Dua hari terakhir ini jajaran Dit Lantas Polda Bali mulai memberlakukan peraturan baru terkait usaha untuk menekan angka kecelakaan lalu lintas yang kerap terjadi di Kota Denpasar. Peraturan ini mengacu kepada Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan (LLAJ) pasal 107 ayat 2 yang salah satu poinnya adalah menghimbau agar masyarakat yang menggunakan kendaraan sepeda motor menyalakan lampu kendaraan disiang hari. Jika tidak, bersiaplah untuk membayar denda sebesar 100 ribu rupiah.
Himbauan ini disampaikan melalui pamflet yang dipasang dan disebarkan diseantero jalan Kota Denpasar. Tak ketinggalan diantara para jajaran yang terlihat sedang mengatur laju lalu lintas, ada juga yang membawa papan kecil bertuliskan himbauan tersebut. Sebenarnya hal ini bukanlah hal baru bagi masyarakat Kota Denpasar. Beberapa waktu lalu sudah pernah dicoba dan diterapkan namun kemudian menghilang, mubazir kata orang.
Selain poin ‘menyalakan lampu kendaraan disiang hari, ada banyak lagi yang harus diperhatikan oleh pengendara antara lain ‘menyalakan lampu kendaraan dimalam hari, memiliki SIM/STNK, memasang plat kendaraan yang bagi saya pribadi sudah jelas dimengerti oleh masyarakat. Tapi ‘menyalakan lampu kendaraan disiang hari ?
Jujur saja saya kebingungan dengan peraturan ini sedari awal. Apa alasannya mengapa harus menyalakan lampu kendaraan disiang hari ? Mungkin bisa dilakukan sosialisasi kepada masyarakat baik itu pada tempat-tempat umum, media massa ataupun televisi. Tujuannya agar masyarakat mengerti dan memahami apa makna atau maksud dari ‘menyalakan lampu kendaraan disiang hari tersebut.
Apakah sebagai tanda bagi pengendara lain agar berhati-hati ketika menyeberang jalan, berpapasan pada laju kendaraan dua arah (bagaimana jika lalu lintas satu arah ???) ataukah ada alasan tertentu lainnya. Seberapa efektif pula hubungan ‘menyalakan lampu kendaraan disiang hari dengan penurunan angka kecelakaan, MENGINGAT perilaku para pengendara sepeda motor yang masih seenak perut mereka berperilaku dijalan raya.
Saya yakin banyak orang yang pernah mengalami hal yang barangkali pernah saya alami. Anak-anak yang sudah jelas secara visual seragam berada pada usia ‘dibawah umur standar kepemilikan SIM, berkeliaran dijalan raya dengan sepeda motor rilis terbaru, alasan para orang tua karena mereka tidak memiliki waktu untuk mengantar anaknya, bisa juga karena jauhnya jarak tempuh si anak dari rumah ke sekolah. Bukan rahasia lagi kalau didaerah pinggiran kota, begitu banyak anak-anak yang barangkali untuk menjejakkan kaki mereka di aspal sambil badan tetap berada diatas sepeda motor saja masih kesusahan namun dengan pongahnya ngebut dijalan raya.
Banyak pengendara yang tidak tahu, mana yang dinamakan jalur lambat kendaraan atau jalur cepat, sehingga kerap para pengendara sepeda motor berada ditengah-tengah jalan raya, menghalangi laju kendaraan yang ada dibelakangnya. Yang ketika ditegur malah balik marah-marah…
Ada juga yang bersikap ‘slonong asal, yang penting ada kesempatan tanpa melihat ada tidaknya kendaraan sekitar, langsung main potong jalur. Kadang sambil mengomel ketika sebuah kendaraan yang terlanjur melaju dengan kencang mendadak ngerem gara-gara aksi slonong asal. Tidak peduli dengan kedua spion yang menjulang dikedua sisi motor.
Masih banyak kok perilaku pengendara motor yang menurut saya malah memiliki kecenderungan lebih besar menciptakan kecelakaan ketimbang ‘menyalakan lampu kendaraan disiang hari. Pengendara motor yang nekat menyalip kendaraan lain dari sisi kiri, pengendara yang naik ke jalur trotoar pejalan kaki akibat terjebak macet, atau pengendara yang dengan cueknya berada pada jalur yang bukan peruntukkannya (arus lalu lintas dua arah).
Mungkin sebaiknya selain sosialisasi yang saya harapkan tadi, sebelum memberlakukan sebuah peraturan baru lalu lintas, dapat pula mempertmbangkan perilaku sosial pengendara saat ini. Jangan sampe apa yang sudah dimulai dengan anggaran biaya yang mahal, hanya ‘hangat-hangat tahi ayam’ dan kemudian menghilang (lagi)….
Comments
Post a Comment