Tidak membutuhkan waktu lama untuk menemukan satu tembang yang dapat menggambarkan perasaanku ketika menyusuri Kota Jakarta. Kota yang hampir ditiap titik ruas jalan terjadi kemacetan luar biasa, jauh lebih krodit ketimbang lalu lintas Kota Denpasar. Kota yang dipenuhi rompok rumah kumuh disana sini seakan yang namanya Rencana Tata Ruang Kota tak mampu mengungkung mereka satu persatu, tumbuh bagai rumput liar yang siap merambah setiap jengkal tanahnya. Begitu juga dengan pedagang emper kaki lima seakan tumpah ruah berusaha menjejalkan diri ditengah hiruk pikuknya keramaian Kota.
Iwan Fals, beberapa kali mengungkapkannya lewat lagu yang kurang lebih sudah mampu mewakili hati kecilku. Sambil bersenandung kunikmati pemandangan yang membuatku merasa sangat miris dengan keadaan mereka. Keadaan yang membuat perut lebih digunakan untuk berbicara ketimbang hati.
Angkutan umum berlomba dengan puluhan taksi menaikturunkan penumpang seenaknya, pejalan kaki yang berlarian dikejar waktu atau pedagang liar yang berusaha menghabiskan isi dagangannya, campur aduk dengan bunyi klakson dimana-mana serta hentakan atau hardikan beberapa preman berbaju kaos oblong hitam. Mendadak aku rindu dengan tanah kelahiranku.
Terhenyak menyaksikan seorang anak kecil yang dipukul ibunya lantaran berjoget kegirangan hanya agar anaknya duduk manis dan tidak merepotkannya meminta-minta, atau malah tersenyum ketika melihat seorang pedagang (mungkin masih lajang) begitu antusias berbicara dengan lawan jenisnya yang juga pedagang di persimpangan dekat jalan tanjakan, membuatku merasa ingin segera pulang dan hadir ditengah gelak tawa putri kecilku serta hangatnya pelukan istri.
Jakarta rusuh ungkap sms seorang teman… kendati tidak mewakili image Kota Jakarta secara keseluruhan seperti halnya tahun 1998 silam, kabarnya para demonstran sampai disemprot water cannon oleh aparat atau riuhnya “anak-anak TK” di gedung perwakilan rakyat tak pelak makin membuatku begitu antipati berada disini.
Aku rindu tanah kelahiranku… rindu akan hangatnya lingkungan yang kendati berada dalam garis hidup yang pas-pasan, namun keramahan itu tetap ada.
Comments
Post a Comment