Seakan tak sabar melanjutkan kisah si kriting ikal, saya mulai menggadang-gadangi sepupu untuk mendapatkan ‘Edensor’, buku atau novel ketiga dari sebuah karya Tetralogi oleh Andrea Hirata. Ketertarikan saya ini lebih pada dua racun yang ditanamkan sejak awal, yaitu ‘Laskar Pelangi’ dan tentu saja ‘Sang Pemimpi’.
Memulai Mozaik pada ‘Edensor’, rasanya tak sesulit yang saya alami saat berusaha menyuntikkan racun dua karya sebelumnya. Tak heran ‘Edensor’ dapat saya selesaikan tak sampai menginjak hari kedua. Apa pasal ?
‘Edensor’ bagi saya tak ubahnya sebuah BLoG pribadi, berisikan satu kisah atau perjalanan hidup seorang Andrea Hirata, yang dituangkan dalam 44 Mozaik (jika pada BLoG barangkali bisa disebut sebagai posting tulisan). Mengapa saya katakan seperti sebuah BLoG ?
Cerita yang dipaparkan satu persatu ditulis dalam sebuah kisah atau Mozaik yang pendek, tak seperti ‘Laskar Pelangi’, novel pertama dari sebuah Tetralogi itu. Mengalirnya kisah dapat dicerna dengan mudah dan membuat saya terus menerus melanjutkan bahan bacaan saya ini tanpa jeda, seperti halnya kisah sepuluh murid SD Muhammadiyah.
Ya, ‘Edensor’ rupanya tak semegah yang saya bayangkan seperti halnya dua kisah sebelumnya. Mengisahkan perjalanan hidup saat menempuh jenjang pendidikan hingga ke Perancis sesuai mimpi yang dikhayalkan sejak masa kecilnya, tak membuat saya kesulitan membayangkan para tokoh yang diceritakan satu persatu, demi mengingat cerita seorang adik sepupu yang tempo hari sempat mengenyam pendidikan di negeri Chekoslovakia.
Tak jauh berbeda dengan apa yang saya dengar dari ceritanya, tentang beragam jenis makhluk ‘aneh’ yang berkumpul menjadi satu dalam sebuah universitas, yang kesehariannyapun tak jauh dari ‘party party and party’. Tak hanya sebatas kisah, hingga foto-foto saat mereka berinteraksi satu dengan lainnyapun ditunjukkan. Tak lupa kisah asmara terlarang si adik dengan pria gagah berani, seorang calon dokter dari arab saudi.
Back to ‘Edensor’, barangkali juga karena kisah yang dipaparkan tak jauh dari usia saya saat ini, maka apa yang digambarkan serasa tak asing lagi untuk dicerna. Dari situasi perkenalannya dengan lingkungan baru, menghadapi orang-orang yang tak bisa dimengerti namun bisa dimaklumi, dan juga pencarian cinta yang makin jauh saja.
Secara pribadi bisa saya dikatakan, novel atau buku ketiga dari Andrea Hirata ini belum dapat memuaskan dahaga saya akan kisah lanjutan dari dua novel sebelumnya. Sehingga, untuk melanjutkan kembali pada buku keempat ‘Maryamah Karpov’, saya masih berpikir kapan bisa memiliki waktu untuk menikmati karya pamungkas dari si keriting Andrea Hirata….
Setidaknya agar bisa jauh lebih menikmati seperti dua kisah awal. Seburuk apapun kemungkinan isi ceritanya nanti.
Comments
Post a Comment