Skip to main content

Listening to AVA

Terhitung sejak masa pacaran yang kedua, saya secara perlahan mulai meninggalkan dunia penuh hingar bingar musik segala aliran dan perkembangannya. Maklum, waktu itu saya mulai diracuni dengan musik dan karya sang penyanyi solo yang dahulunya merupakan vokalis band papan atas Dewa 19. Ya, Ari Lasso.

Bersyukur, hingga hubungan kami berakhir pada awal tahun 2005 lalu, yang namanya racun guna menghilangkan selera saya pada musik metal gak berpengaruh sama sekali. Mungkin karena sedari awal, jiwa saya memang cenderung menolak sebuah aliran atau karya musik seseorang atau sebuah grup, jika hati kecil memang mengatakan ‘Tidak’. Termasuk pada karya Ari Lasso. Maka kembalilah saya menyukai dan menggemari selera asal saya.

Memasuki masa pacaran ketiga hingga menikah, boleh jadi selera saya akan suatu karya musik, lebih banyak mengarah pada tembang Cinta. Boleh jadi karena memang masa pacaran yang ketiga, begitu enjoy saya rasakan dan jalani. Tak heran kedekatan kami membuahkan pernikahan dan mesra hingga kini. Adapun tembang yang saya maksudkan adalah tembang yang mengarah pada rasa Cinta kepada pasangan, Cinta pada keluarga dan Cinta pada kehidupan. Perubahan ini terasa jelas keberadaannya, mungkin lantaran fase kedewasaan diri yang terjadi waktu itu.

Perubahan itu ternyata punya pengaruh besar pula pada penerimaan aliran musik lainnya dikemudian hari. Tak heran, pasca pernikahan dan setelah memiliki putri kecil, saya tak hanya kuper dalam usaha mengkuti perkembangan musik lokal, tapi begitu juga dari luar.

Banyak grup, penyanyi maupun aliran musik yang tak saya ketahui kapan dan bagaimana mereka bisa lahir dan terkenal. Katakan saja musisi lokal macam Kerispatih, Letto, Drive, Kotak, D’Masiv, Garasi, dan ST 12. Kalopun ditanyakan ‘siapa sih yang menyanyikan lagu anu, oleh para keponakan, bisa jadi jawaban saya ‘angkat tangan’. Apalagi musisi luar.

Terakhir saya mendengarkan aliran musik Hip Metal yang diperkenalkan barisan musisi KoRn, Limp Bizkit, Linkin Park atau Disturbed. Barangkali kalo kini saya mendendangkan lagu-lagu mereka, bisa jadi para keponakan malahan mencibir, ‘jadul amat siy ?’ He….

Makanya saat saya berkenalan dengan AVA –Angels & Airwaves (semoga gak salah eja), telinga ini memerlukan waktu lama untuk menelaah dan menikmati musik mereka. Seperti biasanya, agar membuat perkenalan ini makin meresap, saya memulai hunting segala sesuatu tentang mereka, baik secara literatur buku, yang tentu saja saya dapatkan dari majalah HAI, dan juga beberapa video klip mereka dari YouTube.

Maka mulailah telinga ini familiar dengan karya yang katanya merupakan pendewasaan diri sang jebolan Blink 182, Tom Delonge. Seperti ‘It Hurts, Everything’s Magic’, dan beberapa karya mereka lewat album ‘I Empire’ yang didesain layaknya movie poster ‘Star Wars’.

Listening to AVA merupakan selingan saya selama beberapa hari terakhir, disamping berusaha juga hunting beberapa karya musisi lokal, lantaran beberapa pesanan dari keponakan, meminta file MP3 untuk dicopy-kan ke hape mereka masing-masing. Wah, musti extra keras niy.

Hahahaha…. Memang selama ini kalopun saya berada dirumah, paling musik yang sering saya dengar adalah musik instrumen Kecapi ataupun Degung, yang spesial diperuntukkan bagi putri kami, saat menemani tidurnya. Kadang dilewatkan dengan musik instrumen karya Richard Clayderman dan juga Kenny G, atau malah yang beneran tradisional dan mendayu-dayu, He… Angklung.

Mengenal AVA – Angels & Airwaves, seperti mengingatkan saya pada masa remaja, dimana berusaha untuk mengenal dan menikmati musik punk macamnya Rancid, Bad Religion, Total Chaos, Offspring dan juga Sex Pistols atau yang bertemakan Ska ala Jepang, Kemuri. Hingga kinipun saya masih mendengarkan karya pada masa-masa kejayaan mereka.

Memang sulit untuk menerima karya para musisi dari aliran tertentu. Apalagi saat disekeliling kita berusaha menirukan gaya bermusik, gaya nyanyi dan gaya berpakaian para musisi yang sedang trend. Katakanlah seperti saat Hip Metal begitu booming, kebanyakan gaya anak band pun berubah, dengan bermain diatas panggung sambil bungkuk-bungkuk dan loncat kesana kemari. Lahirlah band-band dadakan macam 7 Kurcaci dsb. Entah dimana mereka sekarang.

Terlepas dari sekian banyak aliran musik yang ada, ‘Listening to AVA’ barangkali menjadi yang pertama kalinya terjadi pada masa-masa pasca pernikahan saya. Hanya saja, ‘Listening to AVA’ blom pernah saya kumandangkan kalo lagi berada dirumah. Paling kalo lagi berada di kantor ataupun saat bepergian sendirian dengan bekal headphone yang hanya diperuntukan satu sisi telinga saja. Hehehe…

> ‘Listening to AVA’ bisa terjadi setelah satu dua rekan sesama BLoGGer sempat mengajak PanDe Baik untuk nonbar AVA saat mereka LIVE concert di Bali. Sayangnya, AVA blom familiar terdengar waktu itu. He….. <

Comments

Postingan Lain

Jodoh di Urutan ke-3 Tanda Pesawat IG

Kata Orangtua Jaman Now, Jodoh kita itu adanya di urutan ke-3 tanda pesawat akun IG.  Masalahnya adalah, yang berada di urutan ke-3 itu bapak-bapak ganteng brewokan berambut gondrong.  Lalu saya harus gimana ?  #jodohurutanketigadipesawat  Mestinya kan di urutan SATU ?

Mewujudkan Agenda Cuti Bersama Lebaran

Tampaknya di Hari terakhir Cuti Bersama Lebaran, sebagian besar rencana yang ingin dilakukan sejak awal liburan sudah bisa terwujud, meski masih ada beberapa agenda lainnya yang belum bisa dijalani.  Satu hal yang patut disyukuri, setidaknya waktu luang jadi bisa dimanfaatkan dengan baik untuk menyelesaikan beberapa pekerjaan tertunda beberapa waktu lalu.  1. Migrasi Blog Aksi pulang kampung ke laman BlogSpot tampaknya sudah bisa dilakukan meski dengan banyak catatan minus didalamnya. Namun setidaknya, harapan untuk tidak lagi merepotkan banyak orang, kedepannya bisa dicapai. Sekarang tinggal diUpdate dengan postingan tulisan tentang banyak hal saja.  2. Upload Data Simpeg Melakukan pengiriman berkas pegawai ke sistem online milik BKD rasanya sudah berulang kali dilakukan sejauh ini. Termasuk Simpeg Badung kali ini, yang infonya dilakukan pengulangan pengiriman berkas dengan menyamakan nomenklatur penamaan file. Gak repot sih sebenarnya. Tapi lumayan banyak yang harus dil...

Menantu Mertua dan Calon Mertua

Menonton kembali film lama Meet the Parents (2000) yang dibintangi oleh Ben Stiler dan Robert De Niro, mengingatkan saya betapa terjalnya perjalanan seorang calon menantu untuk mendapatkan kepercayaan sang calon mertua, atas putri kesayangan mereka yang kelak akan diambil menjadi seorang istri dan pendamping hidup. Meski ‘kekejaman’ yang ditunjukkan oleh sang calon mertua dalam film tersebut *sosok bapak* jauh lebih parah dari yang saya alami, namun kelihatannya cepat atau lambat, akan saya lakoni pula nantinya. Memiliki tiga putri yang salah satunya sudah masuk usia remaja, adalah saat-saat dimana kami khususnya saya sudah sewajarnya masuk dalam tahapan belajar menjadi seorang kawan bagi putri sulung saya satu ini. Mengingat ia kini sudah banyak bertanya perihal masa lalu yang saya miliki, baik soal pendidikan atau sekolah, pergaulan dan hobi. Memang sih untuk urusan pacar, ia masih menolak berbicara lebih jauh karena berusaha tak memikirkannya, namun sebagai seorang Bapak,...

Pengetahuan kecil tentang soroh PANDE

Sekali-sekali saya selaku penulis seluruh isi blog ini pengen juga ber-Narzis-ria, satu hal yang jarang saya lakukan belakangan ini, sejak dikritik oleh seorang rekan kantor yang kini jadi malas berkunjung lantaran Narzis tadi itu.  Tentu saja postingan ini bakalan berlanjut ke posting berikutnya yang isinya jauh lebih Narzis. Mohon untuk dimaklumi. *** PANDE merupakan salah satu dari empat soroh yang terangkum dalam Catur Lawa (empat daun teratai) Pasek, Pande, Penyarikan dan Dukuh- yang memiliki keahlian dalam urusan Teknologi dan Persenjataan. Ini bisa dilihat eksistensi pura masing-masing di Besakih, yang memiliki tugas dan fungsi yang berbeda-beda dalam berbagai kegiatan Ritual dan Spiritual. Dimana Pura Pasek menyediakan dan menata berbagai keperluan upakara, Pura Pande menata segala peralatannya. Pura Penyarikan menata segala kebutuhan tata usaha administrasi agar segala sesuatu berjalan dengan teratur. Sedangkan Pura Dukuh Sakti sebagai penata berbagai keperluan sandang pan...

Warna Cerah untuk Hidup yang Lebih Indah

Seingat saya dari era remaja kenal baju kaos sampai nganten, isi lemari sekitar 90an persen dipenuhi warna hitam. Apalagi pas jadi Anak Teknik, baju selem sudah jadi keharusan.  Tapi begitu beranjak dewasa -katanya sih masa pra lansia, sudah mulai membuka diri pada warna-warna cerah pada baju atasan, baik model kaos oblong, model berkerah atau kemeja.  Warna paling parah yang dimiliki sejauh ini, antara Peach -mirip pink tapi ada campuran oranye, atau kuning. Warna yang dulu gak bakalan pernah masuk ke lemari baju. Sementara warna merah, lebih banyak digunakan saat mengenal ke-Pandean, nyaruang antara warna parpol atau merahnya Kabupaten Badung.  Selain itu masih ada warna hijau tosca yang belakangan lagi ngetrend, merah marun atau biru navy. Semua warna dicobain, mengingat hidup rasanya terlalu sederhana untuk dipakein baju hitaaaaam melulu.  Harapannya bisa memberikan warna pada hidup yang jauh lebih cerah, secerah senyum istri pas lagi selfie.