara mereka yang terpaksa menyembunyikan jati dirinya atau dalam Bahasa Bali disebut Nyineb Raga, menyembunyikan jati diri demi keselamatan jiwanya. Salah satu contoh cerita terkait ‘Nyineb Raga’ ini dapat dibaca pada tulisan saya terdahulu tentang Situs Pande Tamblingan dan Pande Bangke Maong.
Pertemuan dan dialog imajiner yang dilakukan di Pura Indrakila antara Brahmana Dwala dengan Mpu Siwa Saguna ini kemudian menghasilkan bhisama atau pewarah-warah yang sepatutnya dijadikan tuntunan dan pegangan hidup oleh seluruh Warga Pande. Bagi yang belum mengetahui isi atau gambaran umum 6 (enam) bhisama tersebut, dapat membacanya pada tulisan saya sebelumnya :
- Bhisama Pertama tentang Pura Besakih dan Penataran Pande di Besakih
- Bhisama Kedua tentang Ajaran Panca Bayu
- Bhisama Ketiga tentang Asta Candhala
- Bhisama Keempat tentang Larangan memakai Tirtha Pedanda
- Bhisama Kelima tentang Pesemetonan Warga Pande
- Bhisama Keenam tentang Tatacara Pediksan Mpu di Pande
Tulisan tentang Pura Indrakila Kintamani Bangli dalam kaitannya dengan Warga Pande ini merupakan tulisan terakhir yang barangkali dapat digunakan sebagai bahan pembelajaran dalam rangka rencana Dharmawacana yang akan dilakukan hari minggu besok, 15 Agustus 2010 di Museum Seni Neka, Sanggingan Ubud. Adapun narasumber yang akan memaparkan keterkaitan Bhisama Warga Pande ini adalah ‘Sira Mpu Sri Dharmaphala Vajrapani’ saking Grya Taman Saraswati, Tunggak, Bebandem, Karangasem beserta Prof. Dr. Nyoman Weda Kusuma, M.S., Ketua I Bidang Tata Keagamaan Pengurus Harian Maha Semaya Warga Pande Propinsi Bali Masa Bhakti 2007 – 2012 saking Blahbatuh Gianyar.
Tulisan ini sekaligus menjadi sebuah jawaban akan pertanyaan yang pernah saya lontarkan terkait Sejarah Bhisama Warga Pande dalam tulisan sebelumnya.
Adapun tulisan disarikan dari buku merah ‘Enam Bhisama Mpu Siwa Saguna Bagi Warga Pande melalui Brahmana Dwala’ yang dirangkum oleh (alm) Made Kembar Kerepun Penasehat Maha Semaya Warga Pande serta diterbitkan oleh Maha Semaya Warga Pande Propinsi Bali pada tahun 2005.
Comments
Post a Comment