Kalo mau berpaling ke masa lalu saat BaLi masih dipromosikan lewat ‘Visit Indonesia Year yang kalo ndak salah pake maskot Badak, saya waktu itu masih dibangku sekolahan, begitu bangga saat disebutkan bahwa BaLi, tempat lahir dan tinggal saya dikatakan sebagai ;PuLau SeRiBu PuRa’.
Seiring bertambahnya usia dan tentu waktu, BaLi kini tampaknya tak lagi bisa dibanggakan sebagai Pulau SeRiBu PuRa, tempat dimana para bidadari menari bagaikan Surga. Kenapa saya bisa mengatakan begitu ?
Kalo kita jeli, begitu sore tiba, disepanjang jalan seantero KoTa DenPasar pula BaDung, dipenuhi oleh warung-warung kaki lima yang rata-rata berjualan Seafood dan Lalapan. Pemandangan biasa yang saya temukan saat ber-plesiran ke tanah seberang, Jawa.
Kalo gak ingin menunggu malam tiba, siang hari pun bisa. Hampir disepanjang jalan, bagian pinggirannya dipenuhi dengan RuKo, yang marak menyajikan aneka ragam produk konsumtif hingga barisan rolling door. He… tanpa penghuninya. RuKo barangkali menjadi salah satu solusi alternatif bagi masyarakat ketimbang tetap menjalani hidup bertani. Mana pajaknya tinggi lagi.
Ah, miris rasanya dada ini kalo melihat PuLau BaLi, tempat lahir dan tinggalku hingga kini sudah memiliki satu putri. Jauh dari bayanganku saat sekolahan dahulu, yang masih bisa berbangga pada BaLi. Mungkin sudah sepantasnya sebutan BaLi tadi diganti dengan ‘PuLau SeRiBu RuKo’ atau malah ‘PuLau SeRiBu LeSeHan SeaFood’.
Entah kemana pula larinya bidadari yang dahulu setia menari, membuat Bali bagaikan SuRga. Barangkali saja mereka sudah kabur bersama Amrozy juga Imam Samudra, yang sebentar lagi bakalan mati Syahid (dieksekusi), kalo jadi….
Bukankah kata mereka, ratusan bidadari cantik akan menyambut begitu mereka tiba di SurGa nanti ?
Comments
Post a Comment