Memasuki tahap pelepasan penat usai penyelesaian tugas dan proposal Thesis pasca Sarjana yang saya ambil selama satu setengah tahun ini, banyak harapan yang saya ingin tumpahkan untuk pelampiasan semua itu. Salah satunya adalah melanjutkan kenikmatan akan indahnya sebuah buku. Lebih tepatnya lagi, Novel.
Sang Pemimpi. Buku kedua dari sebuah Tetralogi hasil karya Andrea Hirata.
Buku ini sebetulnya sudah lama menarik hati saya saat adik sepupu yang memang memiliki hobi membeli, membaca serta mengoleksi aneka ragam buku, baik komik, majalah, novel hingga sebuah skenario film sekalipun. Rasa penasaran dengan sebuah buku yang begitu ia banggakan dan ternyata bukan hanya ia yang menunjukkannya, membuat saya bertekad akan mulai menikmatinya pasca tugas perkuliahan semester ketiga ini selesai.
Maka, sedari sabtu pagi hingga minggu sore, buku inipun habis saya lahap. Amazing. Hanya dalam hitungan jam saya bisa menyelesaikan kenikmatan sebuah Novel. Tak salah memang jika membaca prolog maupun beberapa komentar yang menyinggung tentang isi buku ini di dunia maya. Bahwa karya dari Andrea Hirata ini sangat menghanyutkan….
Memang, dalam menikmati sebuah novel, saya jarang membacanya hingga detail dan memahaminya atau merenungkannya dahulu. Saya lebih suka melanjutkannya sambil membayangkan ekspresi yang mampu saya gambarkan berdasarkan deskripsi yang dilontarkan dalam cerita tersebut.
Baru setelah saya mengetahui gambaran keseluruhannya, detail demi detail bakal saya lahap habis. Walaupun tak sampai saya hafalkan. Tapi paling tidak jika seseorang bertanya tentang isi dan bagaimana pendapat saya tentang buku ini, saya akan mengacungkan kedua jempol yang saya miliki, dan sekaligus menyarankan pada anda juga, untuk mencoba nikmatnya sebuah Novel karya Andrea Hirata.
Nikmati dan rasakan imajinasimu melayang pada sebuah cerita nun jauh disana. Saya yakin. Jika kita pernah menjalani hidup disatu masa tersebut, apapun yang diceritakan, digambarkan oleh seorang Andrea Hirata, cukup membuat kita tersenyum simpul dan melayang pada kisah kita sendiri dimasa lalu.
Katakanlah saat Ikal sang tokoh yang ia (Andrea) perankan, mengusapkan minyak hijau Tancho sebelum beraksi dihadapan para siswi disekolahnya. Hey, apa ada diantara kawan yang mengenal Tancho ? Hahahaha…. Ini minyak rambut satu-satunya yang trend hingga tahun 80-an. Saya mengenalnya, karena Bapak merupakan orang yang fanatik menggunakannya, termasuk saya mencuri-curi sedikit saat masih bersekolah di bangku SD dahulu.
Yah, terlepas dari semua nostalgia yang berusaha dibuai oleh seorang Andrea Hirata, Novel Sang Pemimpi ini memang sangat menggairahkan bagi saya pribadi. Saat berusaha tenang menunggui satu-satunya Kakek yang saya miliki telah terbujur kaku dalam peristirahatan terakhirnya, di usianya yang akan menjelang angka 90-an tahun, Novel ini mampu menemani detik-detik dimana harapan saya membuncah berharap masih bisa berkelakar bersamanya.
Mungkin ada baiknya saya bersiap untuk sebuah ‘EDENSOR’ mulai esok pagi….
Comments
Post a Comment