Skip to main content

Ponsel ILegaL marak, Konsumen Resah. Siapa yang Salah ?

Tergelitik membaca berita di media Denpost dan Balipost terkait pengaduan masyarakat perihal ponsel Blackberry ilegal, yang tidak diberikan kartu garansi dan hanya memiliki masa pengembalian (seumpama ada kerusakan) hanya satu minggu dari pembelian. Sebenarnya siapa sih yang salah, bathin saya ?

Kalo kita jeli melihat iklan strip yang tampil di kolom media, ada beberapa jenis ponsel yang diperjualbelikan bila ditinjau dari segi garansi yang diberikan. Ponsel baru gres dengan garansi penuh satu hingga dua tahun dan waktu Replacement ditetapkan dalam hitungan bulanan. Ponsel second masih garansi, ponsel second tanpa garansi dan ponsel baru tapi garansi toko.

Harga yang ditawarkanpun jelas beda. Ponsel resmi biasanya menduduki harga paling mahal jika ponsel tersebut sudah resmi memasuki pasaran Indonesia. Sebaliknya, jika hingga hari ini belum juga dijual resmi, ponsel tersebut biasanya dijual dengan harga tinggi dengan embel-embel ‘unlock’. Katakan saja yang trend belakangan, iPhone. Kalopun mau dilihat kebelakang, barangkali ada yang masih ingat saat ponsel Nokia seri 9500 Communicator baru dirilis, harga indent bisa mencapai angka 15 juta perbijinya.

Bagi konsumen yang menganggap uang bukan masalah, barangkali harga berapapun yang ditawarkan untuk ponsel baru, pasti diambil. Bisa jadi atas dasar prestise antar teman dan kolega yang harus dijaga. Sebaliknya bagi konsumen yang masih memikirkan ‘gaji bulan depan kok lama yaaa…’ seperti saya, harga miring adalah segalanya. Apalagi miringnya jauh, wah langsung disabet deh. Terlepas embel-embel yang ngikut dibelakangnya.

Nah, disinilah letak kesalahannya. Si penjual gak bilang apa-apa perihal status ponsel yang dijual, entah itu barang ilegal (black market atau istilahnya BM), atau malah second. Dibutuhkan pula kejelian si konsumen untuk mengetahui terlebih dulu seluk beluk ponsel yang bakalan dibeli. Apalagi jika ponsel tersebut sekelas smartphone macam iPhone atau Blackberry.

Minimal pengetahuan paling dasar yang harus dicari adalah ‘apakah ponsel tersebut sudah resmi dijual di Indonesia ?’ dan ‘berapa harga jual yang ditawarkan ?’

Entah dengan jalan searching di web, bertanya pada dealer resmi (jika ada) atau mungkin teman yang mengerti dan tahu, sebelum meluncur ke penjual.

Setelah itu adalah tugas konsumen mencermati ponsel yang telah dibelinya untuk mengetahui apakah ponsel yang ia beli itu beneran resmi ataukah ilegal dalam balutan garansi resmi. Nah ini yang kadang sulit dilakukan oleh konsumen awam.

Bukan apa-apa, karena belakangan berhembus kabar bahwa ada beberapa ponsel merek terkenal yang didaur ulang kembali atau istilahnya ‘refurbished’, barang lama yang diperbaharui dengan mengganti chasing, memalsukan box dan kartu garansinya sekaligus. Hingga segel hologramnyapun bisa diganti. Bahkan ada juga ponsel China yang berusaha membuat tampilan awal ponsel semirip mungkin dengan ponsel Nokia seri N terbaru. Baru ketahuan setelah melakukan pengecekan menu lebih dalam atau dengan menginstalasi software pihak ketiga. Satu hal yang jarang bahkan tak mungkin dilakukan oleh mereka yang awam dengan ponsel bertipe smartphone.

Cara pengecekan tentu saja melalui web atau internet dengan mengakses alamat tertentu untuk melihat keaslian produk (nomor IMEI), hingga keaslian batere (nomor batere) pun ada. Masalahnya, gak semua konsumen paham akan hal ini.

Terlepas dari lolosnya ponsel-ponsel BM dan ilegal masuk ke pasar Indonesia adalah kesalahan Pemerintah, minimal untuk mengatasi keresahan para konsumen yang bakalan melakukan transaksi pembelian ponsel terbaru, sepertinya hanya itu saja yang bisa saya rekomendasikan.

Intinya jangan tergiur dengan harga miring. Apalagi begitu diberitahukan kalau jangka waktu replacement (penggantian baru) hanya dalam hitungan hari. Jangan sampe kita sebagai konsumen hanya mau menerima apa adanya. Konsumen berhak tahu, Konsumen berhak memilih.

He… Ini sama saja halnya dengan maraknya CaLeg yang menawarkan berbagai macam program gak jelas. Masih resah mau milih siapa ?

> PanDe Baik mengakui, jika dahulu pernah mengalami hal yang sama dengan kondisi diatas. Membeli PDA T-Mobile di Handphone Shop seharga 3 Juta pada tahun 2005. Harga yang miring memang. Tapi T-Mobile di Indonesia ? Sejak kapan ? Saya malah baru tahu dikibuli setelah ingin meng-upgrade OS WM 2003 ke WM 5.0. Baru tahu kalo T-Mobile yang saya miliki ini sebenarnya adalah pasaran Jerman, dan bukan Indonesia. Syukur banget bisa terjual akhirnya. <

Ingin kenyamanan dalam memakai ponsel anda ? Belilah ponsel yang bergaransi resmi. Lama memang dan bukan tak mungkin kita bakalan kehilangan trend (contohnya iPhone), tapi setidaknya kita sebagai konsumen gak dirugikan. Itu aja.

Comments

Postingan Lain

Jodoh di Urutan ke-3 Tanda Pesawat IG

Kata Orangtua Jaman Now, Jodoh kita itu adanya di urutan ke-3 tanda pesawat akun IG.  Masalahnya adalah, yang berada di urutan ke-3 itu bapak-bapak ganteng brewokan berambut gondrong.  Lalu saya harus gimana ?  #jodohurutanketigadipesawat  Mestinya kan di urutan SATU ?

Mewujudkan Agenda Cuti Bersama Lebaran

Tampaknya di Hari terakhir Cuti Bersama Lebaran, sebagian besar rencana yang ingin dilakukan sejak awal liburan sudah bisa terwujud, meski masih ada beberapa agenda lainnya yang belum bisa dijalani.  Satu hal yang patut disyukuri, setidaknya waktu luang jadi bisa dimanfaatkan dengan baik untuk menyelesaikan beberapa pekerjaan tertunda beberapa waktu lalu.  1. Migrasi Blog Aksi pulang kampung ke laman BlogSpot tampaknya sudah bisa dilakukan meski dengan banyak catatan minus didalamnya. Namun setidaknya, harapan untuk tidak lagi merepotkan banyak orang, kedepannya bisa dicapai. Sekarang tinggal diUpdate dengan postingan tulisan tentang banyak hal saja.  2. Upload Data Simpeg Melakukan pengiriman berkas pegawai ke sistem online milik BKD rasanya sudah berulang kali dilakukan sejauh ini. Termasuk Simpeg Badung kali ini, yang infonya dilakukan pengulangan pengiriman berkas dengan menyamakan nomenklatur penamaan file. Gak repot sih sebenarnya. Tapi lumayan banyak yang harus dil...

Menantu Mertua dan Calon Mertua

Menonton kembali film lama Meet the Parents (2000) yang dibintangi oleh Ben Stiler dan Robert De Niro, mengingatkan saya betapa terjalnya perjalanan seorang calon menantu untuk mendapatkan kepercayaan sang calon mertua, atas putri kesayangan mereka yang kelak akan diambil menjadi seorang istri dan pendamping hidup. Meski ‘kekejaman’ yang ditunjukkan oleh sang calon mertua dalam film tersebut *sosok bapak* jauh lebih parah dari yang saya alami, namun kelihatannya cepat atau lambat, akan saya lakoni pula nantinya. Memiliki tiga putri yang salah satunya sudah masuk usia remaja, adalah saat-saat dimana kami khususnya saya sudah sewajarnya masuk dalam tahapan belajar menjadi seorang kawan bagi putri sulung saya satu ini. Mengingat ia kini sudah banyak bertanya perihal masa lalu yang saya miliki, baik soal pendidikan atau sekolah, pergaulan dan hobi. Memang sih untuk urusan pacar, ia masih menolak berbicara lebih jauh karena berusaha tak memikirkannya, namun sebagai seorang Bapak,...

Pengetahuan kecil tentang soroh PANDE

Sekali-sekali saya selaku penulis seluruh isi blog ini pengen juga ber-Narzis-ria, satu hal yang jarang saya lakukan belakangan ini, sejak dikritik oleh seorang rekan kantor yang kini jadi malas berkunjung lantaran Narzis tadi itu.  Tentu saja postingan ini bakalan berlanjut ke posting berikutnya yang isinya jauh lebih Narzis. Mohon untuk dimaklumi. *** PANDE merupakan salah satu dari empat soroh yang terangkum dalam Catur Lawa (empat daun teratai) Pasek, Pande, Penyarikan dan Dukuh- yang memiliki keahlian dalam urusan Teknologi dan Persenjataan. Ini bisa dilihat eksistensi pura masing-masing di Besakih, yang memiliki tugas dan fungsi yang berbeda-beda dalam berbagai kegiatan Ritual dan Spiritual. Dimana Pura Pasek menyediakan dan menata berbagai keperluan upakara, Pura Pande menata segala peralatannya. Pura Penyarikan menata segala kebutuhan tata usaha administrasi agar segala sesuatu berjalan dengan teratur. Sedangkan Pura Dukuh Sakti sebagai penata berbagai keperluan sandang pan...

Warna Cerah untuk Hidup yang Lebih Indah

Seingat saya dari era remaja kenal baju kaos sampai nganten, isi lemari sekitar 90an persen dipenuhi warna hitam. Apalagi pas jadi Anak Teknik, baju selem sudah jadi keharusan.  Tapi begitu beranjak dewasa -katanya sih masa pra lansia, sudah mulai membuka diri pada warna-warna cerah pada baju atasan, baik model kaos oblong, model berkerah atau kemeja.  Warna paling parah yang dimiliki sejauh ini, antara Peach -mirip pink tapi ada campuran oranye, atau kuning. Warna yang dulu gak bakalan pernah masuk ke lemari baju. Sementara warna merah, lebih banyak digunakan saat mengenal ke-Pandean, nyaruang antara warna parpol atau merahnya Kabupaten Badung.  Selain itu masih ada warna hijau tosca yang belakangan lagi ngetrend, merah marun atau biru navy. Semua warna dicobain, mengingat hidup rasanya terlalu sederhana untuk dipakein baju hitaaaaam melulu.  Harapannya bisa memberikan warna pada hidup yang jauh lebih cerah, secerah senyum istri pas lagi selfie.