Teman-teman memanggil saya, PanDe Kodok.
Nama yang saya sandang sejak SMP itu ternyata masih tetap dipakai begitu saya memasuki masa-masa SMA di SMAN 6 Denpasar atau SIXSMA.
Saya menjatuhkan pilihan pada sekolah ini sebagai pilihan pertama, selain SMAN 7 Denpasar, atas dasar Nilai Ebtanas Murni tingkat SMP yang saya dapatkan sangat tidak layak untuk diajukan pada sekolah-sekolah yang berada di seputar Kota Denpasar.
Biasanya jam setengah tujuh pagi, saya telah siap untuk berangkat sekolah. berhubung pada awal-awal masa sekolah saya berangkat dengan sepeda balap, teman setia sejak SMP. Hingga saya bersua dengan seorang anak yang tempat tinggalnya tak jauh dari rumah. Uco Isnaini.
Uco inilah yang baik hati menolong saya (entah dalam hatinya ngerasa dongkol atau mangkel, he….), mengijinkan untuk ikutan nebeng sampe disekolahan nan jauh di daerah Sanur. Dalam perkembangannya, Uco bukanlah satu-satunya teman yang saya mintakan tolong dalam usaha nebeng dari/ke sekolahan.
Baru pada tahun ketiga, saya diijinkan oleh ortu untuk membawa sepeda motor sendiri, atas dasar bahwa saya telah berusia 17 tahun dan pada tahun tersebut mulai ada les tambahan sepulang sekolah sebagai persiapan ujian Ebtanas. Motor saya itu adalah Astrea Honda 800. Walopun butut, setidaknya motor tersebut masih setia menemani saya hingga tahun 1998, menjalani bangku kuliah… di Bukit Jimbaran pula.
Ibu Guru Astiti, Guru yang mengajarkan mata pelajaran Kimia saat saya duduk dibangku tahun pertama, adalah satu-satunya guru favorit saya hingga tahap kelulusan. Sebaliknya terjadi pada sebagian besar teman-teman saya hanya karena cara mengajar BeLiau yang sering membentak siswa.
Mengapa bisa menjadi favorit, karena BeLiau ini adalah satu-satunya guru yang mampu mengajarkan Kimia dengan ces pleng hingga membuahkan angka 10 pada Raport yang saya terima. Angka yang bagi saya sangat fenomenal. Pertama kali dalam sejarah hidup saya. “Gila kamu” ungkap teman-teman saya saat itu…
Ruang BP, merupakan ruang yang paling sering saya masuki. Bukan lantaran dipanggil karena melakukan perbuatan salah, tapi untuk hunting data pribadi gadis-gadis pujaan dalam sekolah kami. Sangat mudah bagi saya untuk mendapatkan nama lengkap, tanggal lahir, alamat tempat tinggal dan nomor telepon mereka. Sayangnya, walaupun saya telah berusaha dengan keras, tak satupun dari gadis-gadis yang saya tembak mau menerima ‘cinta saya apa adanya’. Huahahaha…..
Ohya, saya bukanlah tergolong siswa yang populer dari segi kharismanya. Bahkan bisa dikatakan saya adalah ‘nobody’ saat itu. Seperti yang saya katakan diatas bahwa pada tahun ketiga saya baru diperbolehkan menggunakan sepeda motor yaitu Honda Astrea 800. Silahkan membayangkan apabila badan saya yang sudah tinggi besar, harus menunggangi motor hingga ke jok bagian belakang, untuk menampung kaki saya agar tak keluar ‘area. Pantas saja, tak satupun gadis pujaan yang mau melirik saya saat itu. Hiks….
Masa SMA lebih banyak saya lewati dengan mengikuti extra kurikuler Jurnalistik bersama rekan saya Eko Hariyanto dan ALit Wisnawa yang belakangan mengundurkan diri setelah ia dipilih sebagai Ketua OSIS angkatan kami. Kegiatan ini tidak saja mengantarkan saya pada sebuah pengalaman terjun sebagai wartawan sekolah pada sebuah tabloid remaja Wiyata Mandala angkatan ke-2, dibawah bimbingan I Gusti Putu Artha. BeLiau ini belakangan menjadi salah seorang Anggota KPU Bali.
Selain Jurnalistik, satu kegiatan extra kurikuler yang saya sempat ikuti adalah Menabuh. Berhubung saat itu sekolah kami belum menyediakan sarana dan prasarananya, maka kegiatan ini dilaksanakan dengan meminjam tempat dan peralatan di sebuah instansi militer kawasan Jalan Jendral Sudirman.
Selama tiga tahun masa sekolah saya di SMAN 6 Denpasar, tampaknya bintang dilangit jatuh tak jauh dari saya. Ini dibuktikan dengan hadirnya lima piagam penghargaan dari sekolah atas prestasi yang saya buat sejak tahun pertama hingga tahun ketiga.
Pada Tahun pertama, saya tampil sebagai Juara 2 peringkat kelas (I2). Pada Tahun kedua, saya meraih Juara 1 Peringkat Kelas (II A1 – Fisika) sekaligus Juara Umum Kedua pada peringkat sekolah. Pada Tahun ketiga, saya meraih Juara II Peringkat Kelas dalam bidang Ilmu Fisika (III A1) sekaligus Peringkat III Umum hasil nilai Ebtanas.
Bila dilihat secara umum kemampuan siswa se-Kota Denpasar, bisa dikatakan apa yang saya raih seperti tersebut diatas, bukanlah sebuah hasil yang mengagumkan. Karena setelah saya telusuri, nilai NEM yang saya dapatkan apabila dibandingkan dengan nilai NEM siswa di sekolah seperti SMAN 1 (Smansa) atau SMAN 4 (Foursma), bisa dikatakan merupakan nilai terendah disekolah Top Markotop ini.
Sebaliknya bagi saya pribadi, apa yang saya capai selama tiga tahun masa SMA ini adalah yang terbaik yang pernah saya lakukan. Untuk hal itu pula, pada akhirnya atas bimbingan seorang guru terbaik, Pak Oka (maaf saya lupa namanya) guru yang mengajar mata pelajaran Matematika, sayapun mampu lolos menuju bangku perkuliahan lewat jalur PMDK.
Kabarnya, saya adalah Siswa pertama dalam sejarah SMAN 6 Denpasar (saat itu tahun 1995) dan Satu-satunya siswa pada angkatan saya yang mampu lolos menuju Perguruan Tinggi Negeri lewat jalur Minat dan Kemampuan. Atas dasar itu pula, Pak Oka dan dua orang guru, datang kerumah berusaha mewanti-wanti orang tua saya, agar saya mau melanjutkan apa yang telah saya peroleh tersebut.
Mengapa mereka sampe mewanti-wanti orang tua agar membujuk saya ? Karena pada waktu yang sama, saya tidak berada dirumah, sedang belajar mengemudi bersama dua sepupu saya dan sebelum pulang masih sempat main ding dong di New Dewata Ayu. He…. Waktu itu kan blom ada ponsel ?
Comments
Post a Comment