Seperti yang pernah saya katakan sebelumnya, hari-hari saya kini agaknya memang dijejali oleh kejenuhan yang tak mampu saya ungkapkan, mengapa bisa muncul dan apa yang harus saya lakukan untuk mengatasinya.
Biasanya kalo saat saya masih melajang dahulu, saat kejenuhan itu datang, saya bisa dengan segera meluncur kearah Utara menuju Bedugul dengan melewati barisah sawah nan hijau di daerah Abiansemal ke Taman Ayun, dengan motor Honda Tiger, tanpa teman sekalipun.
Kekangenan saya pada alam dan persawahan agaknya mampu menyirnakan rasa jenuh yang datang saat itu. Walaupun rute yang saya lewati itu sudah berkali-kali saya lalui, namun tetap saja berkendara memacu si ’silver Tiger’ mendatangkan kepuasan sendiri…. sesampainya di Danau Beratan, biasanya saya mampir dahulu di obyek wisata Pura yang belakangan saya ketahui bahwa disitu terdapat satu Pura Pande yang seharusnya secara rutin saya kunjungi.
Jikapun bukan kearah utara, saya pun memilih kearah Timur, Kintamani. Menuruni jalan di daerah Batur hingga menemukan sebuah Hotel yang menyediakan pemandian air panas, tak jauh dari lokasi air panas alami yang berada ditepi Danau Batur. Saya sendiri lupa nama hotel tersebut, Satu tempat dimana saya pernah terlibat dalam perencanaannya saat masih bekerja menjadi staf Konsultan Perencana Desain sebelum bom Bali I meledak.
Setelah menikah dan memiliki seorang putri, otomatis saya gak pernah punya waktu untuk melakukan touring sendirian seperti dahulu lagi. Jangankan touring lintas kabupaten, untuk meninggalkan mereka berdua (istri dan anak) guna mengikuti kuliah saja saya sering merasakan kangen yang teramat sangat, membuat saya ingin cepat-cepat sampai rumah usai perkuliahan.
Akhirnya beberapa hari ini saya meluangkan waktu dimalam hari, bertandang kesatu tempat dimana saya bisa melihat begitu banyak orang berkumpul, bersliweran sambil menikmati semangkuk makanan atau jajanan yang hangat. Ya, Pasar Malam Angsoka atau lebih familiarnya Pasar Kereneng.
Duduk disalah satu pedagang kaki lima, menyantap Angsle atau sekedar Soto Ayam Surabaya. Sambil bercengkrama dengan para pedagangnya, walaupun saya tak mengenalnya sekalipun. Satu hal yang memang saya sukai saat masih lajang dahulu. Saran ’don’t talk to stranger’ sepertinya tak berlaku untuk saya selama ini.
Dengan mengenal dan mengetahui latar belakang orang tersebut (biasanya yang saya ajak ngobrol adalah para orang tua yang barangkali sudah memiliki cucu, bisa dipastikan mereka memiliki cerita yang tak saya ketahui), lantas mencoba menyelami segala kesulitan dan kesusahannya, saya akan mampu mensyukuri keadaan yang saya dapatkan dan alami saat itu.
Mensyukuri saat-saat dimana saya didatangi oleh kejenuhan yang teramat sangat sekalipun, masih ada orang-orang yang mendapatkan hari-hari mereka jauh lebih buruk dari saya. Jauh lebih prihatin, jauh lebih nelangsa.
Jikapun saya masih memiliki uang lebih didompet, saya tak segan membayar apa yang saya santap bukan dengan uang pas. Sambil berbasa basi meminta mereka menyimpan kembaliannya. Siapa tahu besok-besok kalo saya sua mereka lagi pas gak punya uang, saya diperkenankan untuk ngebon. Hahahaha…. Ya enggak lah….
Biasanya setelah saya memberi sedikit rejeki yang saya miliki pada orang-orang tua yang tak saya kenal seperti mereka itulah, saya mendapatkan kepuasan dan energi, semangat untuk kembali pada hari-hari yang akan saya lalui lagi.
Ya, hari ini, saya merasakan kejenuhan itu perlahan sirna. Berganti dengan rasa syukur pada-NYA, atas segala rejeki yang dilimpahkan-NYA pada saya juga untuk kebersamaan saya dengan keluarga yang saya cintai.
Mensyukuri keadaan dimana saya ternyata masih jauh lebih beruntung dibandingkan mereka yang saya temui.
Salam dari PuSat KoTa DenPasar
> PanDe Baik memutuskan melanjutkan hari-hari dan rutinitas dengan penuh semangat dan energi positif sambil mendendangkan lagu-lagi Cinta dan mesra dari KLa Project….. <
Comments
Post a Comment