Skip to main content

Melintasi Perjalanan sepanjang Surabaya – Batu – Malang

Miris… barangkali itulah satu-satunya kata yang ada dalam pikiran sepanjang perjalanan melintasi Surabaya – Batu – Malang saat liburan beberapa waktu lalu. Bagaimana tidak ? mata seakan disuguhkan tayangan yang menyayat dan secara tidak langsung membuat hati ini merasa bersyukur dengan keadaan dan kehidupan pribadi saat ini.

Ruas jalan sepanjang tanggul penahan lumpur Kota Sidoarjo adalah pemandangan pertama yang kami lewati. Rata-rata menyajikan rasa yang sama… Mirip kota mati. Bangunan-bangunan sekitarnya telah lama ditinggal pergi penghuninya hingga terlihat sangat kumuh dan mengenaskan. Potret yang disebabkan oleh satu dua kepentingan pribadi malahan mengorbankan kepentingan banyak pihak…

Uniknya luapan lumpur ‘Lapindo’ kini berkembang menjadi sebuah obyek wisata bagi para pelancong domestik yang sekedar ingin tau dan melihat seperti apa kondisi banjir lumpur yang melahap beberapa lingkup desa setempat. Terlihat beberapa tempat disulap menjadi lahan  parkir dadakan, lengkap dengan rompok pedagang kecil yang menawarkan minuman pelepas dahaga dan tak lupa tangga darurat untuk mengakses sisi atas tanggul serta beberapa oknum yang berjaga di pintu masuk untuk menarik sejumlah ‘karcis masuk’. Momen ini jelas dimanfaatkan dengan baik mengingat aset luapan lumpur ini sangat fenomenal dan menyerap perhatian pemerintah dan masyarakat luas selama berbulan-bulan.

Menuju kawasan Kota Batu makin terlihat pemandangan yang tak biasa disepanjang jalan yang kami lalui. Banyaknya lahan kosong atau bangunan yang tak terurus menyiratkan ketidakpedulian lingkungan setempat entah untuk membersihkan, mempercantik ataupun memperindah lahan tersebut ketika sudah tidak digunakan lagi. Tak hanya itu, entah lantaran kondisi ekonomi yang rendah atau barangkali memang sudah adat dan budaya setempat, rata-rata rumah yang saya lihat memiliki ketinggian lantai yang nyaris sama dengan halamannya. Entah bagaimana jadinya kalo seumpama hujan mendera area tersebut dan mengakibatkan banjir…

Macetnya lalu lintas disepanjang perjalanan tak luput dari perhatian pula. Beragamnya jenis kendaraan yang melintas, dari mobil keluaran mutakhir hingga yang berkelas jadul dan aneh pun ada. Angkutan Umum rata-rata masih menggunakan Daihatsu dengan dobel kabin plus sedikit ruang di bak belakang mengingatkan saya dengan Ford keluaran terbaru. Hanya saja yang ini jauh lebih mungil bentuknya. Truk gandeng disini adalah hal yang sangat biasa. Gandengannya itu tak hanya berupa tangki premium, tapi juga berbentuk bak bahkan ada juga yang berupa sedikit aneh, mirip punggung binatang. Bahkan ada juga yang nekat menyulap beberapa peralatan yang semestinya digunakan di sawah, diubah menjadi kendaraan tumpangan. Tapi jangan berharap banyak dengan kecepatannya. Hehehe…

Memasuki kawasan jembatan Suramadu pikiran sempat melayang pada perubahan perilaku mata pencaharian penduduk setempat yang dahulunya barangkali lebih memilih transportasi kapal laut untuk menyeberangi lautan, kini beralih cukup dengan kendaraan bermotor. Lantas kemana perginya para pemilik kapal laut dan mereka yang beraktifitas di pelabuhan ? Kondisi ini tak jauh beda dengan reklamasi yang dilakukan Pemerintah Propinsi Bali terhadap akses menuju Pura Sakenan, yang melumpuhkan aktivitas para penduduk yang dahulunya mengandalkan hidup dari transportasi air. Kini perahu kapal yang biasanya digunakan menyeberang dari Tanjung Benoa, hanya digunakan untuk bernostalgia saja bagi yang rindu kenangan lama.

Kereta Api adalah salah satu alternatif transportasi yang kerap ditemui sepanjang perjalanan. Bentangan rel yang sedianya dilalui tampak melintang diberbagai belahan kawasan entah ditengah pemukiman penduduk atau malah dibeberapa ruas jalan raya. Kedatangannya selalui ditandai oleh lonceng yang dibunyikan oleh pos pengawasan jalur Kereta Api setempat. Seperti yang tampak disalah satu sudut Pasar Grosir Surabaya (PGS), bentangan rel melintang menembus ruas jalan hingga melewati areal bawah bangunan. Sekedar informasi bahwa jenis kereta yang diijinkan melintas disini adalah tipe kereta barang.

Sayang, adanya bentangan rel dikawasan ini tidak terlalu dipedulikan oleh lingkungan sekitarnya. Saya bahkan sempat terheran-heran dengan santainya para pedagang berinteraksi disepanjang jalur Kereta Api dengan jarak semeteran atau diparkirnya dua becak diatas rel dan ditinggalkan pemiliknya. Makin tidak percaya ketika hal ini saya tanyakan kepada salah satu petugas yang berada di pos pengawasan, bahwa rel kereta ini masih aktif digunakan dan semua pemandangan yang terlihat ini adalah hal yang sudah biasa. Mungkin itu adalah salah satu faktor tingginya tingkat kecelakaan yang melibatkan kereta api di negeri ini.

Comments

Postingan Lain

Jodoh di Urutan ke-3 Tanda Pesawat IG

Kata Orangtua Jaman Now, Jodoh kita itu adanya di urutan ke-3 tanda pesawat akun IG.  Masalahnya adalah, yang berada di urutan ke-3 itu bapak-bapak ganteng brewokan berambut gondrong.  Lalu saya harus gimana ?  #jodohurutanketigadipesawat  Mestinya kan di urutan SATU ?

Mewujudkan Agenda Cuti Bersama Lebaran

Tampaknya di Hari terakhir Cuti Bersama Lebaran, sebagian besar rencana yang ingin dilakukan sejak awal liburan sudah bisa terwujud, meski masih ada beberapa agenda lainnya yang belum bisa dijalani.  Satu hal yang patut disyukuri, setidaknya waktu luang jadi bisa dimanfaatkan dengan baik untuk menyelesaikan beberapa pekerjaan tertunda beberapa waktu lalu.  1. Migrasi Blog Aksi pulang kampung ke laman BlogSpot tampaknya sudah bisa dilakukan meski dengan banyak catatan minus didalamnya. Namun setidaknya, harapan untuk tidak lagi merepotkan banyak orang, kedepannya bisa dicapai. Sekarang tinggal diUpdate dengan postingan tulisan tentang banyak hal saja.  2. Upload Data Simpeg Melakukan pengiriman berkas pegawai ke sistem online milik BKD rasanya sudah berulang kali dilakukan sejauh ini. Termasuk Simpeg Badung kali ini, yang infonya dilakukan pengulangan pengiriman berkas dengan menyamakan nomenklatur penamaan file. Gak repot sih sebenarnya. Tapi lumayan banyak yang harus dil...

Menantu Mertua dan Calon Mertua

Menonton kembali film lama Meet the Parents (2000) yang dibintangi oleh Ben Stiler dan Robert De Niro, mengingatkan saya betapa terjalnya perjalanan seorang calon menantu untuk mendapatkan kepercayaan sang calon mertua, atas putri kesayangan mereka yang kelak akan diambil menjadi seorang istri dan pendamping hidup. Meski ‘kekejaman’ yang ditunjukkan oleh sang calon mertua dalam film tersebut *sosok bapak* jauh lebih parah dari yang saya alami, namun kelihatannya cepat atau lambat, akan saya lakoni pula nantinya. Memiliki tiga putri yang salah satunya sudah masuk usia remaja, adalah saat-saat dimana kami khususnya saya sudah sewajarnya masuk dalam tahapan belajar menjadi seorang kawan bagi putri sulung saya satu ini. Mengingat ia kini sudah banyak bertanya perihal masa lalu yang saya miliki, baik soal pendidikan atau sekolah, pergaulan dan hobi. Memang sih untuk urusan pacar, ia masih menolak berbicara lebih jauh karena berusaha tak memikirkannya, namun sebagai seorang Bapak,...

Pengetahuan kecil tentang soroh PANDE

Sekali-sekali saya selaku penulis seluruh isi blog ini pengen juga ber-Narzis-ria, satu hal yang jarang saya lakukan belakangan ini, sejak dikritik oleh seorang rekan kantor yang kini jadi malas berkunjung lantaran Narzis tadi itu.  Tentu saja postingan ini bakalan berlanjut ke posting berikutnya yang isinya jauh lebih Narzis. Mohon untuk dimaklumi. *** PANDE merupakan salah satu dari empat soroh yang terangkum dalam Catur Lawa (empat daun teratai) Pasek, Pande, Penyarikan dan Dukuh- yang memiliki keahlian dalam urusan Teknologi dan Persenjataan. Ini bisa dilihat eksistensi pura masing-masing di Besakih, yang memiliki tugas dan fungsi yang berbeda-beda dalam berbagai kegiatan Ritual dan Spiritual. Dimana Pura Pasek menyediakan dan menata berbagai keperluan upakara, Pura Pande menata segala peralatannya. Pura Penyarikan menata segala kebutuhan tata usaha administrasi agar segala sesuatu berjalan dengan teratur. Sedangkan Pura Dukuh Sakti sebagai penata berbagai keperluan sandang pan...

Warna Cerah untuk Hidup yang Lebih Indah

Seingat saya dari era remaja kenal baju kaos sampai nganten, isi lemari sekitar 90an persen dipenuhi warna hitam. Apalagi pas jadi Anak Teknik, baju selem sudah jadi keharusan.  Tapi begitu beranjak dewasa -katanya sih masa pra lansia, sudah mulai membuka diri pada warna-warna cerah pada baju atasan, baik model kaos oblong, model berkerah atau kemeja.  Warna paling parah yang dimiliki sejauh ini, antara Peach -mirip pink tapi ada campuran oranye, atau kuning. Warna yang dulu gak bakalan pernah masuk ke lemari baju. Sementara warna merah, lebih banyak digunakan saat mengenal ke-Pandean, nyaruang antara warna parpol atau merahnya Kabupaten Badung.  Selain itu masih ada warna hijau tosca yang belakangan lagi ngetrend, merah marun atau biru navy. Semua warna dicobain, mengingat hidup rasanya terlalu sederhana untuk dipakein baju hitaaaaam melulu.  Harapannya bisa memberikan warna pada hidup yang jauh lebih cerah, secerah senyum istri pas lagi selfie.