Skip to main content

Tentang Reuni Alumni SMAN 6 Denpasar Angkatan 1992 oleh PanDe Baik

Ada rasa syukur bahwa saya dahulunya bukan orang yang populer dimata teman-teman sekolah, ada juga rasa bangga bahwa ketidakpopuleran saya tersebut pada akhirnya memberikan satu perhargaan yang tinggi dalam melanjutkan perjalanan hidup saya.

Mungkin itu sebabnya pada proses menuju Reuni Alumni SMAN 6 Denpasar Angkatan 1992 hingga berakhirnya acara, saya secara pribadi tidak memiliki beban perasaan untuk ikut serta didalamnya. Sama sekali tidak ada tekanan.

Berbeda halnya dengan beberapa rekan lain yang saya temui saat memburu keberadaan mereka. Ada yang masih merasa malu lantaran belum mampu menunjukkan ‘tingkat kesuksesannya, ada juga yang merasa malu lantaran belum berstatus menikah. Bahkan ada pula yang kebat-kebit lantaran khawatir bakalan bersua dengan sang mantan pasangan. Wah…

Bisa jadi lantaran saya memiliki waktu luang yang cukup banyak disela pekerjaan sebagai abdi negara, ikut terlibat penuh sedari awal dalam kepanitiaan yang dibentuk dan disepakati bersama. Waktu yang biasanya saya gunakan untuk menumpahkan isi kepala dalam bentuk tulisan untuk kemudian dipublikasi lewat BLoG, perlahan tergantikan dengan berbagai aktifitas yang berkaitan dengan Reuni. Entah mempersiapkan foto masing-masing kelas, menuliskan laporan notulen rapat, berkoordinasi melalui jejaring sosial FaceBook hingga tetap kontak satu sama lain melalui ponsel seluler.

Disadari atau tidak, kemajuan teknologi informasi yang berkembang pesat belakangan ini terutama keberadaan FaceBook sebagai salah satu jejaring sosial pertemanan, memberikan nilai positif dalam proses perencanaan Reuni ini. Memburu keberadaan teman didunia maya yang ketika ditemukan langsung disebarluaskan pada yang lainnya, berkoordinasi antar panitia melalui satu thread (message) pada FaceBook dan juga secara aktif  berkirim informasi dengan membentuk satu Group Alumni SMAN 6 Denpasar Angkatan 1992 untuk mempermudah komunikasi. Jadi jangan (selalu) menyalahkan FaceBook.

Yang tak kalah penting adalah toleransi atau tenggang rasa yang tetap terjalin antar Panitia hingga acara berakhir. Kendati ada perbedaan pendapat dan pola pikir yang sempat hampir memicu sedikit ketegangan, namun pada akhirnya semua itu dapat disepakati secara bersama. Inilah resiko bekerja dengan banyak kepala.

Terlibat secara penuh sejak awal jujur saja membuat saya kehilangan moment yang barangkali seharusnya saya nikmati saat bersua malam minggu kemarin. Tapi yah, itu memang satu resiko yang patut saya hadapi jika ingin Reuni berjalan dengan baik. Mungkin itu sebabnya pula saya tidak terlalu peduli dengan penampilan dan juga performance saya dimata teman-teman. Keringat yang mengucur deras membasahi baju yang saya kenakan. Saya bahkan tak lagi peduli dengan candaan teman yang mempertanyakan keadaan saat itu.

Semua sudah terlaksana. Tinggal dua event lagi yang sedianya akan dijalani. Berbagi dengan Teman yang mengalami keterbatasan fisik lantaran kecelakaan yang dialami pasca kelulusan sekolah. dan tentu saja pembubaran Panitia. Tapi entah mengapa, saya secara pribadi sudah merasa kehilangan mood duluan ketimbang melanjutkan semua proses ini. Bisa jadi lantaran sudah merasa jenuh dengan proses Reuni yang terlalu lama (hampir 4 bulan lamanya), bisa juga lantaran tidak banyak hal baru yang saya temui saat bersua kemarin.

Ini saya maklumi lantaran beberapa dari kami yang dahulunya berada didalam satu kelas Fisika, masih tetap saling kontak dan berkomunikasi dalam segala situasi bahkan saat pernikahan dan kelahiran putra putri kami sekalipun. Apalagi orang-orang yang saya harapkan bisa tetap bersua, rupanya sudah saya temukan jauh sebelum reuni ini direncanakan. Alit Wisnawa yang merupakan teman sebangku saat berada di kelas I 2, Ketut Sudiasa yang juga teman sebangku saat penjurusan di kelas II A1 (Fisika) dan tentu saja Nyoman Budiana, teman sebangku dikelas III. Sedangkan beberapa yang lainnya malah kerap berkomunikasi via ponsel seluler dan bersua ketika salah satu dari kami mengadakan hajatan tertentu. Tidak heran apabila saya selaku koordinator dari Kelas Fisika masih mampu mengingat nama-nama mereka satu persatu.

Maaf jika ada Rekan-Rekan yang kurang berkenan dengan tumpahan isi kepala saya kali ini. Tapi inilah yang sejujurnya tentang Reuni Alumni SMAN 6 Denpasar Angkatan 1992 oleh PanDe Baik.

Comments

Postingan Lain

Jodoh di Urutan ke-3 Tanda Pesawat IG

Kata Orangtua Jaman Now, Jodoh kita itu adanya di urutan ke-3 tanda pesawat akun IG.  Masalahnya adalah, yang berada di urutan ke-3 itu bapak-bapak ganteng brewokan berambut gondrong.  Lalu saya harus gimana ?  #jodohurutanketigadipesawat  Mestinya kan di urutan SATU ?

Mewujudkan Agenda Cuti Bersama Lebaran

Tampaknya di Hari terakhir Cuti Bersama Lebaran, sebagian besar rencana yang ingin dilakukan sejak awal liburan sudah bisa terwujud, meski masih ada beberapa agenda lainnya yang belum bisa dijalani.  Satu hal yang patut disyukuri, setidaknya waktu luang jadi bisa dimanfaatkan dengan baik untuk menyelesaikan beberapa pekerjaan tertunda beberapa waktu lalu.  1. Migrasi Blog Aksi pulang kampung ke laman BlogSpot tampaknya sudah bisa dilakukan meski dengan banyak catatan minus didalamnya. Namun setidaknya, harapan untuk tidak lagi merepotkan banyak orang, kedepannya bisa dicapai. Sekarang tinggal diUpdate dengan postingan tulisan tentang banyak hal saja.  2. Upload Data Simpeg Melakukan pengiriman berkas pegawai ke sistem online milik BKD rasanya sudah berulang kali dilakukan sejauh ini. Termasuk Simpeg Badung kali ini, yang infonya dilakukan pengulangan pengiriman berkas dengan menyamakan nomenklatur penamaan file. Gak repot sih sebenarnya. Tapi lumayan banyak yang harus dil...

Menantu Mertua dan Calon Mertua

Menonton kembali film lama Meet the Parents (2000) yang dibintangi oleh Ben Stiler dan Robert De Niro, mengingatkan saya betapa terjalnya perjalanan seorang calon menantu untuk mendapatkan kepercayaan sang calon mertua, atas putri kesayangan mereka yang kelak akan diambil menjadi seorang istri dan pendamping hidup. Meski ‘kekejaman’ yang ditunjukkan oleh sang calon mertua dalam film tersebut *sosok bapak* jauh lebih parah dari yang saya alami, namun kelihatannya cepat atau lambat, akan saya lakoni pula nantinya. Memiliki tiga putri yang salah satunya sudah masuk usia remaja, adalah saat-saat dimana kami khususnya saya sudah sewajarnya masuk dalam tahapan belajar menjadi seorang kawan bagi putri sulung saya satu ini. Mengingat ia kini sudah banyak bertanya perihal masa lalu yang saya miliki, baik soal pendidikan atau sekolah, pergaulan dan hobi. Memang sih untuk urusan pacar, ia masih menolak berbicara lebih jauh karena berusaha tak memikirkannya, namun sebagai seorang Bapak,...

Pengetahuan kecil tentang soroh PANDE

Sekali-sekali saya selaku penulis seluruh isi blog ini pengen juga ber-Narzis-ria, satu hal yang jarang saya lakukan belakangan ini, sejak dikritik oleh seorang rekan kantor yang kini jadi malas berkunjung lantaran Narzis tadi itu.  Tentu saja postingan ini bakalan berlanjut ke posting berikutnya yang isinya jauh lebih Narzis. Mohon untuk dimaklumi. *** PANDE merupakan salah satu dari empat soroh yang terangkum dalam Catur Lawa (empat daun teratai) Pasek, Pande, Penyarikan dan Dukuh- yang memiliki keahlian dalam urusan Teknologi dan Persenjataan. Ini bisa dilihat eksistensi pura masing-masing di Besakih, yang memiliki tugas dan fungsi yang berbeda-beda dalam berbagai kegiatan Ritual dan Spiritual. Dimana Pura Pasek menyediakan dan menata berbagai keperluan upakara, Pura Pande menata segala peralatannya. Pura Penyarikan menata segala kebutuhan tata usaha administrasi agar segala sesuatu berjalan dengan teratur. Sedangkan Pura Dukuh Sakti sebagai penata berbagai keperluan sandang pan...

Warna Cerah untuk Hidup yang Lebih Indah

Seingat saya dari era remaja kenal baju kaos sampai nganten, isi lemari sekitar 90an persen dipenuhi warna hitam. Apalagi pas jadi Anak Teknik, baju selem sudah jadi keharusan.  Tapi begitu beranjak dewasa -katanya sih masa pra lansia, sudah mulai membuka diri pada warna-warna cerah pada baju atasan, baik model kaos oblong, model berkerah atau kemeja.  Warna paling parah yang dimiliki sejauh ini, antara Peach -mirip pink tapi ada campuran oranye, atau kuning. Warna yang dulu gak bakalan pernah masuk ke lemari baju. Sementara warna merah, lebih banyak digunakan saat mengenal ke-Pandean, nyaruang antara warna parpol atau merahnya Kabupaten Badung.  Selain itu masih ada warna hijau tosca yang belakangan lagi ngetrend, merah marun atau biru navy. Semua warna dicobain, mengingat hidup rasanya terlalu sederhana untuk dipakein baju hitaaaaam melulu.  Harapannya bisa memberikan warna pada hidup yang jauh lebih cerah, secerah senyum istri pas lagi selfie.