Skip to main content

Mengetahui Bhisama Warga Pande (bag.2) Ketiga dan Keempat

Informasi (lanjutan) berikut saya turunkan sebagai sebuah bahan pembelajaran agar Semeton Yowana Warga Pande khususnya dan Semeton Warga Pande umumnya dapat mengetahui secara garis besar terkait 6 (enam) Bhisama Warga Pande (dipecah menjadi 3 tulisan) dalam kegiatan Dharmawacana di Museum Seni ‘Keris’ Neka hari Minggu tanggal 15 Agustus 2010. Bagi yang belum mengetahui apa pengertian Bhisama secara umum (dari dua sisi), dapat melihat kembali tulisan (tepatnya, pertanyaan) saya sebelumnya terkait ‘Sejarah Bhisama Warga Pande.

* * *

Bhisama ketiga, berupa bhisama agar Warga Pande mematuhi larangan atau pantangan atau perbuatan yang harus dihindari, yaitu perbuatan Asta Candhala, agar Warga Pande berhasil menjadi pemimpin manusia yang utama.

Adapun yang dimaksud dengan perbuatan Asta Chandala yaitu :

  1. Amahat, ngaran manginum amdya, metu mawero (minum minuman keras yang memabukan)
  2. Amalanathing, ngaran maka balandhang jejuden (menjadi bandar judi)
  3. Anjagal, ngaran amati mati pasa, madwal daging mentah (membunuh binatang dan menjadi penjual daging mentah)
  4. Amande lemah, ngaran akarya payuk pane (membuat periuk dan barang tembikar lain dari tanah)
  5. Anyuledang, ananggap upah nebuk padi (menjadi tukang tumbuk padi)
  6. Anapis, ngaran amangan sesaning wang len (makan makanan sisa orang lain) ; Amurug papali ngaran (jangan melanggar pantangan)
  7. Amangan klalatu (makan laron/dedalu)
  8. Iwak pinggul ngaran dedeleg (ikan gabus atau jeleg)

*

Secara pemahaman saya pribadi, terkait Bhisama Ketiga ini sebagian hukumnya Mutlak dan sebagian lagi masih dalam tahap ‘kembali pada keyakinan’. Mengapa saya katakan demikian ?

  • Untuk 2 (dua) poin pertama, saya kira semua umat manusia (dengan ajaran agama mereka) memang sudah sepantasnya atau wajib mematuhinya, meskipun dalam prakteknya ada juga yang masih melakukannya.
  • Untuk 3 (tiga) poin berikutnya, saya kira akan ada kerancuan pemahaman secara umum dari masyarakat luas (di masa kini) apabila tidak ditambahkan dengan alasannya, mengapa Semeton Warga Pande tidak diperkenankan menjadi penjual daging, membuat tembikar atau tukang tumbuk padi ? bisa jadi lantaran pada jaman dahulu kemampuan untuk memande (membuat senjata dan peralatan) yang dilakoni oleh seorang Warga Pande dianggap sangat berharga sehingga ada pendapat yang menyatakan bahwa ‘dimana terdapat kerajaan, disitu pastinya terdapat Warga Pande’. Karena biasanya pasokan senjata dan peralatan tempur dibuat oleh Warga Pande tersebut. Akan sangat disayangkan apabila kemampuan tersebut hilang begitu saja.
  • Untuk sisa poin terakhir, saya kira itu akan kembali pada keyakinan masing-masing. Memang ada beberapa cerita yang saya dengar disekitar kami ketika seorang Warga Pande mencoba melanggar pantangan hanya karena ingin membuktikan pantangan atau larangan tersebut. Ketika nekat menyantap daging ikan Gabus atau Jeleg mengakibatkan timbulnya gatal disekujur tubuh dan membengkak. Barangkali hal-hal seperti ini bisa saja dijelaskan dari segi medis, apakah terkait alergi misalnya, namun apabila dirunut ke kisah (atau mitos ?) masa lalu seorang Warga Pande dalam hubungannya dengan keberadaan ikan Gabus, wajar apabila kutukan secara niskala bisa berjalan. Percaya atau tidak, itu saja.

* * *

Bhisama keempat, adalah bhisama Mpu Siwa Saguna kepada Brahmna Dwala mengenai larangan menggunakan tirtha dari sulinggih lainnya. Larangan ini sama sekali bukan didasari oleh niat merendahkan atau melecehkan sulinggih dari keturunan yang lain (bukan Warga Pande), akan tetapi menyangkut beberapa hal prinsip yang harus dipahami oleh Warga Pande. Selengkapnya bisa dibaca pada tulisan berikut.

Ada empat alasan kiranya Warga Pande disarankan untuk menggunakan sulinggih dari keturunan Pande atau lazim dikenal dengan Sira Mpu adalah sebagai berikut :

  • Pertama, pemakaian Sira Mpu adalah penerusan tradisi leluhur yang telah berlangsung sejak jaman sebelum kedatangan DangHyang Nirartha ke Bali. Jauh sebelum Beliau datang Warga Pande telah memiliki sulinggih sendiri yaitu Sira Mpu. Tradisi itulah yang telah diwariskan dari generari ke generasi, kendatipun pada saat jayanya sistem kerajaan di Bali, banyak rintangan dan hambatan yang dialami oleh Warga Pande, karena banyak warga desa yang melarang pemakaian Sira Mpu oleh Warga Pande.
  • Kedua, Warga Pande tidak menggunakan Sulinggih lain, karena ada mantra-mantra khusus yang tidak dipakai oleh Sulinggih lainnya, khususnya yang berkaitan dengan Bhisama kedua yaitu ajaran Panca Bayu. Mantra yang tidak boleh dilupakan oleh Warga Pande yang berhubungan erat dengan profesi utama seorang Warga Pande.
  • Ketiga, Warga Pande seperti warga/soroh lainnya di Bali, memiliki aturan tersendiri dalam pembuatan kajang kawitan. Kajang kawitan Pande hanya dipahami secara mendalam oleh Sira Mpu atau pemangku pura kawitan sehingga hanya merekalah yang berhak membuat kajang kawitan Pande.
  • Keempat, tata cara pediksaan di kalangan Warga Pande sangat berbeda dengan tata cara pediksaan dikalangan warga lain, khususnya keturunan DangHyang Nirartha. Perbedaan ini sangat prinsip bagi Warga Pande, dimana Warga Pande melakukan pediksaan dengan sistem Widhi Krama.

*

Secara pemahaman saya pribadi, terkait Bhisama Keempat ini sekiranya dapat disesuaikan dengan situasi kondisi terkait upacara yang akan dilakukan. Bhisama ini ada baiknya tidak terlalu ngotot dijalankan, apabila upacara dilakukan secara massal yang melibatkan banyak soroh atau wangsa lainnya, seperti di bale banjar, sekolah, kantor, pura yang disungsung masyarakat luas ataupun tempat umum lainnya. Jika itu tetap dipaksakan (dalam kondisi tersebut), saya yakin akan timbul banyak polemik dan masalah nantinya.

* * *

Comments

Postingan Lain

Jodoh di Urutan ke-3 Tanda Pesawat IG

Kata Orangtua Jaman Now, Jodoh kita itu adanya di urutan ke-3 tanda pesawat akun IG.  Masalahnya adalah, yang berada di urutan ke-3 itu bapak-bapak ganteng brewokan berambut gondrong.  Lalu saya harus gimana ?  #jodohurutanketigadipesawat  Mestinya kan di urutan SATU ?

Mewujudkan Agenda Cuti Bersama Lebaran

Tampaknya di Hari terakhir Cuti Bersama Lebaran, sebagian besar rencana yang ingin dilakukan sejak awal liburan sudah bisa terwujud, meski masih ada beberapa agenda lainnya yang belum bisa dijalani.  Satu hal yang patut disyukuri, setidaknya waktu luang jadi bisa dimanfaatkan dengan baik untuk menyelesaikan beberapa pekerjaan tertunda beberapa waktu lalu.  1. Migrasi Blog Aksi pulang kampung ke laman BlogSpot tampaknya sudah bisa dilakukan meski dengan banyak catatan minus didalamnya. Namun setidaknya, harapan untuk tidak lagi merepotkan banyak orang, kedepannya bisa dicapai. Sekarang tinggal diUpdate dengan postingan tulisan tentang banyak hal saja.  2. Upload Data Simpeg Melakukan pengiriman berkas pegawai ke sistem online milik BKD rasanya sudah berulang kali dilakukan sejauh ini. Termasuk Simpeg Badung kali ini, yang infonya dilakukan pengulangan pengiriman berkas dengan menyamakan nomenklatur penamaan file. Gak repot sih sebenarnya. Tapi lumayan banyak yang harus dil...

Menantu Mertua dan Calon Mertua

Menonton kembali film lama Meet the Parents (2000) yang dibintangi oleh Ben Stiler dan Robert De Niro, mengingatkan saya betapa terjalnya perjalanan seorang calon menantu untuk mendapatkan kepercayaan sang calon mertua, atas putri kesayangan mereka yang kelak akan diambil menjadi seorang istri dan pendamping hidup. Meski ‘kekejaman’ yang ditunjukkan oleh sang calon mertua dalam film tersebut *sosok bapak* jauh lebih parah dari yang saya alami, namun kelihatannya cepat atau lambat, akan saya lakoni pula nantinya. Memiliki tiga putri yang salah satunya sudah masuk usia remaja, adalah saat-saat dimana kami khususnya saya sudah sewajarnya masuk dalam tahapan belajar menjadi seorang kawan bagi putri sulung saya satu ini. Mengingat ia kini sudah banyak bertanya perihal masa lalu yang saya miliki, baik soal pendidikan atau sekolah, pergaulan dan hobi. Memang sih untuk urusan pacar, ia masih menolak berbicara lebih jauh karena berusaha tak memikirkannya, namun sebagai seorang Bapak,...

Pengetahuan kecil tentang soroh PANDE

Sekali-sekali saya selaku penulis seluruh isi blog ini pengen juga ber-Narzis-ria, satu hal yang jarang saya lakukan belakangan ini, sejak dikritik oleh seorang rekan kantor yang kini jadi malas berkunjung lantaran Narzis tadi itu.  Tentu saja postingan ini bakalan berlanjut ke posting berikutnya yang isinya jauh lebih Narzis. Mohon untuk dimaklumi. *** PANDE merupakan salah satu dari empat soroh yang terangkum dalam Catur Lawa (empat daun teratai) Pasek, Pande, Penyarikan dan Dukuh- yang memiliki keahlian dalam urusan Teknologi dan Persenjataan. Ini bisa dilihat eksistensi pura masing-masing di Besakih, yang memiliki tugas dan fungsi yang berbeda-beda dalam berbagai kegiatan Ritual dan Spiritual. Dimana Pura Pasek menyediakan dan menata berbagai keperluan upakara, Pura Pande menata segala peralatannya. Pura Penyarikan menata segala kebutuhan tata usaha administrasi agar segala sesuatu berjalan dengan teratur. Sedangkan Pura Dukuh Sakti sebagai penata berbagai keperluan sandang pan...

Warna Cerah untuk Hidup yang Lebih Indah

Seingat saya dari era remaja kenal baju kaos sampai nganten, isi lemari sekitar 90an persen dipenuhi warna hitam. Apalagi pas jadi Anak Teknik, baju selem sudah jadi keharusan.  Tapi begitu beranjak dewasa -katanya sih masa pra lansia, sudah mulai membuka diri pada warna-warna cerah pada baju atasan, baik model kaos oblong, model berkerah atau kemeja.  Warna paling parah yang dimiliki sejauh ini, antara Peach -mirip pink tapi ada campuran oranye, atau kuning. Warna yang dulu gak bakalan pernah masuk ke lemari baju. Sementara warna merah, lebih banyak digunakan saat mengenal ke-Pandean, nyaruang antara warna parpol atau merahnya Kabupaten Badung.  Selain itu masih ada warna hijau tosca yang belakangan lagi ngetrend, merah marun atau biru navy. Semua warna dicobain, mengingat hidup rasanya terlalu sederhana untuk dipakein baju hitaaaaam melulu.  Harapannya bisa memberikan warna pada hidup yang jauh lebih cerah, secerah senyum istri pas lagi selfie.