Tersadar tepat pukul 5 (lima) pagi waktu setempat saya langsung bersiap dan menuju warung seberang jalan untuk menikmati makan pagi dan segelas kopi. Dinginnya Kota Batu membuat rasa lapar itu muncul jauh lebih awal dari jadwal yang ditetapkan oleh pihak Hotel dan Indo Sarana Travel. Setidaknya saya tidak perlu berebut layaknya anak SD saat jadwal makan pagi dilakukan.
Diwarung kecil ini pula saya berkenalan dengan Ibu Sulastri yang merupakan salah seorang petani binaan Disperindag setempat, tergabung dalam sebuah paguyuban UKM GRAS (Guyub Rukun Agawe Santoso). Mereka dibina agar mampu mengolah hasil pertanian menjadi produk yang mampu dijual sebagai makanan dan minuman khas Kota Batu dan biasanya menjadi oleh-oleh wajib bagi para wisatawan. Cerita lengkapnya nanti saja ya.
Agenda hari kedua ini diawali dengan mengitari Kota Malang (Malang City Sight Seeing Tour) dilanjutkan menuju daerah Trowulan yang merupakan areal Wisata Candi Peninggalan Kerajaan Majapahit. Tak lupa kami menyempatkan diri untuk bersembahyang di areal Candi Tikus yang berada tak jauh dari Museum. Ditempat ini kami mendapatkan banyak pengetahuan baru perihal sejarah Kerajaan Majapahit dan kemungkinan/perkiraan kehidupan pada masa tersebut.
Perjalanan dilanjutkan menuju Kota Surabaya dan melintasi daerah Porong Sidoarjo dimana semburan Lumpur Lapindo itu terjadi. Miris, itu yang saya rasakan secara pribadi. Melihat kondisi bangunan yang ada disepanjang jalan utama tersebut, banyak yang sudah ditinggal pergi pemiliknya hingga kesan yang didapat layaknya kota mati. Uniknya pada beberapa titik terdapat papan yang menunjukkan areal parkir, lengkap dengan warung kecil yang menyediakan minuman pelepas dahaga plus tangga yang dapat menghantarkan ‘Pengunjung’ ke areal ‘obyek wisata dadakan’.
Sayangnya lantaran waktu telah berjalan menjelang sore, rencana kunjungan melihat jembatan Suramadu yang fenomenal itu diundur dan rombongan langsung diarahkan untuk makan malam dan beristirahat di Hotel Singgasana. Molornya waktu dari jadwal yang telah ditetapkan sebelumnya lebih banyak disebabkan oleh amburadulnya kegiatan makan siang yang kabarnya sempat memicu emosi salah seorang atasan, lantaran penumpang bus ketiga yang tiba terakhir tidak mendapatkan jatah makan. Yah, ini pengalaman baru yang seharusnya dapat menjadi pelajaran berharga bagi pihak Tours & Travel, bahwa untuk menangani urusan konsumsi satu rombongan dalam jumlah besar dan beragam latar belakang ya tidak dapat dilakukan dengan cara prasmanan.
Hingar Bingarnya kota metropolitan Surabaya tampaknya dimanfaatkan dengan sangat optimal oleh sebagian besar anggota rombongan untuk mengunjungi tempat-tempat hiburan seperti Karaoke, Pusat Perbelanjaan hingga sang fenomenal Dolly. Saya pribadi lebih suka berkeliling areal hotel yang nampaknya cukup mampu membangunkan hasrat ‘ke-arsitek-an’ yang telah lama saya tinggalkan. Jadi ingat masa kuliah dulu…
Comments
Post a Comment