Kalo diingat-ingat, games periode awal yang saya sukai (kalo ndak salah masih berbasis DOS) dengan spec PC 486 dan Windows 3.1 ada dua, yaitu Prince of Persia dan juga Wolfenstein.
Prince of Persia kalo ndak salah menghadirkan 12-13 level yang harus dilewati dalam waktu kurang dari satu jam permainan. Misinya tentu saja menyelamatkan sang putri dari kurungan Jafar. Uniknya pada permainan ini, ada satu level yang sangat menjebak yaitu saat di tokoh harus melawan bayangannya sendiri. Dimana bayangan itu sempat terpisah pada level sebelumnya dari si tokoh. Stok awal nyawa yang diberikan adalah 3, yang bisa bertambah satu setiap level yang dilewati. Tentu saja untuk mendapatkan tambahan satu nyawa ini harus mencarinya keberbagai sudut.
Wolfenstein waktu itu sudah dalam format 3 dimensi tapi masih sangat kaku. Ini adalah cikal bakal games yang membuat saya begitu tergia-gila dengan model games FPS (First Person Shooter). Model Games yang menampilkan senjata atau kepalan tangan si tokoh suntuk menghajar sang musuh nantinya. Dilengkapi dengan prosentase kesehatan (nyawa) dan juga batas sisa amunisi. Kisahnya tentang perseteruan dengan tentara Nazi, lengkap dengan lambang benderanya ditiap dinding yang dilewati. Tokoh terakhir yang harus dihadapi kalo ndak salah, tentara yang menggunakan senapan mesin.
Berkat bantuan kakak saya, PC yang saya miliki ditingkatkan isinya menjadi Pentium 166 MMX. Satu PC yang sangat keren bagi saya waktu itu. Kalo ndak salah Windowsnya udah versi 95. Saya dihadiahkan kembali satu keping CD (judulnya Power Games) yang isinya lima games paling canggih, yaitu Mortal Kombat 2, Doom 2, Quake, Heretic dan Hexen. Plus sekian banyak games lainnya yang tak kalah menarik. Salah satunya adalah games yang memuat gambar porno, dimana untuk melihatnya secara jelas, si laba-laba (tokoh yang kita mainkan) harus dapat menghubungkan secara perlahan keempat sisi gambar tanpa terkena sentuhan si pengganggu. Huahahaha…..
Mortal Kombat 2 adalah games bertarung yang sangat saya sukai, apalagi kalo kita bisa sampe mendapatkan jurus-jurus berbahaya sesaat sebelum sang musuh tumbang. Istilahnya kalo ndak salah ‘Animality’ untuk perubahan sang tokoh menjadi binatang yang mampu menghabiskan musuh dengan ganas. ‘Fatality’ merupakan ilmu pamungkas sang tokoh dan ‘Brutality’ adalah jurus yang paling brutal dilontarkan untuk merobohkan musuh yang sudah sempoyongan. Untuk mendapatkannya, kita harus memencet beberapa tuts keyboard sebagai sandinya. Karena waktu itu saya blom mengenal internet, maka satu-satunya referensi kode dan cheat games saya dapatkan dari tabloid yang mengulas games dan trend anak-anak. Sayang saya lupa namanya.
Doom 2 sebetulnya punya inti tak jauh beda dengan Wolfenstein yaitu merupakan games model FPS. Begitu pula dengan Quake, Heretic yang mengandalkan ilmu (tongkat) sihir dalam melawan musuhnya, dan Hexen yang lebih gelap dan brutal.
Lagi-lagi bantuan dari kakak, PC saya mendapatkan hibah Pentium II (atau III ?) 400 MHz, yang saya gunakan untuk menyelesaikan masa kuliah saya hingga studio dengan bantuan software AutoCad 14 (kalo ndak salah ingat). Merupakan mahasiswa kedua pada periode kedua setelah sobat saya I Putu Swihendra, yang nekat menggunakan bantuan software komputer dalam menyelesaikan studio tugas akhir. Sementara sisanya masih setia menggunakan mesin gambar.
Pada masa ini, games yang menjadi favorit saya (hingga kini masih suka saya mainkan) adalah Quake II. Games ini dihadiahkan oleh seorang gadis pujaan saya masa kuliah yang kini telah menjadi Istri dari sobat terbaik saya. Huehehehe…. Maklum, waktu kuliah saya itu orang yang super norak, gak gaul dan kampungan. Jadi gak heran kalo hingga masa KKN berakhir, saya belum jua diberikan kesempatan untuk berpacaran. Kanggoang jadi Pemuja…. Huahahahaha…..
Selain itu ada juga satu games strategi yaitu Theme Hospital, dimana misinya merencanakan sebuah rumah sakit yang mampu melayani masyarakat dari level terendah yaitu flu batuk demam hingga tingkat menengah patah tulang, X-Ray dan Rontgen dan tingkat paling parah akibat gempa bumi, epidemi dan serangan alien UFO. Untuk memahaminya kita beneran memerlukan kamus tetap standby disamping PC serta mengatur keuangan agar mampu membangun ruang per ruang yang mutlak diperlukan (ruang konsultasi untuk dokter umum, ruang obat untuk perawat/apoteker dan ruang pemeriksaan untuk dokter spesialis), serta menggaji orang per orang yang dipekerjakan. Lengkap dengan mesin minuman, pot tanaman dan tempat sampah di tiap sudut ruangan.
Games ini rupanya ada manfaatnya juga, yaitu membantu pemahaman saya saat mengikuti mata kuliah Studio Perancangan VI, merupakan mata kuliah paling mengkhawatirkan dengan 4 SKS dan pembimbing yang killer. Ugh… Kebetulan tugasnya yaitu merancang Rumah Sakit. Hehehe….
Akhirnya fase kepemilikan PC sendiri saya alami saat membeli Pentium IV 3 GHz, yang sempat saya gunakan untuk Games model yang trend belakangan ini. Ya, GTA. Grand Theft Auto. Model permainan yang dahulunya begitu menjadi hysteria saat Tomb Raider dirilis, hingga melahirkan film bioskopnya pula.
GTA yang saya lahap pada masa ini adalah hampir semua rilisan GTA kecuali GTA IV yang terakhir keluar tentunya. San Andreas, New York, GTA III hingga Vice City yang akhirnya menjadi favorit saya walopun tak mampu menamatkannya hingga akhir. Sekalipun sudah memakai cara curang (cheat) kebal dilukai dan full senjata juga amunisi. He….
Akhirnya untuk memuaskan rasa penasaran, saya mencoba cheat tahap paling akhir dimana semua target dan misi 100 persen tercapai. Jadilah berwenang menikmati berbagai sajian mobil ter-canggih hingga ter-aneh, plus helikopter tempur dan juga tarian striptease. Huahahahaha…..
Untuk model FPS, saya menjajalnya dengan memainkan Quake III dan tentu saja Wolfenstein 3D yang menyajikan grafis juga alur permainan yang tak kalah mengasyikkan.
Namun sejak saya beralih ke ACER 4520, laptop yang saya pakai kini, beberapa model games yang dahulu begitu saya gilai setiap saat perlahan berubah. Barangkali dipicu oleh perubahan situasi, dimana saya akhirnya dikaruniai anak yang memerlukan perhatian besar dan juga perkuliahan yang dijejali tugas dan target.
Yah, setidaknya saya sudah pernah merasakan semua itu sedari awal. He….
Comments
Post a Comment