Skip to main content

Andai ia masih hidup, barangkali kita akan terus melupakannya

Kematian itu bisa datang kapan saja, dan setiap kali datang, tak seorangpun yang mampu memintanya untuk menunggu, membuat setiap orang yang dihampiri akan berlalu seiring waktu…

Berita kematian Mbah Surip, salah satu artis musik endatang baru yang melesat bak komet membuat ramai semua pihak yang mengenalnya, yang pernah dekat sampai yang baru ngeh dengan keberadaannya. Media televisi penuh dengan pemberitaan yang dikulik dari berbagai sisi. Media cetak harianpun tak kalah ramai menaikkan liputan dan kenangan rekan-rekannya saat si Mbah masih hidup dahulu. Seakan tak mau ketinggalan, masyarakat biasa pun ikut-ikutan meng-update status facebook mereka plus blog dengan rasa bela sungkawa ikut prihatin atas kejadian selasa lalu. Saya adalah salah satunya.

Setelah kepergiannya barulah publik bertanya-tanya, siapa sebenarna Mbah Surip. Barulah orang-orang yang mengenalnya, pernah dekat atau baru ngeh dengan keberadaannya mulai berkomentar, berlomba-lomba mengungkapkan pada publik tentang kedekatannya tersebut, dari A sampai Z seakan tak ada kenangan yang terlupakan. Barulah mereka mulai peduli akan adanya sosok sederhana seorang Mbah Surip.

Sebaliknya apabila seorang Mbah Surip masih hidup hingga hari ini, apa yang akan kita lakukan ? apakah kita akan melakukan hal yang seheboh di media seperti halnya hari ini ? Tentu saja tidak. Barangkali kita akan terus dan terus melupakannya…

Melupakan dalam arti, terus menerus mengeksploitasi si Mbah, sekalipun ia pernah mengungkapkan pada sebuah media akan kelelahannya menghadapi perubahan pola hidup. Dari Nobody menjadi Somebody. Dari yang ditelantarkan menjadi orang yang dikerubuti banyak fans, selalu ingin berada dekat tak peduli kondisi si Mbah.

Saya pernah membaca satu komentar dari seorang superstar pada tahun 90-an disalah satu media remaja. “Ketika kau menjadi superstar, semua orang berusaha menyapamu, membelikanmu minum, dan mengajakmu ngobrol, serta mengambil keuntungan dari pertemuan itu… “ Kini saya baru mengerti maknanya.

Seperti halnya masa lalu yang pernah saya miliki, ketika seseorang berada dalam kondisi sehat (setidaknya dimata orang lain) tak seorang pun rekan, sanak saudara yang peduli dengan keberadaannya. Tak ada yang bertanya soal kesulitannya dalam menjalani pekerjaannya, tak ada yang menyapa walaupun hanya sekedar basa basi. Semua sibk dengan urusannya masing-masing…

Sebaliknya terjadi ketika ia pergi meninggalkan kami, semua orang menyesali dan meratapi kepergiannya yang begitu cepat, mulai menceritakan segala kenangan terakhir dan hal-hal yang pernah terjadi dan melibatkannya, sampai-sampai hari lahirnya pun dirayakan dengan sebuah acara ulang tahun yang tak biasa (tidak dihadiri orang yang bersangkutan karena sudah meninggal) dengan angka yang tertera pada kue sesuai usianya saat itu (jika ia masih ada ditengah-tengah kami)… dan itu berlangsung hingga dua tahun lamanya. Sungguh membuat saya pribadi miris menyaksikan hal seperti itu. Bahkan saudara kandungnya pun masih menganggap adik mereka itu masih ada dan sedang menonton televisi didalam kamarnya (televisi sengaja dinyalakan dan ditinggalkan).

Kembali ke Mbah Surip, andai saja ia masih ada hari ini disini, mungkin kita akan tetap memintanya untuk bernyanyi, tetap memintanya untuk tersenyum dan meneriakkan ‘I Love You Full’ dan sapaan khasnya ‘haaa… haaa… haaa…’ serta tak peduli dengan keresahan si Mbah yang mengeluh kecapekan. Mungkin kita akan tetap berharap si Mbah rajin nyambangi stasiun televisi, rajin nyambangi tempat-tempat hiburan atau malahan berduet dengan Manohara dan lain sebagainya dan lain sebagainya…

Apalagi sesaat setelah kematian si Mbah, orang-orang yang barangkali dahulunya berharap banyak akan ketenaran yang dimiliki si Mbah, mulai berhitung dan seakan tak terima dengan perilaku si Mbah. Bukan tak mungkin kelak orang-orang yang pernah berada disekitarnya mulai beradu pengacara saling menuntut, saling mengklaim apa yang pernah dirintis dan dilahirkan oleh seorang Mbah Surip. Itu semua memang sudah menjadi sebuah resiko dari sebuah usaha yang bernama industri musik. Mencomot kata-kata seorang musisi luar, bahwa begitu kita memasuki dan berhasil menduduki industri musik, bersiaplah untuk dieksploitasi. Tidak hanya saat kita hidup, namun matipun tetap diburu.

Pasca kematian Mbah Surip tampaknya banyak orang yang berancang-ancang untuk mengambil keuntungan dari momen langka ini. Meninggal saat karirnya melesat. Namun bagi saya pribadi, ada untungnya juga si Mbah meninggalkan kita saat berada di puncak ketenaran. Setidaknya banyak orang yang akan mengingatnya, tidak hanya sebagai seorang sosok yang patut diteladani ditengah kacaunya moralitas bangsa ini, juga sebagai seorang musisi yang bertalenta, mencapai puncak bukan dengan mengandalkan jumlah sms terbanyak yang mendukung keberadaannya.

Beruntung juga bahwa si Mbah meninggal ditengah maraknya perkembangan teknologi informasi, dimana setiap orang bisa mengabadikan keberadaan si Mbah dalam bentuk video dan gambar, dan membaginya melalui portal sharing video YouTube. Setidaknya orang-orang yang baru ngeh dengan keberadaan si Mbah, bisa dengan santai mengikuti tingkah laku si Mbah saat masih ada beberapa waktu lalu, tidak menyesali lagi kepergiannya, walaupun ada sedikit rasa miris saat menontonnya…

Mbah Surip sudah pergi dengan segala kenangan manis yang Beliau tinggalkan, kini giliran kita yang memilih, mengikuti jejaknya untuk selalu hidup dalam kesederhanaan atau bergulat dan saling bersaing untuk mendapatkan materi yang ditinggalkannya.

Mbah Surip… I LOVE U FULL…

Comments

Postingan Lain

Jodoh di Urutan ke-3 Tanda Pesawat IG

Kata Orangtua Jaman Now, Jodoh kita itu adanya di urutan ke-3 tanda pesawat akun IG.  Masalahnya adalah, yang berada di urutan ke-3 itu bapak-bapak ganteng brewokan berambut gondrong.  Lalu saya harus gimana ?  #jodohurutanketigadipesawat  Mestinya kan di urutan SATU ?

Mewujudkan Agenda Cuti Bersama Lebaran

Tampaknya di Hari terakhir Cuti Bersama Lebaran, sebagian besar rencana yang ingin dilakukan sejak awal liburan sudah bisa terwujud, meski masih ada beberapa agenda lainnya yang belum bisa dijalani.  Satu hal yang patut disyukuri, setidaknya waktu luang jadi bisa dimanfaatkan dengan baik untuk menyelesaikan beberapa pekerjaan tertunda beberapa waktu lalu.  1. Migrasi Blog Aksi pulang kampung ke laman BlogSpot tampaknya sudah bisa dilakukan meski dengan banyak catatan minus didalamnya. Namun setidaknya, harapan untuk tidak lagi merepotkan banyak orang, kedepannya bisa dicapai. Sekarang tinggal diUpdate dengan postingan tulisan tentang banyak hal saja.  2. Upload Data Simpeg Melakukan pengiriman berkas pegawai ke sistem online milik BKD rasanya sudah berulang kali dilakukan sejauh ini. Termasuk Simpeg Badung kali ini, yang infonya dilakukan pengulangan pengiriman berkas dengan menyamakan nomenklatur penamaan file. Gak repot sih sebenarnya. Tapi lumayan banyak yang harus dil...

Menantu Mertua dan Calon Mertua

Menonton kembali film lama Meet the Parents (2000) yang dibintangi oleh Ben Stiler dan Robert De Niro, mengingatkan saya betapa terjalnya perjalanan seorang calon menantu untuk mendapatkan kepercayaan sang calon mertua, atas putri kesayangan mereka yang kelak akan diambil menjadi seorang istri dan pendamping hidup. Meski ‘kekejaman’ yang ditunjukkan oleh sang calon mertua dalam film tersebut *sosok bapak* jauh lebih parah dari yang saya alami, namun kelihatannya cepat atau lambat, akan saya lakoni pula nantinya. Memiliki tiga putri yang salah satunya sudah masuk usia remaja, adalah saat-saat dimana kami khususnya saya sudah sewajarnya masuk dalam tahapan belajar menjadi seorang kawan bagi putri sulung saya satu ini. Mengingat ia kini sudah banyak bertanya perihal masa lalu yang saya miliki, baik soal pendidikan atau sekolah, pergaulan dan hobi. Memang sih untuk urusan pacar, ia masih menolak berbicara lebih jauh karena berusaha tak memikirkannya, namun sebagai seorang Bapak,...

Pengetahuan kecil tentang soroh PANDE

Sekali-sekali saya selaku penulis seluruh isi blog ini pengen juga ber-Narzis-ria, satu hal yang jarang saya lakukan belakangan ini, sejak dikritik oleh seorang rekan kantor yang kini jadi malas berkunjung lantaran Narzis tadi itu.  Tentu saja postingan ini bakalan berlanjut ke posting berikutnya yang isinya jauh lebih Narzis. Mohon untuk dimaklumi. *** PANDE merupakan salah satu dari empat soroh yang terangkum dalam Catur Lawa (empat daun teratai) Pasek, Pande, Penyarikan dan Dukuh- yang memiliki keahlian dalam urusan Teknologi dan Persenjataan. Ini bisa dilihat eksistensi pura masing-masing di Besakih, yang memiliki tugas dan fungsi yang berbeda-beda dalam berbagai kegiatan Ritual dan Spiritual. Dimana Pura Pasek menyediakan dan menata berbagai keperluan upakara, Pura Pande menata segala peralatannya. Pura Penyarikan menata segala kebutuhan tata usaha administrasi agar segala sesuatu berjalan dengan teratur. Sedangkan Pura Dukuh Sakti sebagai penata berbagai keperluan sandang pan...

Warna Cerah untuk Hidup yang Lebih Indah

Seingat saya dari era remaja kenal baju kaos sampai nganten, isi lemari sekitar 90an persen dipenuhi warna hitam. Apalagi pas jadi Anak Teknik, baju selem sudah jadi keharusan.  Tapi begitu beranjak dewasa -katanya sih masa pra lansia, sudah mulai membuka diri pada warna-warna cerah pada baju atasan, baik model kaos oblong, model berkerah atau kemeja.  Warna paling parah yang dimiliki sejauh ini, antara Peach -mirip pink tapi ada campuran oranye, atau kuning. Warna yang dulu gak bakalan pernah masuk ke lemari baju. Sementara warna merah, lebih banyak digunakan saat mengenal ke-Pandean, nyaruang antara warna parpol atau merahnya Kabupaten Badung.  Selain itu masih ada warna hijau tosca yang belakangan lagi ngetrend, merah marun atau biru navy. Semua warna dicobain, mengingat hidup rasanya terlalu sederhana untuk dipakein baju hitaaaaam melulu.  Harapannya bisa memberikan warna pada hidup yang jauh lebih cerah, secerah senyum istri pas lagi selfie.