Skip to main content

Asal Mula istilah Pande (lanjutan)

Tulisan berikut merupakan lanjutan dari tulisan sebelumnya yang bercerita tentang keberadaan Sekte (aliran) di Indonesia pada tahun 75 Masehi sebagai gambaran awal yang tidak terpisahkan dengan sejarah penyebutan istilah Pande.

Adapun tulisan ini sebenarnya dipublikasikan dalam bentuk Notes di sebuah jejaring sosial FaceBook oleh Yande Putrawan, seorang generasi muda Warga Pande dari Pedungan Denpasar dimana untuk sementara ini didaulat sebagai Koordinator Pembentukan Yowana Paramartha Warga Pande, sebuah wadah berkumpulnya Teruna Teruni Semeton Pande untuk bertukar informasi tentang kePandean.

* * *

Berkenaan dengan wangsa Paandie (asal kata Pande) yang akan dibahas tidak bisa terlepas dari perkembangan sekte diatas, dan di Bali khususnya karena wangsa Paandie itu sendiri merupakan salah satu bagian dari ajaran tersebut.

Adapun sumber ajaran Paandie itu berasal dari sekte Brahmana ialah salah satu sekte yang telah berkembang yang menempati urutan sangat penting diantara sekte lainnya. Pengikutnya bergelar wangsa Brahmana Paandie. Lebih jelasnya setelah Hindu jatuh ketangan Islam, istilah Brahmana tidak tampak lagi tetapi wangsanya masih ada yang sekarang disebut Pande Besi, Pande Mas dan lainnya. Tetapi keberadaannya sangat berbeda dengan yang ada di bali.

Di luar bali wangsa Paandie itu lebih berarti profesi saja, tidak ada kaitannya satu dengan lainnya. Tidak ada prasasti yang mengikat atau kewajiban moril dan rituil seperti yang ada di Bali. Di Bali Wangsa Paandie diikat dengan prasasti-prasasti dan Wimamsa-wimamsa leluhur dan secara rohaniah berhubungan sangat erat antara keluarga satu dengan keluarga lainnya dibawah istilah wangsa.

Salah satu Prasasti yang sangat terkenal disebut “Pustaka Bang Tawang” sedangkan tempat penyiwiannya disebut Gedong Sinapa atau Batur Kemulan Kesuhunan Kidul. Pustaka Bang Tawang mengandung ajaran Kawikon, Kawisesan dan ajaran Tantang Raja Parana Dewa Tatwa dan Pamurtining Aksara (ilmu sastra) yang juga termuat sebagai dasar dari segala dasar ajaran sastra.

Yang terpenting tidak dimiliki oleh ajaran-ajaran sekte lainnya adalah ajaran “Aji Pande Wesi” merupakan ilmu unggulan yang dimiliki oleh aliran Wangsa Paandie. Dilihat dari prasasti dan dewa yang dipuja puji jelaslah bahwa wangsa Paandie ini dahulunya menganut sekte brahmana. Sedangkan kiblat pemujaannya berada di Kidul “kasuhunan kidul selatan” tempat berstananya Dewa Brahmana menurut Tatwa Dewa Nawa Sanga. Ajaran Pande Wesi inilah nantinya akan melahirkan istilah Aji Paandie.

Selain ilmu unggulan “Aji Pande Wesi”, Prasasti tersebut juga memuat ajaran Pemurtining Aksara (kesusastraan) seperti Aksara Dewa, Dasaksara, Pancaksara, Panca Brahma, Aksara Permuting bumi (ilmu tentang terjadinya alam semesta), Panca Bayu dan lainnya. Semua ajaran diatas kemudian dikenal sebagai “Aji Panca Bayu”.

Aji Panca Bayu merupakan bagian dari ajaran Panca Brahma Pancaksara yang berakar dari Aji Dasaksara Pamurtining, Aksara Anacaka sastra kesusastraan.
Aji Ngaran Sastra, Saka Ngaran Tiang Ngaran Pokok (ngaran = bermakna) yang secara umum mengandung pengertian yaitu Sumber dari ajaran sastra Kesusastraan. Sastra ngaran tastas, ngaran terang benderang. Astra ngaran api ngaran sinar
(dengan mengenal api orang akan mengenal terang, sebaliknya orang yang tidak mengenal sastra sama dengan buta huruf berarti hidup dalam kegelapan)

Demikian penjelasan Tatwa Aksara (filsafat aksara) yang tercantum di dalam Aji Saraswati, yang berarti tak terbatas sari patinya. Mengenai ajaran Aji Panca Bayu yang melahirkan istilah Paandie dijelaskan sebagai berikut :

Dalam ajaran Aji Panca Bayu memuat lima ajaran inti tentang Panca Cakra atau Panca Bayu yang kemudian disebut Panca Prana. Ajaran ini sangat dirahasiakan dan hanya boleh diberikan kepada penganut sekte brahmana. Panca Bayu atau Panca Cakra itu meliputi :

1. Prana Mantram : sumber dari segala sumber kekuatan cakra bertempat di Papusuhan atau pada jantung, keluar melalui hidung berfungsi sebagai hembusan
2. Apana Mantram : kekuatan cakra bersumber pada pori pori seluruh tubuh, keluar menjadi air disebut Palungan (sumber air)
3. Sabana Mantram : kekuatan cakra bersumber pada hati, keluar menjadi api melalui mata kanan
4. Udana Mantram : kekuatan bersumber pada ubun-ubun keluar menjadi garam (inti Baja)
5. Byana Mantram : kekuatan cakra bersumber pada tiga persendian utama yaitu paha, tangan dan jari.

Cakram Mantram mengalir kepada paha menjadi kekuatan tanpa tanding, tahan api yang menyebabkan paha menjadi keras dan berfungsi sebagai landasan. Cakram Mantram mengalir ke tangan menyebabkan seluruh tangan menjadi kuat dan keras, tahan api, berfungsi sebagai palu. Cakram Mantram mengalir keseluruh jari jari tangan membuat jari menjadi tahan api, berfungsi sebagai penjepit atau sepit.

Dari ketiga sumber kekuatan inilah lalu melahirkan istilah Paandie yang kronologinya sebagai berikut :

Pa ngaran paha
An ngaran tangan
Die ngaran jeriji

Penyatuan Ketiga aksara menjadi Paandie dan selanjutnya ajaran tersebut diberi nama “Sundari Bungkah Sundari Nerus” sedangkan pustakanya disebut Pustaka Bang Tawang.

Bagi mereka yang memasuki dan memperdalam Aji Kawikon disebut Brahma Paandie, bagi mereka yang memperdalam Aji Kewisesan Satria disebut Arya Kepaandian” arya dalam bahasa jawa sama dengan Kesatria, sama dengan Gusti dalam singgih Bali. Selanjutnya bagi mereka yang menganut aliran Brahma ini disebut Wamsa Paandie atau lebih poluler disebut Wamsa Paandie, sedangkan tempat pemujaan pustakanya disebut Gedong Sinapa atau Gedong Batur Kemulan Kasuhun Kidul.

Demikian ringkasan yang dapat saya persembahkan. Semoga bermanfaat.
oleh I Wayan Putrawan, SH (Yande)

Comments

Postingan Lain

Jodoh di Urutan ke-3 Tanda Pesawat IG

Kata Orangtua Jaman Now, Jodoh kita itu adanya di urutan ke-3 tanda pesawat akun IG.  Masalahnya adalah, yang berada di urutan ke-3 itu bapak-bapak ganteng brewokan berambut gondrong.  Lalu saya harus gimana ?  #jodohurutanketigadipesawat  Mestinya kan di urutan SATU ?

Mewujudkan Agenda Cuti Bersama Lebaran

Tampaknya di Hari terakhir Cuti Bersama Lebaran, sebagian besar rencana yang ingin dilakukan sejak awal liburan sudah bisa terwujud, meski masih ada beberapa agenda lainnya yang belum bisa dijalani.  Satu hal yang patut disyukuri, setidaknya waktu luang jadi bisa dimanfaatkan dengan baik untuk menyelesaikan beberapa pekerjaan tertunda beberapa waktu lalu.  1. Migrasi Blog Aksi pulang kampung ke laman BlogSpot tampaknya sudah bisa dilakukan meski dengan banyak catatan minus didalamnya. Namun setidaknya, harapan untuk tidak lagi merepotkan banyak orang, kedepannya bisa dicapai. Sekarang tinggal diUpdate dengan postingan tulisan tentang banyak hal saja.  2. Upload Data Simpeg Melakukan pengiriman berkas pegawai ke sistem online milik BKD rasanya sudah berulang kali dilakukan sejauh ini. Termasuk Simpeg Badung kali ini, yang infonya dilakukan pengulangan pengiriman berkas dengan menyamakan nomenklatur penamaan file. Gak repot sih sebenarnya. Tapi lumayan banyak yang harus dilengkapi lagi. 

Menantu Mertua dan Calon Mertua

Menonton kembali film lama Meet the Parents (2000) yang dibintangi oleh Ben Stiler dan Robert De Niro, mengingatkan saya betapa terjalnya perjalanan seorang calon menantu untuk mendapatkan kepercayaan sang calon mertua, atas putri kesayangan mereka yang kelak akan diambil menjadi seorang istri dan pendamping hidup. Meski ‘kekejaman’ yang ditunjukkan oleh sang calon mertua dalam film tersebut *sosok bapak* jauh lebih parah dari yang saya alami, namun kelihatannya cepat atau lambat, akan saya lakoni pula nantinya. Memiliki tiga putri yang salah satunya sudah masuk usia remaja, adalah saat-saat dimana kami khususnya saya sudah sewajarnya masuk dalam tahapan belajar menjadi seorang kawan bagi putri sulung saya satu ini. Mengingat ia kini sudah banyak bertanya perihal masa lalu yang saya miliki, baik soal pendidikan atau sekolah, pergaulan dan hobi. Memang sih untuk urusan pacar, ia masih menolak berbicara lebih jauh karena berusaha tak memikirkannya, namun sebagai seorang Bapak, ya wajar s

Warna Cerah untuk Hidup yang Lebih Indah

Seingat saya dari era remaja kenal baju kaos sampai nganten, isi lemari sekitar 90an persen dipenuhi warna hitam. Apalagi pas jadi Anak Teknik, baju selem sudah jadi keharusan.  Tapi begitu beranjak dewasa -katanya sih masa pra lansia, sudah mulai membuka diri pada warna-warna cerah pada baju atasan, baik model kaos oblong, model berkerah atau kemeja.  Warna paling parah yang dimiliki sejauh ini, antara Peach -mirip pink tapi ada campuran oranye, atau kuning. Warna yang dulu gak bakalan pernah masuk ke lemari baju. Sementara warna merah, lebih banyak digunakan saat mengenal ke-Pandean, nyaruang antara warna parpol atau merahnya Kabupaten Badung.  Selain itu masih ada warna hijau tosca yang belakangan lagi ngetrend, merah marun atau biru navy. Semua warna dicobain, mengingat hidup rasanya terlalu sederhana untuk dipakein baju hitaaaaam melulu.  Harapannya bisa memberikan warna pada hidup yang jauh lebih cerah, secerah senyum istri pas lagi selfie. 

Pengetahuan kecil tentang soroh PANDE

Sekali-sekali saya selaku penulis seluruh isi blog ini pengen juga ber-Narzis-ria, satu hal yang jarang saya lakukan belakangan ini, sejak dikritik oleh seorang rekan kantor yang kini jadi malas berkunjung lantaran Narzis tadi itu.  Tentu saja postingan ini bakalan berlanjut ke posting berikutnya yang isinya jauh lebih Narzis. Mohon untuk dimaklumi. *** PANDE merupakan salah satu dari empat soroh yang terangkum dalam Catur Lawa (empat daun teratai) Pasek, Pande, Penyarikan dan Dukuh- yang memiliki keahlian dalam urusan Teknologi dan Persenjataan. Ini bisa dilihat eksistensi pura masing-masing di Besakih, yang memiliki tugas dan fungsi yang berbeda-beda dalam berbagai kegiatan Ritual dan Spiritual. Dimana Pura Pasek menyediakan dan menata berbagai keperluan upakara, Pura Pande menata segala peralatannya. Pura Penyarikan menata segala kebutuhan tata usaha administrasi agar segala sesuatu berjalan dengan teratur. Sedangkan Pura Dukuh Sakti sebagai penata berbagai keperluan sandang pangan,